webnovel

Temen Jadi Hak Milik

Lo berdua kepo!" kesal Cecil yang di beri kekehan idiot dari Kareta dan Lolita.

"Kita cabut yah Ra, bapaknya dugong kayanya mau balik, kalo ngamuk serem takut gue di tendang ke pluto, papai!" Kareta dan Lolita berlari pergi tanpa menunggu Cecil menjawab, padahal Cecil ingin meminta Kareta dan Lolita untuk menemaninya, ia takut jika Al serius dalam kata-katanya.

Astaga, ia tak serius dengan kata-katanya. Bagaimana jika Al membuatnya hamil sebelum menikah? Astaga! Ia harus mengunci kamar dari sekarang agar Al tak bisa membuatnya hamil.

***

"Cecil buka pintunya!"

Teriakan Al beserta gedoran pintu benar-benar menakutkan untuk Cecil, sudah sejak dua puluh menit yang Lalu Al datang dan mengedor-gedor pintu, meneriaki namanya layaknya Al tengah kerasukan.

Yang bisa Cecil lakukan hanya lah menyembunyikan dirinya di balik selimut sambil berdoa berulang kali agar Al tersadar dari kerasukannya.

"Buka pintunya atau gue dobrak!"

Ancaman Al malah semakin membuat Cecil takut, Cecil semakin berdoa, membaca surat-surat pendek yang ia hafal. Karna jika ia membaca ayat kursi ia akan membelok ke surat yang lain, dirinya tidak hafal.

Bruk.

Suara keras dari pintu yang di dobrak sukses membuat Cecil memejamkan matanya erat-erat, jika sudah seperti ini sudah dipastikan Al akan melakukan hal gila padanya, apalagi suara pria itu terdengar sangat marah.

"Jangan apa-apain gue Al," mohon Cecil dengan suara gemetar. Semakin merasa takut saat Al sudah naik ke atas kasur.

"G-gue mohon Al," suara Cecil semakin bergetar.

"Lo kira gue bakal peduli?" astaga suara Al benar-benar mengerikan di telinga Cecil.

"A-Al!" panggil Cecil.

Al menarik selimut yang menutupi tubuh Cecil dengan kasar, memperhatikan Cecil yang tengah memejamkan matanya dengan sudut mata yang mengeluarkan cairan bening, Cecil menangis.

"Lo bakal gue hukum Sayang!" ucap Al dengan suara yang berubah berat dan mengerikan.

"A-Al gue mohon, g-gue gak serius sama kata-kata gue," kata Cecil dengan penuh ketakutan, dilihat dari raut wajahnya pun terlihat jelas jika Cecil ketakutan.

Al menyungingkan senyum sinisnya, mendekatkan wajahnya pada telinga Cecil.

"Apa lo serius bakal selingkuh dari gue?" tanya Al yang langsung di beri gelengan oleh Cecil.

"Ngomong!" titah Al dengan tegas.

"G-gue gak akan selingkuh dari lo!" ucap Cecil dengan cepat.

Masih dengan posisi yang sama, Al kembali membisikan sesuatu pada Cecil.

"Siapa cowok yang sekarang lagi deket sama lo?"

"E-elo."

Al kembali tersenyum saat mendengarnya.

"Mau main gila di belakang gue?" tanya Al.

"Gak mau! Huaaa... Al!" Cecil menangis, dirinya sudah begitu ketakutan saat tubuh Al sudah menyentuh tubuhnya.

Al terkekeh, menjatuhkan tubuhnya di samping Cecil, kemudian membawa Cecil kedalam dekapannya.

"Hehe maaf, gue cuman bercanda," kata Al yang sukses membuat Cecil membulatkan matanya sempurna.

"Al!" panggil Cecil dengan keras, namum detik berikutnya kembali menangis, menjerit-jerit layaknya seorang bocah.

Sedangkan Al hanya bisa terkekeh sambil terus memeluk Cecil, ia sama sekali tidak serius dalam kata-katanya, mana mungkin ia membuat Cecil hamil sebelum ia dan Cecil sah, bisa mati terbunuh ia oleh ke dua orang tuanya.

"Semesum-mesumnya gue, mana mungkin gue ngerusak lo Cecil, orang yang gue sayang."

Deg.

Jantung Cecil seolah berhenti berdetak, ucapan Al barusan sukses membuat tubuhnya membeku, bahkan tangisannya tiba-tiba terhenti begitu saja.

"Lo tanggung jawab gue, lo gue jaga bukan gue rusak," Al menjauhkan tubuhnya dari Cecil, menyeka air mata Cecil mengunakan ibu jarinya.

"Jangan nangis, gue gak akan bikin lo hamil sebelum sah," ujar Al. Namun Cecil tetap membeku dengan menatap Al tanpa berkedip.

"Gue emang idiot, bahkan goblok kaya yang lo sering bilang. Tapi bikin lo bahagia itu udah jadi tujuan gue dari awal," lanjut Al yang tetap membuat Cecil diam.

Al kembali menarik tubuh Cecil agar mendekat padanya, mengecup lembut kening Cecil, dan itu sukses membuat Cecil kembali tersadar, kembali merasakan detak jantungnya kembali berdetak, namun sekarang lebih parah berdetaknya, bahkan Cecil seolah merasakan perasaan aneh di tubuhnya.

Hatinya seolah menghangat, perasaanya berubah tenang, soalah dirinya di hari esok akan jauh lebih baik, seolah tidak akan terjadi apa-apa selama ia bersama dengan Al.

Ada apa dengannya? Ada apa dengan hatinya? Ada apa dengan perasaanya?.

****

Untuk pagi yang kesekian kalinya, Cecil kembali membantu Al memasangkan dasi, namun kini tanpa paksaan dan tanpa rasa malas. Cecil dengan senang hati membantu Al memasangkan dasi, seolah-olah hal itu telah menjadi kebiasaan Cecil di pagi hari.

Dan seperti pagi yang kesekian kalinya, setelah Cecil memasangkan Al dasi, Al akan mengecup kening Cecil kemudian mengucapkan terimakasih.

Namun tetap saja, Al dan Cecil masih dua orang yang sering berdebat dimanapun dan kapanpun, dan selalu Al yang memulai pertengkaran terlebih dahulu, membuat Cecil kesal setelah itu kembali tak terjadi apa-apa.

"Udah marahnya yah, mau es krim apa?" bujuk Al pada Cecil yang sedari tadi masih setia mendumAl.

"Es krim vanilla!" kata Cecil yang membuat Al terkekeh pelan.

"Tunggu di mobil, jangan kabur!" titah Al yang di masa bodokan oleh Cecil.

Al keluar dari mobil untuk membeli es krim. Dan tak lama kembali dengan es krim caramel di tangannya.

"Taik! Ngapain nanya mau es krim apa kalo di bawainnya rasa yang lain!" kesal Cecil namun tetap menerima es krim yanh di berikan oleh Al.

"Vanilla abis, adanya caramel," ujar Al yang kembali menyetir.

"Al!" panggil Cecil.

"Hmmm."

"Gue pengen ngomong serius!"

"Tetang?"

"Tempo lalu."

Al menatap Cecil dengan raut wajah binggung, kemudian kembali menatap ke depan.

"Tentang lo yang katanya sayang gue," kata Cecil menjelaskan.

Al yang mendengar ucapan Cecil tertawa pelan, "Itu emang bener Sayang, bukan katanya lagi."

"Gak usah panggil gue Sayang!" titah Cecil dengan kesal.

"Iya beb!"

"Al!"

"Iya Cecilia Lauren."

"Secepat itu lo sayang sama gue?"

Al menghentikan mobilnya di pingir jalan, menatap Cecil yang duduk di sampingnya. Kali ini raut wajahnya terlihat serius.

"Secepat apa? gue udah sayang lo dari dulu, kita kan dulu pernah deket sebagai temen," jelas Al pada Cecil yang kali ini perasaanya bercampur aduk, antara senang dan kecewa. Cecil tidak bisa memastikan perasaanya yang tengah ia rasakan sekarang.

Dan berakhir Cecil mengangguk, memberi tahu pada Al jika ia kali ini mengerti.

"Tapi, bedanya sekarang adalah lo temen gue yang berubah jadi milik gue," lanjut Al yang hampir membuat Cecil tersedak es krim.

***

Bersambung. Terimakasih bagi pembaca yang sudah menyempatkan diri mampir ke karya saya. Saya akan sangat senang jika anda semua mendukung cerita ini dengan memberikan vote, review dan juga gift/hadiah di sini. Terimakasih sudah membaca. Sampai jumpa di part selanjutnya.

Next chapter