8 Dimulainya Pertarungan

Di Lapangan Kosong yang tepatnya berada di belakang sekolah.

Ada sekelompok geng cowok yang terlihat mereka semua masih ABG, dengan seragam putih biru, memperlihatkan jika mereka masih siswa SMP. Kelompok itu diketuai oleh murid laki-laki bernama Deren, dan mereka semua bersekolah di SMP swasta Patra. Terlihat asap mengebul di sekitar mereka, karena mereka semua sedang menghisap rokok yang tentunya sangat dilarang untuk mereka yang masih dibawah umur. Namun mereka tidak peduli meskipun dipandangi oleh orang sekitar yang berjalan di area lapangan kosong itu. Asal tidak ketahuan oleh guru disekolah, tidak masalah bagi mereka.

Tak lama kemudian datanglah sesosok pemuda yang tinggi dan berparas tampan di arah berlawanan. Pemuda itu Nampak berjalan sendirian mendatangi kerumunan geng sekolah itu. Yang tidak lain pemuda itu adalah Arslan, yang telah berjanji untuk menemui Deren di tempat ini.

Arslan berjalan dengan tenang kearah Deren dan teman-temannya bersantai. Tidak terlihat sama sekali raut wajah ketakutan yang diperlihatkan Arslan. Deren yang melihat dengan jelas Arslan yang semakin mendekat, dan terlihat juga sikap Arslan yang sangat tenang bagaikan air itu, membuat Deren tiba-tiba merasakan kegelisahan yang sangat.

Ada apa dengan bocah itu…?

Batin Deren seolah memberontak padanya agar tidak melanjutkan lebih dari ini. Namun Deren yang merupakan anak yang sangat keras kepala itu, berusaha menepis ketidaknyamanan dalam hatinya. Baginya apa yang ingin ia lakukan harus selesai hari itu juga. Dia tidak ingin ada beban dalam hati yang mengganggunya.

Arslan pun berhenti dan berdiri tegap, tepat berhadapan dengan Deren dan kawanannya. Jarak mereka hanya 20 meter jauhnya, seperti akan bersiap untuk melakukan pertarungan yang tentu saja tidak akan luput dari masalah ini.

"jadi kau tidak kabur ya?". Ujar deren dengan raut wajah yang bersemangat. Karena ini pertama kali baginya, ada seseorang yang berani mendatangi mereka secara terang-terangan. Dan Arslan melakukan itu sendirian pula.

"hm? Untuk gerombolan pengecut seperti kalian, untuk apa aku kabur?". Ucapan Arslan seakan menyambar mereka bersamaan, ekpresi mereka yang tenang kini berubah menjadi sangat marah. Apa anak ini sudah gila?

"untuk ukuran bocah kelas satu, kau pintar juga mengoceh ya?". Kata seorang dari mereka, cowok itu bernama Agus. Wakil dari geng itu. Tubuh Agus besar, diperkirakan berat badannya 60 kilogram, dengan kepala gundul dan kulit yang gelap.

Arslan mengingat siapa dia di kehidupan sebelumnya. Agus Santoso, merupakan anak dari seorang polisi yang berpangkat tinggi di Kota Kediri. Ia bertingkah semena-mena terhadap murid yang tidak disukainya, tidak sedikit juga ia diskors karena melecehkan murid-murid gadis yang ada disekolah. Karena dulu dia dikenal sebagai Penggila dada wanita, karena perbuatannya yang suka tiba-tiba memegang dada para murid gadis yang disukainya. Orang ini adalah laki-laki paling pecundang yang pernah ia temui di masa lalu.

"entahlah". Arslan membalas ucapan Agus sambil tertawa. "boleh aku minta sebatang?". Kata Arslan sambil menunjuk kotak rokok di belakang mereka.

Deren yang mendengar itu tersenyum sinis, ternyata laki-laki sok pahlawan di depannya juga seorang pecundang sama seperti mereka, pikir Deren. Segera ia melemparkan kotak rokok beserta pemantik api tepat di bawah kaki Arslan.

Arslan pun mengambil kotak rokok dan pemantik itu, ia juga mengambil satu batang rokok dan menyalakan api untuk menyalakan rokok yang sudah ada dimulut Arslan. Ia pun menghisap rokok itu sambil memejamkan matanya.

" haaahhh… sudah lama aku tidak merasakan sensasi nikmat seperti ini". Ujar Arslan yang menyemburkan asap dari mulutnya.

Deren dan teman-temannya yang melihat Arslan, memperlihatkan ekspresi terkejut. Mereka tidak menyangka sosok seperti Arslan bisa melakukan hal seperti itu.

"sepertinya dia sudah putus asa der". Kata salah satu temannya.

Deren hanya diam, menatap Arslan yang membuang rokok itu ke tanah, lalu menginjaknya. Arslan pun memasukkan kotak rokok sekaligus pemantik api itu ke dalam saku celananya.

"Yo, kakak kelas!". Tatap Arslan kearah mereka dengan pandangan tajam. "bisa kita mulai bermainnya?"

Deren pun tertawa kencang mendengar itu, segera ia memerintahkan teman-temannya untuk maju menyerang Arslan secara serentak. "Hajar bocah tengik itu!"

Teman-temannya pun segera berlari menuju Arslan, mengeroyoknya secara bersamaan. Arslan yang melihat mereka yang berlari kearah dirinya pun, mulai bergerak dari tempatnya berdiri.

Arslan terlihat berlari kearah Deren dan teman-temannya, menerjang mereka tanpa rasa takut. Setelah hanya beberapa meter jarak mereka, Arslan pun melompat dan bersiap mengarahkan pukulannya kearah mereka.

****

Diruang guru, di salah satu meja guru.

Terlihat Annisa dan 2 orang murid cowok tengah berbincang dengan guru yang ada di meja itu. Dua orang itu adalah Yosi dan Yeri yang menemani Annisa melaporkan kejadian yang menimpa Arslan. Mereka menceritakan awal mula Arslan yang terlibat masalah dengan Deren, hingga ke permasalahan Arslan yang menemui Deren dan komplotannya di Lapangan belakang sekolah mereka.

Guru pria yang duduk di meja itu mendengarkan cerita mereka, raut wajahnya berubah-ubah, dan ekspresi wajahnya menunjukkan kegelisahan yang mendalam. Bagi mereka para guru, murid yang terlibat masalah satu sama lain itu adalah hal yang merepotkan. Apalagi jika sudah menyangkut orang tua dari murid-murid tersebut. Masalahnya yang membuat guru ini frustasi adalah, Deren merupakan anak dari salah satu pemegang yayasan di sekolah ini. Dan Agus teman deren, juga merupakan anak dari sosok penting kota ini, ini benar-benar membuatnya bimbang.

"tolong pak Darto, tolong bapak bantu masalah ini. Kami tidak tahu lagi harus minta tolong sama siapa lagi pak!". Kata Annisa yang dengan sikap gusarnya. Ia khawatir tidak banyak waktu lagi untuk menolong Arslan. Ia pun berinisiatif untuk meminta tolong pada guru mereka, hanya itu yang bisa dilakukan gadis yang tidak berdaya seperti dirinya.

"ya, bapak mengerti. Tapi, bapak tidak bisa mengambil keputusan yang sepihak. Permasalahan ini sebaiknya kita laporkan ke kepala sekolah, hanya beliau yang dapat memberikan keputusan, akan bagaimana permasalahan ini nanti diselesaikan dengan baik. Ayo.. ikut bapak ke kantor kepala sekolah sekarang, sebelum terlambat..". Annisa yang mendengar itu segera mengangguk. Ia pun bergegas mengikuti Guru itu ke ruang kepala sekolah, diikuti Yosi dan Yeri di belakang mereka.

Kembali lagi ke tempat Lapangan belakang sekolah. Terlihat sekelompok anak yang berada tidak jauh dari pertarungan antara Arslan dan Geng Deren. Mereka adalah Tino dan teman-temannya yang berjumlah 12 orang. Mereka memantau dari pojok lapangan, melihat peristiwa sengit itu dengan wajah gusar.

"Tino, apa kita tidak akan membantu Arslan?". Tanya salah satu temannya yang berdiri di belakang Tino.

Tino yang mendengar pertanyaan itu hanya menjawab dengan gelengan kepala. Ia terlihat masih ragu apakah akan membantu Arslan atau tidak. Ekspresi Annisa yang menitikkan air mata, baru pertama kali ia melihatnya. Hatinya terasa sakit, namun egonya saat ini lebih dominan dari pada rasa sakitnya itu. Namun sebelum ia bisa memutuskan apakah perlu untuk membantu Arslan atau tidak, tiba-tiba ia dikejutkan oleh peristiwa yang mencengangkan.

avataravatar
Next chapter