webnovel

Prolog

Selamat datang di Prolog

Buat teman teman senyaman mungkin untuk membaca cerita ini

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan)

Thanks

Well, happy reading

Hope you like it

❤❤❤

________________________________________

Meski jutaan kali kehidupan yang akan datang, aku akan tetap memilihmu

°° Berlian Melody °°

________________________________________

Jakarta, 30 Desember

19.00 p.m.

Kau tahu, hal bodoh apa pernah kulakukan di dunia ini? Aku Berlian Melody kelas sepuluh siswi SMA Persatuan Jakarta—tidak cantik, tidak tinggi, tidak pintar apa lagi populer—salah menyatakan perasaan pada orang lain. Yang paling parahnya lagi di terima! Adakah yang lebih bodoh dari aku saat ini?

Aku sangat ingat malam itu ketika masuk ruangan megah berhias bunga - bunga cantik, kain - kain sutra, panggung mini lengkap dengan standing micnya, serta chandelier kristal besar tergantung di tengah ruangan. Suara tawa terdengar dari orang - orang dengan gaun mewah dan tuxedo berdress code hitam serta topeng pada wajah mereka. Tidak hanya itu, alunan musik lembut juga menambah kesan mewah pesta topeng ini yang jelas bukan menjadi tujuan utamaku terjebak di sini.

Aku tidak berminat menghadiri pesta semacam ini. Apa lagi harus di sibukkan dengan persiapannya yang sanggup membuatku badmood sepanjang sore. Mulai dari menunggu make up artis mendandani wajah bocahku, menata rambut ikalku yang di cepol asal, serta memilih gaun champagne hitam sederhana. Yang paling menyebalkan dari ini adalah aku harus mengenakan stilleto hitam setinggi lima belas senti. Bisa kau bayangkan betapa tersiksanya kaki pendekku ketika memakainya?

Jika bukan karena ajakan daddy yang ada embel - embel Mr. Michelle dan anaknya—yang aku sukai—berada dalam pesta topeng ini, aku jelas akan menolak ajakan daddy mentah - mentah. Mungkin saja aku sekarang sudah tidur nyenyak di kasur empukku.

Aku juga tidak mengerti, mengapa pebisnis seperti daddy harus menghadiri pesta topeng semacam ini. Lalu berbicara tentang bisnis bersama rekan - rekannya dalam kondisi bising. Apa lagi mengajak aku, putri bungsunya yang masih sekolah di bangku SMA. Kenapa daddy tidak mengajak kakak laki - lakiku yang menyebalkan itu saja?

Lihat saja sekarang, belum ada setengah jam daddy sudah menghilang, meninggalkanku yang celingukan seperti kambing congek mencarinya.

Aku masih belum berhasil menemukan daddy atau laki - laki yang kusukai itu di mana pun. Dengan berusaha meredakan badmood, aku berjalan ke meja perjamuan, mengambil beberapa kue kecil yang kuletakkan di atas piring kecil juga, serta mengambil cocktail tanpa alkohol dan mulai berjalan ke meja kosong di pojok ruangan.

Seanggun mungkin kulangkahkan kaki berjalan perlahan ke sana karena stilleto lima belas senti sialan ini sangat menyiksa. Aku mencoba sangat hati - hati agar tidak terjatuh.

Sejenak, kelegaan nafas dapat kurasakan ketika pantatku mendarat di kursi yang dengan susah payah berusaha kugapai. Aku meneguk sedikit cocktail saat semua orang bertepuk tangan mendengar seseorang berdiri di panggung siap berpidato.

"Good evening everyone." Pria paruh baya itu memulai pidatonya. "Terima kasih sudah menghadiri acara penggalangan dana ini," lanjut pria itu lagi. Dan pidato selanjutnya tidak benar - benar kuperhatikan atau kudengarkan karena telah sibuk dengan kue lezat ini.

Ada sedikit perasaan menyesal karena tidak mengambil banyak. Jika bukan karena stilleto sialan ini, aku akan dengan senang hati mengambilnya lagi sepiring besar.

Tidak sampai lima menit kue - kue di piring kecilku sudah habis. Dengan sedikit dongkol aku menghembuskan nafas berat lalu mengendarkan pandangan ke sekitar dan berhenti tepat di sebelah panggung. Aku melihatnya!

Tidak aneh bukan mengenali orang yang kusukai walaupun wajahnya tertutup topeng sekaligus?

Aku baru akan segera berdiri dari kursi yang sebenarnya masih sangat nyaman untuk di duduki, ketika daddy tiba - tiba duduk di sebelahku. Seperti layaknya aku yang dapat mengenali laki - laki yang kusukai walau wajahnya tertutup topeng, daddy jelas mudah mengenali putri kesayangannya bukan?

"Sweety, maafin dad, rekan - rekan bisnis emang suka ngobrol lama," kata daddy dengan tangan bebas berkeskpresi. Karena belum menjawab pertanyaan beliau, daddy memeperhatikan mimik wajahku dengan seksama. "Kamu marah ya?" tanyanya lagi. Aku masih tidak menjawab. Apa masih kurang jelas wajah cemberutku ini?

"Jangan gitu dong sweety, tar daddy tambah deh uang jajannya."

Tanganku mengepal erat, masih cemberut sambil melirik area dekat panggung ia berdiri tapi sudah tidak ada. Good job dad, batinku.

"Nggak mau, aku nggak bisa di sogok," jawabku sekarang sudah beralih melipat tangan di dada dan mengalihkan pandangan dengan angkuh.

"Mobil baru?"

"No, no."

"Tas Hermes limited edition?"

"No, no."

"Swarovski?"

"No, no"

"Ayo dong sweety, sebutin aja kamu pengennya apa? Daddy beliin ntar."

"Daddy nggak bisa beli yang aku pengen!" Kataku kesal, apa maksud perkataan daddy? Memangnya aku anak matre? Dan apa katanya? Tas Hermes? Swarovski? Memangnya aku ibu - ibu sosialita? Tapi mobil? Akan aku masukkan daftar pertimbangan, mengingat mini cooper kuningku yang daddy belikan setahun lalu sudah terlalu ketinggalan jaman.

"Yang kamu pengen emangnya apaan?"

"Ih daddy sih sukanya nggak peka! Tadi di sebelah panggung dad!" Aku mencondongkan tubuh mendekati daddy untuk berbisik agar tidak kedengaran orangan. "Anaknya pak Michelle." Kemduian memasang duduk tegak kembaki sambil cemberut. "Sekarang uda ilang orangnya!"

"Ya kamu nggak bilang dari tadi sih!"

"Kok malah daddy yang marah sih? Kan aku yang harusnya mara! Yabg inget ngajak aku kesini sapa? Terus aku di telantarin gitu aja, nggak ada temen ngobrol, begitu sasaran dateng mau nyamperin, daddy nyetop nggak pake koma, pake acara nyogok segala, emangnya aku anak apaan dad? Anak matre?" terocosku panjang lebar pada daddy yang hanya cengar cengir.

"Maaf ya sweety, daddy kan uda tua, nggak peka, yang ada malah pikun," candanya agar aku tidak marah lagi.

Pikun? Sampai lupa dengan putri kesayangannya? Huh?!

"Tapi kan dad pernah muda, emangnya langsung lahir tua?"

"Ya Tuhan nih anak masih di lanjut juga marahnya," keluh daddy sambil memijit kepala.

"Ya uda, aku mau ke toilet dulu."

"Perlu di anterin nggak? Tar marah lagi nggak ada temennya," ejek daddy.

"Dad, aku uda gedhe ya, bukan bayi lagi, kenapa sih daddy usil banget, sama kayak kakak?!"

"Uda gedhe masih aja jomblo."

"What?" Aku ternganga sambil melotot. "Dad, tolong jangan sebut kata nista itu, liat aja dad, abis ini aku bakalan dapet pacar, putranya pak Michelle. Abis pipis aku mau cari dia, daddy ngobrol aja sama yang lain lagi!" terangku panjang kali lebar sebelum benar - benar pergi ke toilet. Tapi samar - samar masih dapat mendengar suara daddy. "Good luck sweety, semoga nggak jomblo lagi malam ini."

Kali ini aku benar - benar mengabaikannya dan pergi ke toilet. Padahal dalam hati aku juga ingin berteriak "daddy juga duda, jomblo!" Tapi tidak jadi, tentu itu akan menyakiti hatinya lalu teringat mediang mommy. Aku juga masih belum atau tidak punya niatan punya ibu baru.

Btw that's my daddy, ayah terjahil di seluruh dunia. Apa lagi jika bersama dengan kakakku yang super menyebalkan itu. Mereka itu duo jahilun. Mungkin lain kali akan aku ceritakan, sekarang aku hanya akan fokus mencari laki - laki yang kusukai itu.

Setelah keluar dari toilet aku mencarinya. Mulai dari sekitaran panggung, meja perjamuan yang kue - kuenya masih selalu menggoda untuk kulahap, lalu meja - meja para tamu, hingga ke sekitaran bar barulah aku melihatnya. Ia sedang duduk di kursi bar tinggi sendirian. Punggung gagahnya sudah pasti dapat kukenali.

Sebenarnya kakiku sedikit sakit karena terlalu lama berjalan dengan stilleto ini. Tapi menemukan sosoknya membuatku tidak lagi memikirkan itu. Aku sudah menyukainya selama enam bulan, jadi inilah saatnya. Tekatku sudah bulat, aku akan menyatakan perasaanku malam ini. Aku akan membuktikan pada daddy jika putri kesayangannya tidak jomblo lagi malam ini.

Secara perlahan aku mendekatinya yang masih duduk memunggungiku. Menggerakkan kaki selangkah sangatlah susah, seperti menyeret beban seberat satu ton. Setelah berhasil, dengan berdebar aku mulai menyapanya.

"Gue mau ngomong sama kakak," kataku sedikit bergetar, suaraku juga sedikit keras karena alunan musik sedikit mendominasi. Ia baru akan berbalik tapi aku dengan cepat menghentikannya.

"Stop, jangan liat sini, kakak cukup dengerin aja sampe gue kelar ngomong!" seruku. Lalu ia diam, menungguku berbicara.

"Se-sebenernya, g-gue uda lama suka sama kakak, ma-mau nggak kakak pacaran sama gue?" ucapku terbata - bata karena saking gugupnya.

"Oke," katanya.

Tunggu, ada yang aneh, ini bukan suara kak Jordan—putranya Mr. Michelle yang aku sukai selama enam bulan ini. Suara kak Jordan tidak seberat ini. Sedangkan suara laki - laki yang di duduk di kursi bar tinggi di depanku ini mirip seperti penyanyi George Ezra. Lalu perlahan ia menoleh ke kiri dan menyeriangai. Lampu temaran membentuk siluet hidungnya yang mancung sempurna. Di tangan kanannya juga memegang seputung rokok yang asapnya masih mengepul. Padahal jelas kak Jordan tidak merokok!

Aku semakin takut ketika ia melepas topengnya dengan tangan kiri lalu smirk smile. Jantungku berdebar kencang, keringat dingin bercucuran, badanku hanya bisa mematung seperti kanebo kering dan berdo'a. God! Kill me righ here right now! (Tuhan, bunuh aku sekarang juga!)

________________________________________

Wah terus siapa dong yang nerima Berlian Melody jadi pacarnya? Kok keknya serem gitu ya kan sampe Mel pengen mati 😥

Coba lanjut baca chapter 1 kalo penasaran

Well, thanks for reading this chapter

Thanks juga yang uda jadi pembaca aktif dengan vote dan komen

See you next chapter teman temin

With Love

©®Chacha Nobili

👻👻👻

Publish : 13 Juli 2019

Revisi : 13 Maret 2020

Next chapter