41 Chapter 41

"Bawa ke mobil gue aja," tawar Rian. 

Reyhan tidak ada pilihan lain, ia tidak mungkin membonceng Kelli dengan keadaan perempuan itu yang pingsan dengan darah di perutnya. Ia langsung menggendong Kelli ke mobil milik Rian. Mereka pun segera melajukan motornya di belakang mobil Rian.  

Sesampai di rumah sakit, dokter dan perawat langsung menangani Kelli. Keadaan Kelli yang sangat parah karena luka tusuknya itu sudah mengenai organ vital, dokter dan beberapa perawat membawanya ke ruang operasi. Semua menunggu di luar ruangan, kecuali Riska dan Nita yang sudah pulang lebih dulu. 

Jam menunjukkan pukul satu pagi, sudah satu jam lamanya Kelli berada di dalam ruang operasi. Reyhan dan Rian masih terjaga, sedangkan Bian dan Vion tertidur di atas kursi ruang tunggu. Tidak lama kemudian pintu ruang operasi terbuka, Reyhan dan Rian sontak berdiri. 

"Dok, gimana keadaan pacar saya?" tanya Reyhan, Rian menatap Reyhan dengan tatapan tidak suka. 

"Dia belum sadarkan diri. Disini ada keluarga pasien? Saya ingin membicarakan kondisi pasien lebih lanjut?" tanya dokter tersebut. Reyhan teringat jika dirinya belum memberitahu Mama Kelli sama sekali. 

"Tidak ada dok, saya akan menghubungi Mamanya." Dokter itu pun mengangguk dan berlalu.

Reyhan pun membangunkan Vion dan Bian, ia meminta ketiga laki - laki itu untuk menunggu Kelli karena dirinya akan pergi ke rumah Kelli. Ia tidak bisa menghubungi Ivy karena dirinya tidak memiliki nomor telpon wanita paruh baya itu. 

Reyhan pun melajukan motornya membelah jalanan dengan kecepatan rata - rata, matanya fokus ke arah jalan namun pikirannya kalut memikirkan kondisi Kelli yang masih belum sadarkan diri. Sesampai di depan rumah Kelli, ia segera turun dan memencet bel rumah perempuan itu. 

'Ceklek.' 

Deren membukakan pintu dengan muka bantalnya,

melihat salah satu teman adiknya datang ke rumah di jam satu pagi itu membuatnya kesal. 

"Kenapa kesini jam segini? Lo nggak liat sekarang jam berapa, ini bukan jam untuk bertamu." Deren berkacak pinggang, Reyhan mulai menjelaskan keadaan Kelli. Deren terkejut bukan main mendengar Adiknya masuk rumah sakit, ia bahkan tidak tahu jika adiknya itu mengikuti kemah. Ia kira Kelli menginap di rumah temannya. 

Deren pun meninggalkan Reyhan di ruang tamu untuk bersiap, tidak lupa laki - laki itu menghubungi Mamanya yang masih di luar kota untuk pulang. Setelah bersiap, keduanya segera melesat pergi ke rumah sakit. Ditengah perjalanan tidak ada pembicaraan sama sekali, keduanya diliputi rasa khawatir. Setelah sampai di rumah sakit, Deren segera menemui dokter yang dibicarakan Reyhan.  

Reyhan menghampiri teman - temannya yang berada di depan recovery room, setelah selesai operasi Kelli langsung di bawa kesana. Karena kondisinya masih sangat butuh pantauan dari dokter, jika keadaanya membaik perempuan itu baru akan di pindahkan ke ruang rawat biasa. 

"Rian mana?" tanya Reyhan kepada kedua sahabatnya.

"Di dalam," jawab Bian seraya menunjuk pintu recovery room. Ketika Reyhan akan membuka pintu ruangan itu, Vion menahan tangan laki - laki itu. 

"Yang boleh masuk satu orang," ucap Vion. 

Reyhan mengumpat, ia terlambat. Ia kalah dengan Rian yang sudah lebih dulu melihat Kelli. Seolah mengerti perasaan kesal sahabatnya, Bian menepuk bahu sahabatnya. 

 ***

"Kell, gue merasa bersalah sama lo. Sebelum lo nggak sadar, gue sempat jauhin lo," Rian menghela napas,

"gue cemburu, karena lo jadian sama Reyhan."

Rian menggenggam tangan Kelli, ia  memandang perempuan yang masih menutup matanya itu dengan sendu. Setelah mengusap pipi perempuan itu, ia beranjak keluar. Ketika membuka pintu, Reyhan langsung menyerobot masuk dengan sengaja menabrak bahu Rian. 

"Gue bakalan rebut Kelli dari lo," bisik Rian. Reyhan melirik tajam laki - laki itu, tanpa ba-bi-bu langsung menutup pintu tepat di depan  wajah Rian. Ia tidak akan membiarkan Rian merebut Kelli-nya. 

Reyhan berdiri mematung ketika melihat Kelli tidur di atas brankar, perlahan ia mendekati perempuan itu. Ia mendudukkan dirinya di kursi samping brankar, matanya tidak lepas dari wajah pucat Kelli. Selama beberapa menit Reyhan diam, ia menggenggam tangan perempuan itu. Ia menghela napas panjang. 

"Apa yang harus gue bilang ke dia, gue nggak becus jagain lo," ucap Reyhan seraya mencium tangan Kelli di genggamannya. 

"Ini semua salah gue, harusnya gue yang ada di posisi lo. Karena masalah gue sama Ken, lo jadi ikut kena imbasnya. Kell, tolong buka mata lo. Masa lo nggak pengin liat cowok seganteng gue," Reyhan tersenyum. Ia terus mengajak Kelli berbicara, walaupun perempuan itu belum sadar. 

   ***

Vion dan Bian berkali - kali membujuk Reyhan untuk pergi ke sekolah, namun laki - laki itu keukeuh  ingin membolos. Ia ingin menjaga Kelli, kalau bukan dia yang menjaga perempuan itu siapa lagi. Deren berangkat ke kampus sedangkan Mamanya Kelli masih perjalan pulang. 

"Gue nggak mau masuk sekolah, lagian kenapa sih kalian bujuk gue sekolah. Biasanya kita bolos, kenapa sekarang rajin banget?" Reyhan menatap kedua sahabatnya dengan tatapan mencurigakan. Vion dan Bian hanya menunjukkan cengirannya. 

"Apa jangan - jangan karena Riska sama Nita?" tanya Reyhan, kedua sahabatnya itu tidak menjawab tapi justru langsung pergi meninggalkan dirinya.  Reyhan mengindikkan bahunya, ia kembali masuk ke dalam recovery room. 

Ia mendekati brankar dimana Kelli masih memejamkan matanya, Reyhan kembali menggenggam tangan permpuan itu. Ia terkejut tatkala melihat jari Kelli yang berada di genggamannya bergerak, Reyhan langsung memanggil dokter untuk memeriksa perempuan itu. Bersamaan dengan dokter yang sedang memeriksa Kelli, perempuan itu mulai membuka matanya. Reyhan tersenyum lebar melihat perempuan itu sadar. 

"Keadaan Kelli membaik, setelah ini ia bisa di pindahkan ke ruang rawat biasa. Tapi walau begitu luka di perutnya belum sepenuhnya kering," terang dokter. Reyhan mengangguk, dokter itu pun pamit keluar. 

"

Akhirnya lo sadar juga," ucap Reyhan.

"Kenapa sih lo kemarin tolongin gue, harusnya lo biarin gue yang ketusuk." Kelli mendengus. 

"Harusnya lo bilang terima kasih sama gue, bukan malah ngomel nggak jelas," balas Kelli dengan suara lemah. 

"Iya makasih, tapi lo bahayain diri lo sendiri. Lo tau nggak sih, gue khawatir banget sama lo," ucap Reyhan dengan suara naik satu oktaf. Tidakkah Kelli tahu jika kemarin dirinya nyaris menangis karena khawatir dengan keadaan perempuan itu. Kelli tertawa kecil melihat raut wajah laki - laki di sampingnya. Reyhan mengernyit ketika melihat Kelli tertawa kecil, apakah ada yang lucu dari perkataannya tadi. 

"Salah sendiri khawatir, gue nggak nyuruh lo buat khawatir. Dan gue pernah bilang sama lo, jangan khawatirin gue." Reyhan bungkam.

avataravatar
Next chapter