webnovel

Mutiara yang Tak Dianggap

"Baiklah, anak-anak. Sekarang kalian baca materi di bab ini! Bagi yang sudah selesai, boleh keluar kelas duluan." Ucap seorang guru yang kebetulan saat itu tengah mengajar di kelas X IPA 1.

Sesuai perintah sang guru. Semua murid yang berada di dalam kelas itu, segera membuka dan membaca buku mata pelajaran saat ini. Berharap cepat selesai dan segera keluar dari ruang kelas yang entah kenapa membuat mereka merasa begitu mengantuk. Ditambah angin dingin yang menerpa kulit mereka, masuk dari sela-sela jendela yang terbuka, seolah memberitahukan bahwa hujan akan segera tiba, karena di luar awan terlihat mulai berkumpul dan langit mulai menggelap.

Tak lama seorang gadis berambut pendek dengan penampilan berantakan yang menjadi ciri khasnya berdiri, usai memasukan buku yang cukup terbilang tebal itu ke dalam tas. Suara yang dihasilkan dari kursi yang didorong dan bertemu dengan lantai, berhasil membuat beberapa siswa menghentikan kegiatan membacanya dan memilih gadis itu sebagai pusat perhatiannya kini, termasuk teman sebangkunya. Guru yang mengajar pada saat itupun mengerutkan dahi, menatap gadis itu penuh tanda tanya.

"Pak, saya sudah selesai." Ucapnya, yang berhasil membuat hampir seisi kelas terkejut. Namun, tidak untuk seorang siswa yang kini tengah duduk di sudut kelas, ia malah menyunggingkan senyum tipisnya, dan hal itu membuat teman sebangkunya berpikir bahwa teman yang satunya itu mulai gila.

"Jangan bercanda, Win! Kembalilah duduk dan segera baca bab ini!" Ucap guru itu geram, sambil menunjuk sebuah halaman yang terdapat tulisan besar disana.

"Tapi saya sudah selesai membaca, Pak."

"Jangan bohong! Kembalilah duduk dan selesaikan membacamu!"

"Tapi....."

"Tidak ada tapi-tapian! Dan kalian segera selesaikan membaca kalian!" Mendengar perintah itu, kembali para murid melanjutkan kegiatan membacanya. Termasuk Winda yang kembali duduk dan dengan muka malasnya, ia mengeluarkan buku tebal yang baru saja ia masukan ke dalam tas.

tak sampai 2 menit. Lagi-lagi Winda berdiri usai memasukan bukunya ke dalam tas. Dan lagi-lagi berhasil membuat teman-temannya keheranan,

"Pak, saya sudah selesai." Ucap Winda dengan nada sedikit malas, karena pasti guru menyebalkan itu tidak akan percaya dan menyuruhnya kembali duduk, lalu membaca materi yang menurutnya sangat tak berguna itu.

"Winda, tidak bisakah kau membaca dengan tenang?" Ucap guru itu lelah, karena muridnya yang satu ini tak pernah benar dalam mengerjakan semua tugas yang diberikan. Padahal ini hanya membaca, apakah ia tidak bisa melakukannya dengan benar?

"Saya membaca dengan sangat tenang, Pak." Jawab Winda, tak kalah lelah.

"Huh. Ya sudah sana!" Ucap sang guru yang sudah cukup lelah menghadapi muridnya yang satu ini. Dan Ya, itulah ucapan yang sejak tadi ditunggu-tunggu oleh Winda. Dengan hati cukup senang, ia melangkah keluar kelas. Diikuti tatapan iri dari teman-temannya yang masih saja terjebak di dalam kelas itu bersama guru menyebalkan dan harus menyelesaikan kegiatan baca-membaca materi yang begitu banyaknya.

"Anak-anak! Jangan sekali-kali kalian berkeinginan meniru dia! Hidup kalian akan berantakan nantinya."

"Baik, Pak!" Jawab para siswa serentak, dengan muka malasnya masing-masing. Kemudian melanjutkan kegiatan membacanya.

***

"Hai! Kok sendirian aja?" Tanya seseorang yang berhasil mengagetkan Winda, yang baru saja mendudukan diri pada bangku kantin.

"Eh? Hai! Kok lo disini?" Tanya Winda balik.

"Iya, tadi gue liat lo jalan kesini. Terus gue ikutin deh. Kok lu sendirian aja?"

"Iya. Yang lain masih pada sibuk baca di kelas." Jawab Winda, sambil memakan gorengan yang berada di hadapannya.

"Ooo. Mau makan apa? Gue traktir deh."

"Apa ajalah." Jawab Winda, yang kini menampilkan raut wajah lelahnya. Padahal saat keluar kelas tadi ia terlihat cukup senang. Ada apa sebenarnya dengan Winda?

"Ya udah. Gue kesana dulu." Ucap siswa itu, yang hanya mendapat anggukan dari Winda. Segera siswa itu berjalan menuju salah satu penjual di kantin dan memesan makanan yang ia tahu sangat disukai oleh Winda.

Tak butuh waktu lama, makanan yang dipesankan untuk Windapun datang. Bersamaan dengan itu, bel istirahat berbunyi, para siswa keluar dari ruang kelasnya masing-masing. Beberapa siswa terlihat mulai memasuki kantin, diikuti siswa-siswa lainnya. Hingga akhirnya membuat kantin menjadi benar-benar sesak dan berisik.

"Kenapa cuma diliatin aja? Makan gih!"

"Lo nggak makan?" Tanya Winda bingung, karena ia hanya melihat satu makanan di hadapannya kini, yang setahunya hanya untuk dirinya sendiri.

"Udah tadi. Kan dari tadi gue jamkos. Lagian di kelas tadi pada bagi-bagi makanan sambil main gitar."

"Oh. Ya udah gue makan, ya!" Dengan tenang tanpa rasa tak enak atau apapun itu, Winda memakan makanan gratis dari siswa yang entah harus disebut apa. Karena ia sendiri bingung dengan statusnya dan siswa yang kini tengah duduk di sampingnya itu.

Ya, seperti biasa. Ketika dua orang itu bersama, hampir semua orang yang ada di kantin, memperhatikan dua orang itu. Namun, keduanya hanya bersikap tak acuh terhadap keadaan seperti ini. Winda yang tetap santai memakan makanannya dan Aji, siswa yang duduk di sampingnya itu, terus saja menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun, seperti biasa Winda hanya diam, tanpa bertanya kenapa Aji selalu menatapnya seperti itu.

"Eh, liat deh. Kok Aji mau-mau aja ya sama tuh anak?" Tanya salah seorang siswa, dari beberapa siswa yang kini tengah berkumpul di meja yang berjarak dua meja dari meja Winda.

"Iya. Mana udah dekil, bodoh, jelek pula." Tak tinggal diam, temannya pun menjawab ucapannya tadi.

"Hidup pula." Sahut teman lainnya.

"Hahahahahahaha!" Tak lama mereka pun tertawa bersama. Seolah tak mendengar apa-apa, Winda hanya sekilas menatap Aji dengan senyuman yang entah kenapa menjadi mood boster bagi Aji. Kemudian melanjutkan kegiatan makannya. Begitupun Aji yang masih saja menatap Winda.

Tak lama. Putri, teman sekelas Winda dan Irma, teman sebangku Winda, Memasuki kantin, dan hal itu berhasil membuat semua pasang mata yang berada di kantin mengalihkan perhatiannya, dari Winda dan Aji beralih menatap Putri dan Irma yang baru saja datang.

"Eh, liat! Putri kita datang!" Karena kehadiran Putri, suasana kantin yang tadinya sudah riuh kini malah semakin riuh.

"Gila. Baru kelas satu aja udah kayak model, gimana kalau jadi model beneran?" Pujian ini-itu keluar dari mulut para siswa,

"Huh. Pasti cantik, pakai banget!"

"Eh, mau kemana dia? Dek, duduk sini aja bareng abang gans!" Ada juga beberapa siswa yang kurang kerjaan, berusaha mendekatinya. Irma yang ada di belakang Putri, hanya memperlihatkan tatapan jijik dan geli menatap siswa-siswa yang berusaha menggoda Putri. Namun, Putri hanya bersikap tak acuh dan terus berjalan menuju meja, dimana Winda sedang makan disana bersama seorang siswa yang cukup ia kenal.

Next chapter