23 Acara Syukuran

"A-ar-arslan, kamu kenapa?"

Annisa hanya diam membiarkan dirinya dipeluk erat oleh Arslan. Perasaannya saat bahagia ketika Arslan memeluk dirinya. Annisa tidak pernah membayangkan dirinya akan berada begitu dekat dengan Arslan. Selama ini gadis itu hanya dapat mencuri pandang pada Arslan, melihat setiap perilaku Arslan yang membuatnya terpesona. Arslan baginya seperti cahaya yang sangat terang dan tak pernah bisa ia gapai. Namun saat ini cahaya itu menyelimuti dirinya, dan merasakan kehangatan yang membuatnya lupa jika setiap hari yang Annisa jalani itu sangatlah dingin dan membeku.

Arslan yang mendengar suara Annisa sangat dekat dengan telinganya itu segera sadar dan melepaskan pelukannya dengan perlahan. Arslan kemudian menghapus air matanya yang menetes itu, matanya kini memerah dikarenakan ia sedikit menangis.

"Arslan kamu kenapa?". Ulang Annisa yang tampak khawatir karena kelihatannya Arslan menangis. Ia tidak mengetahui alasan dibalik itu.

"gapapa kok. Mataku kelilipan". Jawab Arslan dengan asal.

"Tapi…"

"Udah yuk, keburu sore". Kata Arslan yang segera menarik tangan Annisa dan mengajaknya segera berangkat.

Mereka berdua pun menaiki sepeda masing-masing dan mengayuhnya keluar sekolah. Perilaku Arslan yang memeluk Annisa tadi membuat gempar seisi sekolah. Murid-murid yang masih berada disana dan melihat langsung kejadian itu pun mulai menyebarkan gosip jikalau Arslan sekarang memiliki hubungan dengan Annisa. Dan disaat Arslan juga Annisa pulang bersama, mereka tidak sadar ada orang lain yang melihat mereka berdua keluar sekolah dan bersepeda bersama. Orang itu melihat dari dalam mobil mewah miliknya berjenis Toyota Alphard tahun 2004 yang paling terbaru, dan di dalam mobil itu ia menatap Arslan dan Annisa yang telah pergi jauh. Orang itu adalah seorang gadis yang juga murid dari sekolah itu, dia adalah Cleopatra Soedarma.

****

Hari yang sangat indah bagi Annisa meskipun ia mengayuh sepedanya di siang hari. Cuaca yang panas dan terik sinar matahari yang menyengat seperti tidak pernah menghapus senyumnya yang manis itu. Bagaimana dia tidak bahagia, hari ini ia menuju kerumahnya bersama lelaki yang sangat ia idolakan yaitu Arslan.

Ia sedikit melihat kearah Arslan, memandanginya dengan tatapan penuh arti. Ia pun melontarkan sebuah pertanyaan untuk menghilangkan kecanggungan di situasi seperti ini.

"Kamu ngga panas Arslan?"

Arslan seketika itu menoleh, menatap Annisa. "Tentu saja panas". Jawabnya dengan tersenyum

Seperti biasa, Arslan tipe cowok yang tidak banyak berbicara sepertinya. Pikir Annisa. Ia pun bertanya sekali lagi, "Terus, kenapa kamu ngga pake jaket? Bukannya lagi panas gini ya"

Arslan hanya tertawa kecil menanggapi Annisa. "Justru kalau panas kan ngga pakai jaket nis"

Seketika mulut Annisa membentuk huruf O. Benar juga pikirnya. Kemudian ia kembali memperhatikan Arslan dari ujung kepala hingga ujung kaki, dan kembali bertanya.

"Aku juga ngga pernah lihat kamu pakai jaket dari awal masuk sekolah, tapi aneh…"

"Aneh kenapa?". Tanya Arslan sambil menaikkan alis, tidak paham dengan pertanyaan Annisa yang mengatakan dirinya Aneh.

"Ngga sih". Annisa mengalihkan pandangannya kedepan, dan menggumam kecil yang bukan memiliki maksud untuk bertanya. "Kenapa kulitnya masih seputih itu? bahkan seputih cat tembok. Memerah karena kena sinar matahari aja ngga". Ucapnya pelan yang tidak terdengar oleh Arslan.

****

Satu jam berlalu, mereka berdua pun tiba di sebuah rumah makan sederhana yang terletak dipinggiran jalan, disalah satu wilayah perkotaan. Rumah makan itu memiliki dekorasi depan Kaca yang lebar dengan bertuliskan RUMAH MAKAN BU ELI.

Di kehidupan sebelumnya, belum pernah sekalipun Arslan mengunjungi rumah Annisa. Ia tidak tahu jika Annisa hidup di keluarga sederhana seperti dirinya, namun di kehidupan sederhana seperti itu terpendam kisah yang sangat kelam. Arslan hanya menggelengkan kepalanya pelan mengingat kembali kejadian itu.

"Arslan, tadi kamu ngirim apaan di kantor pos?". Tanya Annisa tiba-tiba, yang melihat Arslan seperti sedang melamun.

Arslan terbangun dari lamunannya ketika mendengar Annisa memanggilnya. "Ah, bukan apa-apa kok. Cuma ngirim tulisanku ke penerbit"

"Penerbit? Emang itu tulisan apa sih?". Tanya Annisa yang masih begitu penasaran.

Arslan hanya tersenyum kecut. Gadis remaja berusia 12 tahun tentu belum mengetahui apa itu penerbit dan sejenisnya. Novel pun tidak terlalu digemari selain komik di tahun ini. Jadi kalaupun Arslan ingin menjelaskan, belum tentu juga Annisa akan mengerti. Sebenarnya Annisa cukup cerdas, tapi ia kurang mengetahui saja dunia yang begitu luas diluar kehidupan sekolah dan remajanya. Tentunya akan sangat sulit bagi Annisa memahami Definisi dunia kerja yang rumit seperti itu.

"Kapan-kapan aku jelasin. Sekarang aku udah lumayan lapar". Ucap Arslan dengan memperlihatkan senyum paling manis yang dapat membuat jantung gadis-gadis yang melihatnya berdegup kencang. Termasuk Annisa.

Glekk..

Annisa hanya dapat menelan ludahnya ketika menatap senyuman itu. "Kenapa sekarang aku jadi nafsuan? Aku kan masih kecil!". Batinnya berkata.

****

Didalam Rumah makan itu sudah tersaji hidangan-hidangan dengan berbagai macam jenis yang diletakkan diatas meja. Seperti Opor Ayam, Nasi Kuning, Telor bumbu bali, Sambal kentang goreng, Sambal tempe kering, Rendang, Soto ayam, Rawon daging, Sate ayam, dan banyak lagi.

Nampaknya acara syukuran ini sudah dipersiapkan dengan begitu matang, bahkan hidangan-hidangan itu dapat dimakan oleh beberapa puluh orang. Arslan hanya memandanginya dengan takjub, mungkin karena dia begitu sangat lapar sekarang ini.

"Mah.. mamah…?". Annisa terdengar seperti sedang memanggil Ibunya, karena ketika mereka masuk kedalam rumah makan itu, suasana terlihat tidak ada seorangpun yang berada disana.

Setelah beberapa kali Annisa memanggil, terlihat sesosok wanita paruh baya berumur 38 tahun yang keluar dari balik tirai yang menyambung ke belakang ruang makan. Wanita itu memiliki paras yang cantik untuk usia 38 tahun dan sedikit terdapat keriput di wajah. Rambutnya panjang sepunggung dibiarkan terurai kebawah, tinggi badannya sekitar 150 sentimeter dengan badan yang kurus, kulitnya putih bersih seperti Annisa.

"Annisa? Kamu sudah pulang sayang?". Kata wanita itu kepada Annisa dengan raut wajah yang ceria.

"Iya ma. Mama masih sibuk?". Tanya Annisa yang penasaran kenapa tidak ada seorangpun yang berada di rumah makan ini.

"Ngga kok sayang. Tadi mama ke dapur sebentar persiapin makanan buat dianter ke tetangga.."

"Oh, gitu. Tapi ma, kenapa disini banyak banget makanan kalau mama juga nyiapin ke tetangga?"

"Kan mama kata kamu mau bawa teman sekolah, jadi mama siapin banyak buat teman-temanmu". Kata Wanita itu yang melihat arah belakang Annisa, dan hanya mendapati sesosok remaja yang sangat tampan. Dia tidak melihat Annisa membawa banyak teman-temannya.

"Jadi, dimana teman-temanmu sayang?"

avataravatar
Next chapter