webnovel

14. Brolahraga

Karena acara Penyambutan dilakukan hingga larut malam dan kegiatan belajar dilakukan di siang hari, tidak banyak yang sudah bangun. Namun para Penyihir dari Academy Ruby terbiasa untuk bangun di pagi hari. Bukan karena rajin, tetapi lebih karena Bastian menelpon dan mengajak mereka untuk olahraga. Yah … di pesawat, ada gym yang bisa mereka gunakan untuk berolahraga. Namun, bandingkan dengan berlari kecil di sekitar Kastil yang asri dan indah?

Siapa sih yang tidak jenuh bila membuka mata dan akan bertemu dengan dinding?

Empat orang Penyihir tidak bisa menahan diri mereka dan langsung bangkit dari kasur. Mengganti piama menjadi pakaian trining dan mengikuti si raven untuk berlari di sekitar Kasil yang luas dan indah. Jadi, 12 orang terlihat berlari secara berkelompok menikmati suasana asri di sekitar mereka.

"Setelah dari kelas, bagaimana bila kita berkeliling?" Jovanka menyeringai, Vampire muda ini bisa membayangkan liburan yang menyenangkan. "Bila memungkinkah, kita bisa meminta salah satu teman sekelas menjadi gaet kita."

"Jangan aneh-aneh, di sini tidak seaman di Ruby," Zarai dengan baik hati mengingatkan. "Kau kira kenapa para Penyihir selain di Academy Ruby, biasanya memiliki lebih dari satu Guardian?"

"Karena mereka tidak bisa merawat diri mereka sendiri," Anna terkekeh. "Jangan terlalu khawatir, benar kata Jovanka, kenapa kita tidak berkeliling saja? Lagi pula sekalian mengenal harga pasar."

Ingat tujuan mereka? Mereka ingin berjualan! Setidaknya, bawa pundi-pundi uang sebagai oleh-oleh. Biarkan semua mata memandang iri dengan harta yang mereka dapatkan!

"Harga pasar bisa dilihat di gedung Administrasi," Bastian tanpa ragu menyela. "Aku baru tahu, semalam Yurika memberitahuku kalau pil dan hal-hal yang dibuat oleh Penyihir memang tidak bisa dijual sembarangan, hanya satu tempat untuk menjualnya."

"Siapa Yurika?"

"Satu tempat?"

"Bukankah kau seharusnya tahu Yurika? Dia duduk di sebelahmu!" sepasang iris merah menyipit menatap Lita. Sukses mendapatkan seringai dari gadis Yuyu itu. "Yah .. semua hal-hal yang dibuat oleh penyihir hanya boleh dijual ke gedung Administrasi. Nanti, mereka akan menjual dengan harga yang sesuai."

"Jadi, semua pil dan alat sihir kita, hanya perlu dititip ke gedung Administrasi?"

"Ya," Bastian cemberut. "Semoga saja harga yang diberikan cukup bagus."

"Nah … berarti hari ini lebih baik kita pergi ke gedung Administrasi," Lita tanpa ragu mengusulkan.

"Setuju!" Bastian menyeringai. "Lagi pula kita semua ingin berjualan--ah! Benar, Leo, apakah kau juga ingin berjualan?"

Alis Leo terangkat begitu mendengarnya. Mendadak, ia dilempar pertanyaan. "Yah … aku bisa menjual Kristal Penenang, kudengar harga Kristal Penenang level 1 bahkan lumayan tinggi, jadi aku akan menjual Kristal Penenang Level 2."

"Ah, Untuk Kristal Penenang, kudengar kita tidak bisa menjualnya dalam jumlah yang sedikit," Vampire itu cemberut. "Kristal level 1 harus berjumlah 10 butir paling sedikit dan Kristal Penenang level 2 harus 5 butir paling sedikit."

Bukan masalah besar untuk membuat Kristal Penenang. Sejak mereka memasuki level 1, tentu saja mereka bisa membuatnya. Namun masalahnya adalah jumlah yang tidak bisa dijual bila terlalu sedikit sementara mereka masih pelajar. Mengisi lebih dari satu Kristal Penenang cukup melelahkan sementara mereka masih harus menyimpan energi untuk belajar. Bagaimana pun, setiap kelas yang berhubungan dengan alat sihir dan alkimia akan menguras energi mereka.

Zarai menghela napas. "Peraturannya sama seperti yang ada di sekolah," gumam gadis itu, terlihat agak kesal dengan peraturan aneh yang tidak memperbolehkan menjual dalam jumlah yang sedikit.

Bastian terkekeh. Ia memiliki ide lain. "Bagaimana bila masing-masing dari kita membuat satu? Tetap saja harga yang dipatok cukup tinggi kan?"

"Ide bagus," Jovanka menyeringai. "Jadi ada 6 Kristal Penenang level 2!"

"Nah, bila cuma satu, aku punya," Leo tanpa ragu mengeluarkan Kristal Penenang level 2. Kelereng kristal berwarna jingga itu terlihat indah dan berkilau. "Yak, ini aku titip," ujarnya, lalu menaruh kristal di tangan ras Campuran.

"Nah, aku juga punya satu."

"Aku juga."

"Eheheh Bastian, kutitip punyaku."

Si Raven melongo. Sepasang kelereng merah menatap 5 kristal yang kini tertampung di tangannya. Oh, tunggu dulu! Kenapa mereka semua menitip kepadanya?! Bukankah ia sudah menyumbangkan ide, kenapa tugas ini dilemparkan kepadanya?!

Pangeran Yuron mengamuk, tetapi tidak ada yang peduli. Mereka tertawa saat wajah itu berubah menjadi semerah tomat dan mengejar beberapa orang untuk mengembalikan kristal mereka. Namun, percuma. Bastian kalah suara, membuat sosok raven yang hobi berjualan, kini menjadi perantara untuk menjual kristal penenang milik orang lain.

12 orang sudah cukup untuk bersenang-senang. Tubuh mereka telah basah oleh keringat, jadi mereka kembali dan mandi. Setelahnya, masing-masing menikmati sarapan di mana 12 orang teman berbeda negara dan sekolah, sudah berkumpul di meja makan.

Ruang makan yang semula sepi, kini terlihat sangat ramai. Masing-masing dari Guardian para Penyihir telah menyiapkan sarapan. Namun lima penyihir dari Academy Ruby mengandalkan Lyra dan Bastian untuk makan. Bila Bastian tidak dalam mood yang baik, pemuda raven itu tidak akan memasak sehingga mereka terpaksa harus memakan Bar Nutrisi.

Nah, karena pagi ini mereka cukup membuat koki ini marah … Empat orang Penyihir memakan masakan yang disediakan oleh Academy, sementara Bastian menikmati sarapannya yang mewah dan harum, hasil masakan Lyra.

Leo? Remaja perak ini menikmati masakan Lyra. Hanya dengan sekali lirik, Bastian bungkam. Tidak mungkin tega membuat anak bungsu mereka kelaparan. Terlebih secara fisik, sosok mungil itu adalah yang terpendek dan terkurus, bagaimana Bastian tega membuatnya tidak bisa menikmati sarapan yang lezat dan bergizi?

Jadi, ketika enam orang dari Academy Ruby turun dari kamar dan ikut bergabung menikmati sarapan … 12 orang di meja makan tercengang. Menatap 6 orang Penyihir yang cukup akrab dengan Guardian mereka dan bahkan satu meja dengan mereka!

Enam orang ras Elf dan ras Manusia mengerutkan alis, saling memandang dan jelas … terganggu.

"Ehem," salah satu Elf berdeham. Irisnya menatap ke arah kelompok Academy Ruby dengan agak terganggu. "Jovanka … boleh aku tahu kenapa Guardian kalian ikut di meja ini?" tanyanya lembut. Tidak mau terdengar tidak sopan sama sekali.

Jovanka berkedip. Pertanyaan yang mengalun itu sukses membuat enam orang yang masih bercanda di meja makan, terdiam. 12 pasang mata langsung memandang 12 Penyihir yang satu meja dengan mereka selama beberapa detik, sebelum akhirnya … menyadari sesuatu.

Masing-masing Penyihir di meja makan duduk dengan punggung lurus. Terlihat elegan seraya memegang garpu dan pisau mereka sendiri. Di belakang kursi mereka, berdiri satu atau dua Guardian. Berdiri tegak, mengenakan seragam formal dan terlihat sangat elegan dengan ekspresi serius yang tercetak di wajah masing-masing.

"Apakah ada peraturan bahwa Guardian tidak boleh satu meja dengan Penyihirnya?" Leo, tanpa ragu bertanya. Ia terlihat acuh tak acuh, seolah tidak menyadari suasana tegang di atas meja. Memotong steak dengan elegan dan memasukkannya ke dalam mulut. Sosok perak yang paling cantik itu lalu menatap ke-12 Penyihir dengan sepasang iris emasnya.

"Ya," Pierre, Elf yang merupakan pemimpin kelompoknya, menjawab pertanyaan si perak. "Saat Guardian dilatih, mereka harus jelas dengan batasan antara Pengasuhan dan juga Perlindungan. Tidak diperbolehkan untuk Guardian, terlalu akrab dengan Penyihir mereka."

"Jadi, itu adalah aturan di negaramu?"

"Itu juga aturan di negara kami," remaja ras manusia angkat bicara. Ekspresinya serius. "Itu juga aturan di Negara Ion."

Leo mengangguk. Terlihat tidak marah sama sekali. Sosok perak itu tersenyum dan menatap ke 12 Penyihir yang menatapnya. "Tidak ada aturan seperti itu di daerah kelabu," ujarnya. "Jadi, maafkan kami karena telah berlaku tidak sopan."

Tepat ketika kata-kata itu jatuh, enam orang Guardian yang semula duduk di samping Penyihir mereka, sama-sama berdiri. Lalu, seolah terorganisir dengan sangat baik, berdiri tegak tepat di belakang Penyihir mereka masing-masing. Meski tidak mengenakan seragam, wajah yang mendadak berubah serius dengan postur tubuh yang begitu formal membuat 12 orang tercengang.

Jovanka tersenyum sopan. "Kalau begitu, mari kita lanjutkan sarapan kita," selayaknya seorang bangsawan, vampire tampan itu menatap 12 orang di meja makan. "Jangan sampai sarapan menjadi dingin karena hal yang tidak terlalu penting."

Sikap sembrono dari ke-6 Penyihir berubah menjadi elegan. Mereka tidak lagi begitu lepas, sebaliknya, seolah berhadapan dengan orang yang berbeda, keenam Penyihir Academy Ruby menegapkan punggung mereka dan masing-masing tersenyum dengan terkendali.

Leo, tentu saja terbiasa dengan cara makan yang sopan, tetapi ia cukup terkejut dengan lima orang lainnya. Oh, melihat dari sikap sempurna dari lima orang murid Academy Ruby … Leo teringat perihal pelatihan yang harus dimiliki sebelum berangkat.

Apakah … salah satunya adalah ini?

Si perak mengalihkan pandangan, diam-diam terlihat fokus dengan sarapannya.

Yah … Academy Ruby, benar-benar terlalu paranoid dengan murid mereka sendiri. Bahkan banyak hal … akan secara paksa mereka ajarkan untuk anak-anak yang masih belum mengenal dunia luar dengan baik. Namun, pembelajaran ini jelas sangat berguna. Karenanya, diam-diam, Leo tersenyum dan memuji pendidikan Academy Ruby yang cukup ketat untuk melindungi anak-anak mereka.

Namun sayang ... oh, suasana sarapan tidak semeriah biasanya. Tidak ada canda tawa atau beberapa gosip. Keheningan di atas meja makan membuat Leo merasa tidak nyaman. Yah ... bagaimanapun, Leo sudah terbiasa dengan para Penyihir dan Guardian yang begitu aktif dan mampu memeriahkan suasana. Melihat mereka begitu tenang, membuatnya merasa canggung.

Namun mau bagaimana lagi? Mereka berada di Negri orang, bukan wilayah tempat mereka berkuasa. Akan lebih bijaksana untuk menunduk dan menurut, tidak memperbesar masalah antar negara yang jelas, sangat mudah tersulut.

Next chapter