19 Tangisan Deren (4)

Kejadian yang menimpa Deren membuat Arslan merasa Iba, Bukan karena kisah cinta tragis yang menimpa Ayah dan Ibunya, namun lebih ke penderitaan yang dialami Deren selama ini. Semua hal yang dilalui Deren membentuknya menjadi Pribadi yang buruk, bahkan sangat buruk di usia nya yang baru menginjak remaja di masa lalu.

Namun alasan sebenarnya Arslan mendatangi Deren di rumah sakit memang untuk mengetahui kebenaran tentang alasan dibalik perilaku Deren, Arslan memang berniat mengubah Deren menjadi seseorang yang lebih baik. Karena disaat kehidupan sebelumnya, Arslan sempat bertemu Deren di penjara dan berbincang lama. Pada hari itu Arslan mengetahui kebenaran yang membuatnya sangat marah, dan kunci dibalik itu semua bukanlah Deren. Lelaki remaja bernama Deren itu hanya menangis dan menangis, ketika menceritakan kejadian sebenarnya saat ia dan teman-temannya berani melakukan tindakan pemerkosaan terhadap kekasih Arslan. Untuk Arslan, sifat Deren sendiri sebenarnya cukup baik, ia terus menerus meminta maaf atas apa yang dialami oleh kekasih Arslan.

Maka dari itu Arslan berniat membantu Deren agar kembali ke jalan yang benar di kehidupan ini.

"apa kau sangat membenci wanita itu?". Tanya Arslan

Deren menjawab, "Magdalena? Iya, aku sangat membencinya".

"tapi kenapa sikapmu begitu buruk? jika kau membenci wanita itu, seharusnya kau harus lebih baik dari ini"

"aku… hanya tidak bisa melakukan apa-apa terhadap wanita itu". Hening, namun tak lama Deren menambahkan. "Aku tidak begitu paham, tapi…Sepertinya wanita itu mempunyai kuasa penuh terhadap Keluargaku". Ucapnya memandang Arslan dengan tatapan yang mengisyaratkan keingintahuan.

Arslan hanya menggaruk kepala nya yang tidak gatal. Menurutnya ini akan menjadi masalah yang rumit jika ia ikut terlibat. Bukan hanya ia masih seorang bocah berumur 12 tahun, Namun ia juga tidak memiliki kelebihan apapun selain otak dan tubuh barunya itu.

"Otak ya?". Arslan menggumam, Ia pun melanjutkan. "hei Deren, mau kah kau menjadi temanku, dan menghilangkan semua kebiasaan burukmu itu?"

"maaf, aku tidak tertarik"

"tunggu! Aku belum selesai!". Arslan menggaruk kepalanya lebih kencang. "aku akan membantumu mengurus wanita itu. Sebagai gantinya kau harus fokus dengan nilai akademik dan prestasi apapun yang memungkinkan kau raih di sekolah ini"

Deren menaikkan alisnya, bingung dengan permintaan dari Arslan. "lalu apa hubungan syaratmu dengan mengurus siluman ular itu?"

Arslan hanya menggeleng pelan. "belum saatnya kau tahu. Apa syaratku sangat susah untukmu lakukan?"

"bukan itu. Alasan mengapa sikapku begitu buruk disekolah adalah untuk menjelekkan nama wanita itu. Dia masih Ibuku, itu yang semua orang tahu.."

"tapi dengan sikapmu seperti itu, itu tidak merubah kalau situasimu masih belum bisa untuk menjatuhkan Magdalena". Arslan memandang Deren yang tertunduk cemas, lalu ia pun segera menambahkan. "bukankah alasan kau ingin terus hidup sampai sekarang adalah Ibumu?"

Deren mengangguk pelan. Saat Arslan berkata tentang Ibunya, Deren tiba-tiba terisak. Ia menangis, entah apa yang dipikirkannya saat ini. Deren hanya bisa menangis, mirip seperti kejadian di kehidupan Arslan sebelumnya. Yang Arslan percayai sekarang adalah, Deren hanyalah seorang anak kecil yang merindukan kasih sayang kedua orang tuanya. Bagaimanapun sikapnya tidak menunjukkan bahwa ia bahagia dengan kemewahan yang diberikan Ayahnya, karena sebenarnya dia hanya membutuhkan sosok Ibu yang sebenarnya, yaitu Siti.

Arslan menepuk bahu Deren pelan, lalu berkata. "Jadilah anak yang dapat dibanggakan oleh Ibumu, karena itu yang diinginkannya sebelum ia wafat. Melihatmu tumbuh menjadi anak yang berguna bagi orang yang kau sayangi". Setelah berkata demikian, Arslan pun pergi meninggalkan Deren yang masih menangis kencang ditengah taman itu.

****

Disebuah Café di kota Kediri. Di hari yang sama.

Annisa sedang membaca sebuah buku tentang percintaan remaja, bisa dibilang itu buku favoritnya.

"kamu baca apa nis?"

Annisa melihat kearah orang yang sedang bertanya kepadanya saat itu. "nat? ngga sih, aku lagi baca novel"

Dia adalah bernadeta, teman sekelas Annisa sekaligus sahabatnya dari sekolah dasar. Bernadeta adalah anak pemilik café tersebut, setiap hari minggu ia meluangkan waktunya untuk membantu di café.

Bernadeta yang datang dengan membawa nampan beserta Es Jus Strawberry kesukaan Annisa, bertanya karena penasaran. Ia sedikit khawatir dengan aktifitasnya yang menyendiri itu. "hari minggu gini kamu malah baca novel. Kencan atau apa kek gitu?"

"kencan apanya? Cowok darimana coba nat..". sahutnya sambil meminum jusnya perlahan.

Bernadeta menatap Annisa dengan pandangan aneh, ia pun bertanya. "kamu belum pedekate'an sama Arslan nis?"

Mendengar itu sontak Annisa menyemburkan minuman yang ada di mulutnya. "kamu ngomong apaan sih nat?". ucapnya dengan terbatuk-batuk.

"aku itu tahu kalau kamu suka sama Arslan, jadi ngga perlu bohong"

"tahu dari mana?"

"udah jelas kan? Setiap hari di kelas hampir setiap menit kamu melihat kearah Arslan. Kamu juga kayak orang kerasukan kalau udah khawatir sama Arslan!"

Annisa hanya menghela nafasnya panjang. Sambil mengaduk jus nya ia berkata. "Tidak mungkin cowok populer kayak Arslan mau sama aku nat. aku Cuma cewek culun, ngga ada bagus-bagusnya buat cowok kayak Arslan".

"hasshhh! Ini yang buat kamu jomblo sampai tua nis!". Teriak Bernadeta yang langsung pergi dengan ekpresi marah. "apa dia tidak akan berhenti merendahkan dirinya sendiri?". Gumam bernadeta yang berjalan menuju dapur.

Annisa mengerutkan kening, menatap sahabatnya yang sedikit bersikap aneh. "ada apa sih sama anak itu? Apa dia sedang datang bulan?"

****

Arslan kini berada di meja belajarnya, mengerjakan tugas-tugas yang ada diberikan sekolah untuk dikerjakan dirumah. Namun nampaknya ia sedang tidak fokus karena memikirkan sesuatu.

"Sepertinya aku harus menyelesaikan Novel ini dan proyek gaming housenya dengan cepat. Aku sudah tidak memiliki banyak waktu lagi, keadaannya juga sudah melenceng jauh…". Arslan pun beranjak dari duduknya. Ia pun pindah ke komputer miliknya yang baru dibelikan oleh Ayahnya beberapa hari lalu. "jadi.. tinggal 10 bab lagi ya? Harusku selesaikan hari ini. Dan mengirimkan naskahnya besok"

Arslan pun segera mengetik dengan cepat, karena ia berpikir misi pertama nya harus selesai secepat mungkin.

avataravatar
Next chapter