webnovel

24. Lemah

Rasanya sangat nyaman dan hangat.

Di antara kegelapan yang menyelimuti, Merci merasakan pelukan hangat yang membuatnya selalu ingin tertidur. Seluruh tubuh yang sebelumnya terasa menyakitkan, kini menghilang. Namun kenyamanan yang diberikan tidak membuatnya ingin berlama-lama terlelap. Ia ingat Monster Naga Berkepala Dua. Ia ingat keganasan yang akan menyerang ketiga penyihir kecil itu …

"Merci?"

Sebuah suara lembut menyapa indra pendengaran. Dalam seketika, kesadaran seolah menariknya, membuat Naga Muda refleks langsung membuka kedua mata begitu seseorang memanggil.

Wajah yang familier langsung masuk ke dalam indra penglihatan. Namun hal ini tidak menghentikannya dari gerakan refleks.

"Merci, kau tidak apa-apa?" Leo langsung menahan tubuh yang mencoba bangkit berdiri begitu terbangun dari komanya. Tubuh yang lebih besar kembali jatuh, terbaring tepat di pangkuan si perak. Sukses membuat sosok Naga tertegun, menatap remaja lembut yang ia jadikan bantal dengan sepasang iris emas yang membola.

"Apa kau tidak apa-ap--"

Leo membeku. Mulutnya bungkam saat tiba-tiba, remaja berhelai biru langsung menariknya. Dalam hitungan detik, kini Leo yang terbaring di tanah dan sosok remaja Diandra berada di atasnya. Namun Naga Muda jelas tidak menatap si Perak. Sosok itu menatap sekitarnya dengan waspada. Menempelkan tubuhnya ke tubuh kecil yang berada di tanah dan menutupi sosok di bawahnya sebaik mungkin hingga membuat Leo merasa sesak karena diimpit begitu saja.

Astaga … apa yang dilakukan bocah ini?!

Leo melotot marah. Tangannya refleks mendorong, sukses membuat remaja di atasnya mengernyitkan alis dan sedikit menjaga jarak agar sosok di bawahnya tidak mati sesak karena beban tubuhnya.

"Menying--"

"Ssst," Merci menyela. Nada suara Naga Muda itu rendah. Mendesak agar Penyihirnya diam. Sepasang kelereng emas masih menatap sekitar dengan panik. Sedikit pun, tetap tidak membiarkan sosok di bawah tubuh keluar dari kurungannya.

Leo tertegun begitu mendengar peringatan si biru. Sepasang iris emas itu fokus menatap sosok yang berada di atasnya. Ekspresi dan tindakan remaja ini jelas … melindunginya? Bahkan hal pertama yang dilakukan orang ini ketika sadar bukanlah tentang dirinya sendiri tetapi tentang … keamanan Penyihirnya?

Leo membuka, lalu menutup mulutnya. Mendadak, ia tidak tahu harus berkata apa saat perasaan hangat dengan mudah menyelimuti hatinya. Lembut dan menggelitik, kekhawatiran dan kecemasan Naga Muda ini benar-benar … membuatnya tidak bisa berkata-kata.

Entah bagaimana ia jadi teringat dengan Papa konyolnya. Saat pertama kali mereka bertemu dan Naga Idiot itu mengira dirinya diculik, sosok besar tanpa ragu menempatkannya di bawah perut.

Oh, apakah setiap Naga selalu seperti ini? Mereka akan refleks melindungi harta mereka di bawah tubuh, tempat yang paling aman, tetapi juga tempat yang paling lembut di tubuh mereka?

"Kita sudah aman," Leo tanpa ragu berbicara. Dengan lembut ia mendorong tubuh di atasnya agar bisa keluar. "Monster itu sudah menghilang, tidak ada lagi di sini."

Merci tertegun. Ia refleks menunduk begitu mendengarnya. Lalu beberapa detik kemudian, seolah menyadari sesuatu, Naga Muda mengubah posisinya menjadi duduk, membebaskan Penyihir peraknya dan menatap tubuhnya yang kini … tidak terasa sakit sama sekali?

Menatap bolak-balik di antara lengan, perut dan bahkan ekornya, remaja Diandra tidak merasa sakit, ia bahkan tidak melihat luka apapun!

Sungguh, semua rasa sakit itu terlalu nyata hingga membuatnya kehilangan kesadaran. Lalu sekarang, ketika ia terbangun, semua rasa sakit itu menghilang? Ia bahkan sembuh? Bila bukan karena pakaiannya yang compang-camping dan kotor, Merci benar-benar merasa semua yang dialaminya adalah mimpi …

"Bagaimana keadaanmu? Apakah ada yang tidak nyaman? Pusing?"

Merci mengangkat kepala, menatap remaja mungil yang selalu menjadi prioritas perlindungannya. Alis Kesatria itu terpaut, terlihat ragu begitu melihat kecemasan yang tercetak di wajah berbingkai helai perak.

"Aku baik-baik saja," jawab Merci jujur. "Sebenarnya … apa yang terjadi? Ke mana Monster itu? Apa yang--tunggu, di mana Bastian dan Amerta?" mendadak menyadari dua orang yang hilang, Merci refleks menatap sekeliling. Keduanya selalu berisik, tentu saja Merci menyadari ketidakhadiran sepasang Penyihir hitam dan pirang itu.

"Mereka bersembunyi," sepasang iris emas menatap Naga Muda di depannya dengan teliti, mendapati bahwa tubuh itu memang terlihat baik-baik saja dan sepertinya, tidak ada keluhan? "Yah … aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi Monster itu sudah pergi dan aku menemukanmu di sini."

Merci mengerutkan alis. Sepasang iris emas itu menatap Penyihir perak dengan tajam. "Jangan melakukan ini lagi."

"Apa?"

Naga Muda bangkit berdiri. Dengan ringan menepuk-nepuk bagian bawah tubuhnya hingga kotoran yang menempel terlepas. Lalu, tanpa ragu sama sekali mengendalikan udara, membawa Penyihir perak yang duduk di atas tanah, kini terangkat di udara dan jatuh ke pelukannya.

"Jangan keluar dari tempat persembunyian," Merci menatap serius Penyihir yang ia gendong. Dua pasang mata emas saling memandang. Jarak wajah mereka sangat dekat sehingga ekspresi serius yang menyimpan kemarahan itu dengan jelas terlihat di mata remaja An. "Jangan pernah keluar dari tempat persembunyian sebelum merasa benar-benar aman."

Sebelum Leo bereaksi, semburan kehangatan mulai terasa. Dalam seketika, udara di sekitarnya tidak lagi dingin, sebaliknya, hembusan hangat terasa nyaman di kulitnya.

Sepasang iris emas itu berkedip beberapa kali, menunduk dan menyadari bahwa dirinya tidak memakai selimut dan hanya pakaian tipis. Namun, bukan suhu yang mendadak berubahlah yang membuat Leo merasa tidak nyaman …

"Bisakah kau menurunkanku?" meski tahu Naga Muda menggendong agar mereka menempel dan si Biru bisa menghangatkannya, Leo tetap merasa tidak nyaman. Bagaimanapun, ia masih lebih suka digendong Papa Naganya yang bertubuh besar ketimbang remaja yang hanya satu kepala lebih tinggi darinya.

Alis Naga Muda itu terpaut. Menyadari bahwa Penyihirnya tidak mengambil hati peringatan yang terucap sama sekali. Hal ini membuatnya agak kesal, tetapi keturunan Diandra sangat tahu bahwa Perak Kecil ini tipe yang tidak akan mendengarkan ceramah.

"Di mana kalian bersembunyi?" Merci dengan terampil mengabaikan. Kedua tangannya dengan erat membungkus tubuh yang lebih kecil, berpura-pura tuli dengan permintaan Penyihir perak di pelukannya. Bahkan dengan berani mengubah posisi hingga sang Penyihir dipaksa harus memeluk leher Guardiannya bak seekor Koala.

Leo tidak mau mendengarkannya, ia juga bisa melakukan hal yang serupa. Hal ini membuat Merci merasa lebih nyaman. Yah ... mereka seimbang.

Leo cemberut, tetapi tidak bersikeras untuk menolak. Ketimbang memilih ikut berjalan kaki atau digendong, si perak tentu saja akan memilih untuk digendong. Namun perbedaan ukuran tubuh membuatnya agak tidak nyaman. Bila Merci lebih tinggi sedikit lagi--setidaknya setinggi Papanya--mungkin, remaja perak justru dengan terampil akan menyuruhnya untuk menggendong setiap hari.

Menyandarkan kepala di bahu sang remaja, sosok perak memandang suasana hutan yang mulai terang. Beberapa embun mulai terlihat, bersamaan dengan siluet pepohonan dan suasana di sekitarnya yang kacau balau. Banyak pepohonan tumbang dan hewan-hewan mati karena tidak bisa melarikan diri.

"Sangat jauh dari sini," Leo menjawab seraya mencari posisi nyaman. Kedua tangan putih itu tanpa ragu memeluk leher sang Guardian, menggerakkan tubuh dan mulai bersandar sepenuhnya. Kepala perak dengan lunglai jatuh ke bahu sang Naga Muda. "Teruslah berjalan ke arah Barat, bila menemukan pohon Beringin tua, mereka berada di bawahnya."

Merci berkedip. Langkahnya terhenti saat si perak menjawab. Ia bisa dengan jelas merasakan kelelahan dari tubuh kecil yang berada di pelukannya. Sungguh, si mungil yang biasanya paling kuat dan sosok yang dengan angkuh mengangkat kepalanya, kini terlihat sangat lesu ...

Mendadak, perasaan marah mencengkeram hatinya hingga membuat Naga Biru merasa sesak. Berapa lama sosok ini mencarinya? Membayangkan Penyihir perak berjalan dengan panik di tengah hutan yang gelap dan berbahaya seorang diri. Tanpa perlindungan apa pun dan bahkan tidak mengenakan pakaian yang hangat …

Merci benar-benar tidak bisa menerima hal itu. Ia ingin memarahi si perak, tetapi membayangkan bahwa sosok kecil ini terus berjalan dan tanpa henti mencoba mencarinya dengan putus asa … oh, kualifikasi apa dirinya untuk menceramahi? Bukankah justru ia akan membuat perasaan Penyihirnya terluka? Bila bukan karena ia terlalu lemah, tidak mungkin Leo akan mengkhawatirkannya, bukan?

"Bila kau terus diam, lebih baik mengumpulkan semua hewan-hewan dan buah-buahan itu," merasakan Merci yang mendadak linglung, Leo tanpa ragu melepaskan cincinnya dan diam-diam memasukkannya ke dalam Ruang Jiwa, lalu menukar cincin peraknya dengan cincin yang serupa. "Masukkan ke dalam."

Menerima sebuah cincin, Remaja Diandra tidak menolak. Iris emasnya menatap cincin perak mungil itu, lalu mencoba menoleh menatap Penyihir perak yang dengan murah hati menyerahkannya.

Ada perasaan tidak nyaman karena ditatap. Leo sudah meminum pil perubah warna rambut dan matanya, tetapi ia terbiasa menggunakan alat sihir cincin ketimbang pil. Pil hanya bisa bertahan selama seminggu, tetapi cincin perak bisa bertahan selama ia memakainya. Bahkan bisa diatur kapan ia ingin menyamar dan tidak.

Ditatap begitu tiba-tiba membuat jantung si perak melompat tidak tenang. Oh, apakah warna rambut dan matanya terlihat berbeda?

"Tidak apa-apa aku menggunakannya?"

Sang Penyihir tertegun, lalu menyadari alasan Naga Biru memandangnya karena hanya ingin memastikan. Namun akting adalah akting, kecemasan dan rasa lega si perak tidak terlihat di permukaan.

"Gunakan saja sesukamu, toh tidak ada barang-barang penting di dalamnya," menguap, sosok perak menggosok pipi berdagingnya ke bahu sang Guardian. "Yah … aku mengantuk, kau cepatlah kumpulkan semua dan kembali ke tempat persembunyian."

Merci merinding saat Leo menggosok bahunya. Perasaan arus listrik yang dengan cepat menjalar dari bahu ke perutnya membuat sosok itu mendadak kaku. Terlebih, saat jantungnya berdegup sangat cepat … membuatnya merasa gugup dan … senang?

Namun saat menyadari Penyihirnya sangat kelelahan sehingga dengan pasrah mau begitu saja digendong …

Rasa bersalah kembali mencubit hati. Tanpa mau memikirkan apa pun kembali, Merci menurut begitu saja. Mengumpulkan buah-buahan dan mayat para hewan, seraya dengan hati-hati memastikan postur tubuhnya tidak akan membuat remaja yang tengah tidur, terganggu.

Sungguh, Merci tidak tahu apakah hari ini adalah hari yang baik atau buruk. Namun kalah menghadapi monster, mendapati Penyihir kecilnya berkeliaran mencari dirinya, juga memikirkan misteri kenapa tubuhnya sembuh dengan sangat cepat ...

Alis Naga Biru terpaut. Ekspresinya kian terlihat serius. Tanpa sadar, ia mempererat pelukannya. Ia tidak tahu orang kuat itu baik atau jahat. Namun satu hal yang Merci sangat sadari ...

Dirinya, hanya Naga Biru yang terlalu lemah. Sangat lemah hingga membuat Penyihir Kecilnya khawatir.

Aoi kembali! Apakah kalian merindukanku?

Maaf, mungkin untuk Chapter selanjutnya, aku benar-benar update saaangaaat lambat.

Tetapi kuharap kalian memakluminya.

Okaay, sampai jumpa di chapter depan!

AoiTheCielocreators' thoughts