2 (1)

Lila saat ini tengah berdiri di dekat tiang bendera sambil menguap. Ratusan pasang mata milik murid akademi penyihir dari berbagai kasta menatap lekat ke arah Lila dan beberapa orang lain di dekatnya. Ya, saat ini Lila tengah dihukum karena telat. Jika saja ia telat lima menit, maka penjaga gerbang akademi penyihir masih bisa memberikan toleransi untuknya. Masalahnya, gadis berambut pirang itu telat satu jam dari waktu mulainya upacara pembukaan.

Kepala sekolah yang sedang memberikan pidato singkat kali ini melihat ke arah Lila dan orang-orang di dekatnya. Ia berkata, "anak-anak, inilah contoh dari murid yang tak tahu diuntung. Ya..., seperti yang bisa kalian lihat, wajah-wajah di depan kalian adalah wajah-wajah familiar. Terutama gadis pendek berambut pirang di tengah sana. Lila, tidak bisakah kau berubah? Kau hanya akan menyusahkan banyak orang saja jika terus seperti ini."

Lila tidak nenjawab. Ia malah memilih untuk memain-mainkan pasir menggunakan kakinya ketimbang mendengarkan amanah menyejukkan hati dari kepala sekolahnya itu. Sekilas, ia juga melihat bahwa hampir semua murid yang ada di barisan mereka masing-masing menatap hina ke arah Lila. Bahkan, beberapa dari mereka secara terang-terangan mengejek Lila. Tapi toh, Lila tidak memperdulikannya. Yang ia inginkan saat ini hanya satu. Tidur.

Lila menoleh ke arah kiri dan kanannya. Seperti yang ia duga, orang-orang di dekatnya merupakan murid-murid dengan rekap jumlah pelanggaran yang banyak. Karena merasa tidak ada lagi yang bisa ia lihat, kepalanya pun ia tundukkan dan ia lebih memilih untuk melihat semut yang ada di dekat kakinya dibandingkan orang-orang sok suci di depannya saat ini.

Tiba-tiba, mata Lila terbelalak saat menyadari suatu hal penting. Ia menoleh lagi ke arah kanan badannya dan secara cepat mencari seseorang. Matanya tambah terbuka lebar saat melihat bahwa temannya ikut dihukum di depan tiang bersamanya.

Cia? batin Lila sambil menekuk alisnya. Ia tidak menyangka bahwa sahabatnya itu ikut dihukum bersamanya saat ini. Padahal, setahu Lila, Cia adalah seorang penyihir muda yang pintar. IQ-nya saja melebihi rata-rata penyihir seusianya. Tetapi, gadis berkacamata dengan rambut kepang dua itu ikut berdiri di depan tiang bendera. Dapat Lila lihat bahwa sahabatnya itu menunduk malu karena diperhatikan oleh banyak orang.

Mungkin, Lila harus menanyakannya setelah ini.

•••

Upacara pembukaan telah selesai dari tadi. Penyihir-penyihir muda kembali ke asramanya masing-masing untuk mengambil buku dan alat tulis sedangkan para pengajar akademi penyihir pergi ke kelas mereka masing-masing. Namun, penderitaan Lila belum selesai sampai di situ. Karena ia telat, maka salah seorang guru memerintahkan dirinya dan penyihir-penyihir 'taat aturan' lainnya untuk membersihkan toilet di seluruh akademi penyihir. Dengan dibagi menjadi beberapa tim yang beranggotakan dua orang, Lila pun mulai melaksanakan tugasnya dengan tidak ikhlas.

Untungnya, Cia terpilih untuk menjadi pasangan Lila. Gadis berkacamata itu berjalan cepat ke salah satu toilet sambil membawa seember penuh air yang sebelumnya telah dicampur dengan pembersih lantai. Sementara itu, Lila ia tinggal di belakang. Sadar bahwa Cia bertingkah seperti menghindarinya, Lila pun mengejar Cia dengan berlari sambil membawa sebuah pel lantai seperti orang gila.

"Cia, jangan cepat-cepat begitu, dong!"

Lila akhirnya berhasil mengejar Cia. Ia menepuk pundak gadis itu sambil terengah-engah karena kelelahan.

"Jangan dekati aku!"

"Eh?" Lila merasa kebingungan. "Kenapa?" tanyanya.

"E-entahlah..."

avataravatar
Next chapter