42 Chapter 42

"Gimana keadaan Kelli?" tanya Riska. 

"Terakhir gue di rumah sakit, Operasinya berjalan  lancar. Dia di recovery room," terang Vion disambut anggukan setuju dari Bian. 

Ketiganya saat ini sedang menghabiskan waktu istirahatnya di rooftop. Suasananya tidak se-ramai biasanya karena tidak ada Kelli dan Reyhan yang meramaikan suasana dengan pertengkaran kecil keduanya.  

Bunyi pintu yang menghubungkan antara tangga dan rooftop terbuka, ketiganya langsung menoleh.  Disana Nita dan antek - anteknya muncul dari pintu dan berjalan ke arah mereka. 

"Kak Vion,  dimana Kak Reyhan?" tanya Nita,  ia mengabaikan tatapan tajam Bian.  

Belum sempat Vion menjawab pertanyaan yang Nita lontarkan,  Bian menarik pergelangan tangan Nita.  Ia membawa perempuan itu turun ke lantai bawah.  

"Lo apa - apaan sih Kak,  hobi banget tarik tangan gue." 

Bian menatap perempuan di depannya dengan tatapan tajam dan tidak terbaca,  Nita tidak mengerti apa isi dari kepala laki - laki itu. 

"Gue kira lo bakalan berubah, tapi ternyata nggak," ucap Bian seraya menggeleng,  ia tidak habis pikir dengan perempuan di depannya. 

"Gue nggak bakalan nyerah buat dapatin Kak Reyhan," balas Nita. Tekatnya sudah bulat, ia sangat mencintai laki - laki itu. Reyhan hanya miliknya.

"Lo nggak bisa liat tatapan Reyhan ke Kelli, dia sayang sama Kelli. Seberapa kerasnya lo berjuang, itu bakalan sia - sia. Yang ada lo bakalan sakit hati," terang Bian dan berlalu meninggalkan Nita yang bungkam. 

***

"Kelli." Ivy menghampiri Kelli yang terbaring di brankar.

Keadaannya cukup membaik, perempuan itu sudah bisa di pindahkan ke kamar rawat biasa. Reyhan yang melihat Ivy dan Kelli berpelukan, ia iri dengan hubungan ibu dan anak itu. Menyadari jika dirinya ditatap oleh Ivy, ia menghampiri wanita paruh baya itu dan mencium punggung tangan Ivy.

"Makasih ya, nak Reyhan." Ivy tersenyum, laki - laki itu membalas senyumannya dan mengangguk. 

Reyhan pamit keluar dari ruang rawat inap milik Kelli, ia ingin memberikan waktu berdua kepada Kelli dan Ivy. Reyhan teringat belum mengabari teman - temannya perihal keadaan Kelli yang semakin membaik, ia merogoh saku celananya untuk mengambil benda pipih itu. 

Setelah menemukan kontak milik Vion, ia segera menelpon laki - laki itu. Dering pertama, tidak ada jawaban. Dering kedua, tidak ada jawaban. Dering ketiga, "Halo."

Vion ingin mengumpati Reyhan, saat ini mata pelajaran terakhir diisi oleh Bu Risma. Guru Killer yang suka memberi hukuman, untung saja ponselnya ia silent. Ia mengangkat panggilan dari Reyhan dengan berbisik, ia tidak ingin mendapatkan hukuman dari guru killer itu.  

"Keadaan Kelli udah mulai membaik."

"Iya nanti gue kesana sama anak - anak yang lain," balas Vion. 

Setelah menghubungi Vion,  Reyhan kembali ke kamar rawat Kelli.  Perempuan itu memainkan ponselnya, Reyhan menoleh ke kanan dan ke kiri.  Ia tidak menemukan Mamanya Kelli sama sekali.  Dimana wanita paruh baya itu.  

"Kell, nyokap lo kemana?" tanya Reyhan seraya mendudukkan dirinya di kursi sebelah brankar Kelli.  

"Mama pergi cek ke restaurant cabang sini," jawab Kelli.  Ia melihat raut terkejut dari wajah Reyhan.  Laki - laki itu terkejut kala mengetahui jika Ivy meninggalkan Kelli di saat keadaan perempuan itu seperti ini.  

"Gue nggak bisa menuntut Mama buat selalu ada di samping gue,  karena sekarang Mama punya dua tugas sebagai Mama dan Papa sekaligus.  Dan gue harus mengerti itu,  gue nggak bisa egois.  Ya walaupun gue pengin banget menghabiskan waktu sama Mama," jelas Kelli,  seolah mengerti apa yang ada dipikiran laki - laki di sampingnya. Reyhan manggut - manggut,  ia tidak menyangka keluarga yang di matanya sangat harmonis itu ternyata tidak jauh beda dengannya. Orang tua workaholic. Dan pastinya ia lebih beruntung dari Kelli,  ia masih mempunyai Papa.  

'Apa gue selama ini egois,' batin Reyhan, ia menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin dirinya egois, ia sudah mencoba untuk mengerti Papanya. Tapi sikap pria itu sudah menunjukkan semuanya. 

"Rey," panggil Kelli, ia melambaikan tangannya di depan wajah Reyhan. Tapi tidak ada sahutan sama sekali, ia menatap laki - laki itu. Raut Reyhan menunjukkan jika laki - laki itu sedang memikirkan sesuatu. Kelli menepuk bahu laki - laki itu, Reyhan tersentak dari lamunannya. 

"Kenapa Kell?" tanya Reyhan. 

"Lo mikirin apa?" tanya Kelli balik, laki - laki itu menggeleng. 

Kelli menyipitkan matanya, "Cerita aja nggak papa, gue dengerin."

Reyhan menatap perempuan itu ragu, kemudian kembali menggeleng. Kelli manggut - manggut, ia tidak ingin memaksa laki - laki itu. Seketika keadaan menjadi awkward, keduanya sibuk dengan pikiran masing - masing. Hingga suara pintu terbuka mengintrupsi keduanya.

"Syukurlah keadaan lo membaik Kell." Riska menghampiri Kelli dan memeluk teman barunya itu. Perempuan itu membalas pelukannya. Kelli tersenyum.

Tatapan Kelli bersitubruk dengan mata cokelat madu milik Nita, perempuan itu membuang muka. Ia tersenyum, jujur ia masih marah dengan Nita. Tapi perempuan itu sudah ikut menolongnya kemarin, ia sangat berterimakasih dengan Nita. 

"Nit, makasih ya udah ikut nolongin gue," ujar Kelli sembari tersenyum tulus. 

"Jangan geer, gue ikut nolongin lo karena gue nggak mau semuanya salah paham. Semua kira gue yang sembunyiin lo," ucap Nita sewot, Bian menyenggol perempuan itu. Kelli hanya tersenyum sedangkan Reyhan memandang Nita tajam. 

"Kell, waktu lo hilang Reyhan panik banget. Bahkan dia sempat nangis pas lo masuk ruang operasi," celetuk Vion. Laki - laki itu tidak tidur, ia hanya merebahkan dirinya dan memejamkan mata di kursi tunggu. Ia tidak bisa tidur.

Semua menatap Vion dan Reyhan secara bergantian. Ucapan Vion terbukti kala mereka semua melihat wajah Reyhan memerah sampai telinga. Semua yang berada di kamar rawat itu terkikik, Kecuali Nita tentu saja. 

"Apa benar yang di omongin Vion tadi, Rey?" tanya Kelli memastikan dengan seringaiannya.

Reyhan menatap Vion tajam, sedangkan yang ditatap hanya bersikap masa bodo. Hal itu membuat Reyhan bertambah kesal, Vion mengkhianati dirinya dengan menyebarkan aibnya. Ya, mengkhawatirkan Kelli sampai menangisi perempuan itu merupakan aib untuknya. 

"Emang kenapa kalau benar?" tanya Reyhan balik dengan gaya sok coolnya, di dalam hatinya ia ingin membunuh Vion saat ini juga. Sahabatnya itu mempermalukan dirinya di depan Kelli, bahkan di depan semua orang yang berada di satu ruangan itu. 

Bukannya menjawab pertanyaan Reyhan, pipi Kelli justru memerah. Entahlah, mendengar jika Reyhan mengkhawatirkannya hingga menangis membuat hatinya menghangat. Nita yang melihat itu semua, ia langsung keluar dari ruang rawat Kelli tanpa pamit. Bian yang menyadari itu, ia segera menyusul Nita.

avataravatar
Next chapter