14 Ruang Bimbingan Konseling

Diruang Kantor Kepala Sekolah.

Terlihat dua orang yang saling berbincang satu sama lain. Mereka sedang duduk di sofa yang saling berhadapan. Yang satu adalah pria baya yang mungkin berumur 50an tahun, dan didepannya terlihat wanita paruh baya berumur sekitar 45 tahun. Wanita itu berpenampilan sangat elegan, dengan perhiasan yang melekat ditubuhnya. Pakaiannya pun seperti buatan dari designer ternama.

"sudah lama tidak bertemu ya, pak indra". Sapa wanita itu sambil menyesap Teh hijau yang disajikan untuknya.

"betul, lama sekali kita tidak bertemu lagi Nyonya Magdalena". Katanya yang disambung tawa kencang oleh pria ini. Dia adalah Kepala Sekolah Smp Patra, namanya adalah Indra Laksmana.

"apa semua baik-baik saja? kau terlihat bertambah tua pak indra". Wanita itu mengucapkan basa-basi dengan wajah datar, sungguh aneh dengan sikapnya.

"tentu! Tentu nyonya, semua baik-baik saja"

"tapi kenapa kau terlihat sangat gugup seperti itu?"

Glekk.

Pak Indra menelan ludahnya, kegugupannya memang terlihat jelas di ekspresinya. Dari sikapnya itu, nampaknya wanita yang kini berada didepannya merupakan seseeorang yang berada di luar jangkauannya. Seseorang yang sangat penting yang perlu ia hormati.

Wanita itu meletakkan cangkirnya, dan menatap pak indra yang tertunduk lemas. Hanya sesekali saja melirik kearah wanita didepannya.

"Pak Indra, sudah tahu kan? Mengapa saya repot-repot kemari, jauh-jauh dari Surabaya hanya untuk menemui Pak Indra?"

Pak Indra mendongak, ia pun lekas menjawab pertanyaan wanita itu. "saya perkirakan nyonya mungkin sedang ingin memantau langsung perkembangan sekolah ini, apakah saya salah?"

Wanita itu tersenyum. "20 persen benar Pak indra. Kenapa pak indra berbelit-belit seperti itu?"

Pria tua itu seperti tak dapat mengalihkan perbincangan itu lagi. Pak indra sadar mengapa wanita bernama Magdalena itu menemui dirinya. Ia menghela napas panjang, sepertinya masalah ini tidak bisa disembunyikan lagi.

"Nyonya, saya… minta maaf atas kelalaian saya. Semua ini diluar sepengetahuan saya. Mohon nyonya mengerti situasi ini. Keterlibatan masalah murid, kita sebagai orang tua hanya dapat memberikan pengertian kepada mereka"

"hm. Aku mengerti apa yang pak indra bicarakan. Tapi, aku rasa pak indra belum benar-benar mengerti maksud kedatanganku kemari. Aku hanya ingin bertemu dengan anak itu, dan selanjutnya aku yang akan mengurusnya sendiri. Pak Indra tidak perlu untuk ikut campur masalah ini, hanya sebatas memahami situasi, itu sudah cukup". Ucap wanita itu. Menegaskan bahwa prioritasnya bukanlah sesuatu yang pria itu bisa campuri.

Pak Indra hanya bisa mengangguk mengerti. Ia pun segera menuju meja kerjanya, dan mengambil ponsel miliknya. " Halo, maaf bu Fitri jika saya mengganggu waktu ibu. Bisa tolong panggil Arslan ke ruang BK?"

****

Arslan yang sudah keluar dari ruang osis itu menghela napasnya panjang. Ia pun berjalan sembari berpikir tentang kejadian sebelumnya. Arslan tidak menyangka sifat Cleo sangat tidak rasional. Ia dahulu sangat mendambakan gadis itu bahkan dalam mimpinya. Yang ia tahu Cleo tipikal gadis yang baik dan selalu tersenyum ramah kepada orang yang menyapanya. Hanya, ia tidak menyangka sifat aslinya suka berprasangka negatif terhadap orang lain.

Dirinya yang tidak ingin memikirkan masalah itu lagi, segera berjalan menjauh meninggalkan ruang osis itu. Namun, ada seseorang yang tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika ia sudah berada 30 meter jauhnya. Seseorang itu ada guru wali kelasnya, Bu Fitri, yang juga merupakan guru pembimbing osis.

"Bu Fitri?". Arslan agak terkejut dengan sosok yang-tiba-tiba memegang lengannya dan membuat ia menghentikan langkahnya.

"Arslan, tidak ada waktu lagi". Ucap Fitri dengan wajah yang cemas.

"apa ada masalah saat rapat osis?"

"bukan, bukan itu…"

"lalu? Ada masalah apa bu?"

"kau dipanggil pak kepala sekolah ke ruang BK, ada sesorang yang ingin bertemu denganmu"

Arslan Nampak berpikir. Seseorang? Siapa yang ingin bertemu denganku?

Arslan pun mengangguk dan mengikuti Ibu Fitri saat berjalan menuju ruang Bimbingan Konseling atau biasa disebut Ruang BK.

Setelah berjalan cukup lama, mereka tiba di ruang BK. Ibu Fitri berinisiatif mengetuk pintu untuk mengetahui apakah ada orang lain di dalam. Tak lama ada yang menjawab, dan meminta mereka segera memasuki ruangan.

Arslan yang juga ikut memasuki ruangan itu, mendapati dua sosok yang memandanginya secara bersamaaan. Sosok yang berdiri itu ia sangat mengenalnya, dia adalah Pak indra, kepala sekolah disini. Lalu wanita yang sedang duduk di sebelah Pak Indra, dia tidak mengetahui siapa wanita itu. Namun ada ingatan samar tentang sosok itu di ingatan Arslan.

"Saya sudah membawa Arslan, pak indra". Kata Bu Fitri kepada pria tua itu.

"iya, terimakasih bu fitri, silahkan lanjutkan aktifitas anda. Maaf merepotkan ibu..". Ujar pak indra pada Fitri.

Ibu Fitri pun mengangguk, kemudian berbalik kearah Arslan. Ia menatap mata arslan dalam, lalu menepuk pundak Arslan pelan dan pergi dari ruangan itu.

Ada apa dengan guru muda itu?

Arslan sungguh penasaran mengapa gurunya menunjukkan ekpsresi demikian. Kemudian ia megalihkan padangan kepada dua sosok yang menunggunya saat ini.

"Arslan, mendekatlah. Kenalkan dirimu pada Ibu Magdalena". Kata indra dengan nada yang lembut.

Arslan pun mendekat ke tempat mereka berada. Tak lama ia pun segera memperkenalkan dirinya. " Halo, nama saya Arslan Lay, tante". Ucapnya dengan membungkuk, memperlihatkan kesopanannya.

Wanita paruh baya yang bernama Magdalena itu hanya tersenyum simpul. "anak yang sangat sopan, benarkan pak indra?"

Indra yang terbangun dari linglungnya dengan spontan menjawab. "Ah, i-iya nyonya. Benar sekali, saya setuju!". Sahutnya dengan nada gagap.

"nyonya?". Lontar arslan yang bingung dengan situasi di depan matanya itu.

Indra memandang Arslan, mengucapkan sesuatu yang membuatnya terkejut. "Arslan, Ibu Magdalena adalah Ibu kandung dari Deren, nyonya Magdalena juga adalah salah satu dari sepuluh pemilik Yayasan Patra". Kata Indra yang diliputi rasa takut di setiap perkataannya.

Seketika itu juga Arslan dirundung oleh sebuah firasat yang buruk, yang tentunya akan menimpa dirinya. Baginya ia belum memiliki apa-apa untuk berurusan dengan orang sekaliber Magdalena. Selain ia memiliki kuasa atas sekolah ini, ia juga berhak meminta pertanggung jawaban atas kondisi yang dialami oleh anaknya saat ini.

Arslan berpikir keras, apa yang harus ia lakukan untuk menyelesaikan masalah ini. "sepertinya akan sangat merepotkan…", batinnya sambil memandang Magdalena yang kini melihatnya dengan sebuah senyum menakutkan.

avataravatar
Next chapter