webnovel

Satu Rumah Bersama Mantan

Kedua bola mata itu membulat, lucu sekali. Aku hampir tertawa, tapi menahan diri. Pasti terkejut ketika melihat wanita yang pernah bergulat mesra di ranjang berdiri manis di depan mata, hadir di tengah-tengah keluarganya. Ditambah lagi, menjadi menantu dari putra sang istri tercinta.

Namaku, Olin. Masih berumur 23 tahun, minggu lalu menikah dengan laki-laki keren yang merupakan anak tiri dari mantan kekasih. Benar, pria yang seharusnya kusebut ayah mertua itu bernama Dyo, pacar paling manis jika sedang ada maunya. Namun, sekarang menjadi suami dari mama mertuaku.

Tujuh tahun menjadi wanita bodoh, dijanjikan ini dan itu dengan modal air liur. Namun, dia memilih janda tua dibanding aku. Menikah diam-diam di belakang pacar dungu yang telah menjadi sepah, sangat kejam.

Lalu, kalian mau menghakimiku? Mengatakan murahan dan mau diapakan saja selama berpacaran. Selama masih ada nafsu di antara dua anak manusia, setan akan dengan leluasa menjadi penggerak hasrat. Cukup tidak meniru, tak perlu menghakimi hal yang telah berlalu.

Kembali pada Dyo, ayah mertua tampan yang terlihat gugup. Tentu saja, Azriel baru membawaku pulang ke rumah besar ini. Warisan dari ayah kandung yang mulai disabotase oleh laki-laki serakah tersebut. Namun, aku jamin, setelah ini dia akan merasakan sensasi kurang nyaman karena akan sering bertemu mantan kekasihnya.

Merusak masa depan dengan memberikan harapan palsu mungkin bisa dilakukan tanpa pertanggungjawaban, tetapi bukan Olin namanya jika hanya akan menangis di pojokan. Meratapi nasib karena didepak, dibuang begitu saja demi wanita tua di sampingnya. Menjijikkan!

Azriel merangkul mesra pinggang, menunjukkan pada kedua orang tua itu jika pilihannya tepat. Tidak seperti dugaan sang ibu, mengira aku akan menggerus harta keluarga. Padahal memang tujuan utama menikahi putranya demi membalas dendam pada wanita perebut kekasih orang. Sekali melangkah, mereka akan hancur seketika.

Samira Ayu, wanita tua tak tahu diri itu kini resmi menjadi mertua. Hadir di pernikahan dengan tatap jijik, tak mengapa. Aku tidak terintimidasi, hanya perlakuan terkutuk yang sudah menjadi sarapan sehari-hari. Yang terpenting, Azriel mencintaiku dan akan kubuat putra tunggalnya sengsara.

"Ma, mulai sekarang, Olin dan aku akan tinggal di sini." Pengumuman yang tak hanya membuat mulut Dyo terbuka lebar, tetapi sang ibu langsung memasang wajah masam.

Mereka belum tahu hubungan kami di masa lalu, rasa tak suka Nyonya Samira memang sudah ada sejak mengetahui putra tunggalnya akan menikah denganku. Perempuan dari kalangan biasa saja. Mungkin hanya itu yang ada dalam tempurung kepalanya terkait diri ini.

Siapa yang sudi menjadi menantu dari keluarga Wijaya? Azriel terlalu lembut sebagai pria. Tidak memiliki sikap jantan yang menantang, mudah sekali tertipu. Hanya dengan bermodal pura-pura, sudah mau menikah begitu saja. Dungu!

"Kenapa kamu bertingkah sesuka hati tanpa bermusyawarah dulu dengan mama?" bentak sang ibu kurang suka, menunjukkan dengan jelas watak aslinya.

Aku hanya menggaruk telinga yang tak gatal, dengungan nyamuk lebih merdu dibanding ocehan perempuan sialan itu. Menyebalkan sekali. Apa dia sedang menunjukkan posisi di atas anginnya hanya karena menantu di rumah ini?

"Sejak kapan Mama mengutamakan pembicaraan antara ibu dan anak?" Pembalasan yang setimpal dari suamiku, "menikah lagi tanpa persetujuanku juga bukan sebuah langkah bijak, bukankah kita impas?"

Azriel membalas tanpa rasa bersalah, cukup keren di mataku. Antagonis perlu dibungkam dengan sikap tegas, ini pertama kali laki-laki yang kusebut suami bertingkah sedikit liar. Menarik.

Ada perang dingin di sini, rupanya Dyo hanya dianggap ada oleh istri tuanya. Suamiku bahkan enggan melirik, ini sangat seru. Setiap isi kepala memiliki visi dan misi berbeda, mustahil mantan kekasihku itu mencintai ibu mertua di rumah ini.

Dia pasti sedang mengincar sesuatu, suamiku tentu menyadarinya. Bagus. Permainan ini sangat menyenangkan!

"Baru seminggu kamu bersama wanita itu, sudah berani melawan mama. Benar-benar membawa pengaruh buruk!" kecamnya dengan nada tinggi, luar biasa bukan?

Wanita ini sangat fantastis, mengatakan hal buruk begitu terstruktur. Sangat mahir melukai hati orang lain. Bahkan, tanpa sungkan di depan sosok asing yang seharusnya diperlakukan manis meski hanya pura-pura.

"Tak perlu melibatkan istriku, dia tak tahu apa-apa. Cukup urus suami baru Mama, jangan menyentuh rumah tanggaku!" Balasan sengit yang telak, aku suka keributan ini.

Mereka akan sering bertengkar, merasa tidak nyaman satu sama lain. Ketenangan dan senyum bahagia tentu harus lenyap, agar sakit hatiku terbalas dengan sempurna. Pemandangan indah yang akan menjadi vitamin mata.

Semua akan selalu tampak indah, merusak kebahagiaan orang lain dianggap wajar. Namun, tidak semua orang akan pasrah, aku termasuk pendosa dengan dendam kuat. Menyakitiku bukan berarti akan terbebas dari pembalasan.

Menunggu Tuhan turun tangan hanya menambah berat tugas sepele begini, memang sudah sepantasnya datang sebagai karma terkutuk bagi mereka. Setidaknya kehidupan ini tidak benar-benar menghancurkanku, akan ada hati lain yang terluka. Sebab, saat mereka menjadi begitu tenang, ketika itulah aku benar-benar sengsara menjalani titian nasib.

Aku masih ingat betul, di hari pernikahan mereka. Senyum bahagia terbit di kedua wajah, Dyo meninggalkan kekasih yang menemani dari nol bersama janin yang terpaksa kugugurkan. Bahkan, tanpa rasa berdosa menggandenga perempuan tua.

Kemudian, Tuhan akan membiarkan mereka hidup bahagia selamanya? Oh, tidak semudah itu. Demi anak yang kubuang kesempatan hidupnya, laki-laki itu harus hancur.

"Ada apa dengan ekspresimu, kamu senang melihat kami bertengkar?" Pertanyaan ini membuatku sadar akan perhatian dari ibu mertua, rupanya dia menyadari mengenai hal yang tidak wajar dari wajahku.

"Maaf, saya hanya berusaha tersenyum senyaman mungkin meski situasi di rumah ini sedikit aneh." Aku mengatakan dengan kalimat ragu, lalu memegang lengan suami yang jelas akan merasakan ketakutan yang sengaja kuciptkan seserius mungkin.

Sebab, dia akan menyadari betapa mengerikan ibunya. Wanita yang tak tahu malu, masih menikahi kekasih orang lain yang usinya tidak jauh berbeda dari putra yang dilahirkan ke dunia. Benar-benar makhluk tanpa otak.

"Jangan sok polos, kamu datang karena harta. Jadi, berhenti berpura-pura manis di depan putraku. Katakan saja, berapa hargamu?" Bentakan ini jelas sudah melebihi kapasitas amarah yang dimiliki, entah apa yang menjadikan dia sangat kesal padaku. Mungkin karena buah hatinya menikah tanpa mengatakan apa pun, apa Ayu tak sadar dengan kelakuan buruknya sendiri?

Buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya, pepatah terbaik yang terlihat begitu nyata. Azriel tampak melakukan hal serupa, bertindak suka-suka. Sebab, ibunya pun menunjukkan perbuatan yang sama.

Namun, sekarang malah menyalahkanku. Benar-benar tak memiliki otak, hanya mampu mencari Kambing Hitam. Apa dia tak sadar akan usia yang tidak lagi muda?

"Sudahlah, abaikan mereka. Ini rumah kita," ujar Azriel dengan nada manis yang begitu menggoda, membelai mesra telinga yang semakin membuatku merasa yakin jika Dyo sialan itu akan mati kutu sekarang.

Apa kehidupan nyamannya akan berakhir saat melihat mantan kekasih yang ditelantarkan justru bersanding dengan anak tirinya? Jelas, aku melihat kekagetan yang begitu serius. Rasakan, dia berani bermain-main dengan perasaan seorang wanita maka harus siap menghadapi risikonya.

Aku hanya patuh saat Azriel mengajak menaiki anak tangga, di sini dialah penguasa yang sesungguhnya. Bukan Dyo Radyansyah yang hanya tamu tak diundang, bahkan begitu jelas tujuan utamanya datang. Hanya demi warisan Si Nyonya Tua.

***

Next chapter