webnovel

Axijim

"Ayah! suatu saat nanti, ketika aku sudah dewasa, aku ingin menjadi penegak perdamaian dan keadilan di muka bumi ini."

~Axijim.

.

.

.

Matahari bersinar cerah, menyinari bumi permai, awan-awan berarak rapi dipenghujung langit membiru.

Burung-burung ikut bernyanyi, sembari menari mengikuti irama angin yang berhembus.

Dunia yang indah dipenuhi pepohonan yang menghijau, dengan pantai yang menampilkan demburan ombak yang memukau.

Disinilah seorang anak bernama Axijim tinggal, bersama kedua orang tua dan seorang adeknya, mereka hidup sederhana dan bahagia.

Di desa yang damai lagi indah ia hidup menjalani hari disana.

Suatu kecil Axijim sering mengalami sakit, ibunya bersusah payah mengantarkannya bolak-balik ke tabib yang lokasinya lumayan jauh dari rumahnya.

tok tok tok "Salam."

Tabib membuka pintu, "Salam kembali, mari masuk!."

Ibu Axijim kemudian masuk dan duduk di sebuah kursi.

(Tabib juga kembali ke kursinya setelah membuka pintu) "Baik ada apa bu Axij?."

"Begini bu tabib, kira-kira Axijim menderita penyakit apa? tolong kau periksakan! sepertinya ia sesak ketika berbapas" Ucap Cassi sambil menggendong Axijim.

"Baiklah akan aku periksa dulu." (Bu tabib kemudian memeriksa tubuh Axij).

Setelah itu ia berkata "Bu, Axijim menderita gangguan pernapasan dan demam tinggi, ia harus selalu dirawat dengan baik. Aku berikan beberapa ramuan alami untuk diberikan padanya. Jika terjadi apa-apa, segera laporkan hal itu padaku" Jelas tabib perempuan itu.

"Baik bu tabib" Jawab ibu Axijim, "Apakah Axijim bisa sembuh?" Tanyanya melanjutkan.

"Tentu saja bisa" Jawab bu tabib, "Tapi itu membutuhkan waktu yang cukup lama, tetap rutin saja memeriksakan Axijim disini" Saran bu tabib.

(Ketika Axijim merasa sakit ia pasti akan menangis dan berteriak sejadi-jadinya.)

"Baiklah bu tabib, aku pamit pulang dahulu, terimakasih atas ramuan obat dan sarannya, salam."

"Sama-sama, salam kembali hati-hati di jalan" Ucap bu tabib.

(Dalam perjalanan pulang) "Syukurlah Ya Tuhan, Axijim tidak separah yang aku kira, ia masih bisa disembuhkan" Gumam Cassi.

.

.

.

Sesampai di rumah, Cassi memberitahukan hal ini pada ayah Axijim.

"Salam" Ucap Cassi.

"Salam kembali" Jawab cepheus.

"Cep, kata tabib anak kita menderita gangguan pernapasan dan demam tinggi, kita harus selalu merawatnya dengan baik."

"Hah apa? benarkah itu? lalu apakah tabib memberikan sesuatu atau menyarankan sesuatu ? " Tanya Cepheus agak panik.

"Tenang suamiku, kau tak perlu panik, tabib memberikan ramuan obat padaku."

"Syukurlah" Rasa paniknya pun hilang.

"Jika terjadi apa-apa pada Axij, kita harus sesegera mungkin memberitahukannya pada tabib" Lanjut Cassi.

"Tentu istriku, aku lega mendengarnya" Jawab Cepheus.

.

.

.

Dalam masa perawatan, ibunya rutin memberikan ramuan obat pada Axijim.

Syukurlah, akhirnya sekarang Axijim telah sembuh dari sakitnya, selama kurang lebih setahun lamanya ia menderita sakit berkepanjangan.

Untuk memastikan kesehatan Axijim, Cassiopeia kembali pergi memeriksa kondisi terkini anaknya ke tabib.

Tok tok tok, (mengetuk pintu yang sudah terbuka) "Salam."

"Salam kembali, silahkan masuk.

.

.

Mengetuk pintu yang sudah terbuka merupakan adab di desa Axijim.

.

.

"Permisi."

"Silahkan, wah ternyata ibu Axijim, ada apa bu?."

"Begini bu tabib, aku ingin memeriksakan Axijim, bagaimana ya keadaannya sekarang?" Tanya Cassi.

"Baiklah akan aku periksa." (tabib memeriksa).

Kemudian tabib itu berkata, membuat Cassi sedikit terkejut "Segala puji bagi Tuhan, Axijim sudah sembuh" Ucap bu Tabib.

"Apa? benarkah itu bu tabib?."

"iya, itu benar bu, Axijim sudah pulih."

"Syukurlah, segala puji bagi Tuhan atas segala karunianya" Ucap Cassi bersyukur.

"Tapi ingat! kau harus selalu merawatnya dengan baik."

"Baik bu tabib, tentu aku pasti akan merawatnya dengan baik."

"Terima kasih banyak bu tabib atas informasinya, aku sangat senang mendengarnya.

Apakah ada ramuan lagi yang harus diberikan pada Axijim ?" Lanjut Cassi.

"Sama-sama bu, aku juga senang mengetahuinya.

Tidak ada ramuan yang harus diberikan lagi pada Axijim, jika ramuan yang kemarin masih ada, cukup itu saja yang diberikan pada Axijim hingga habis".

"Baiklah bu tabib, terima kasih.

Ini, ada beberapa koin emas untuk jasamu, terimalah!" (menyodorkan kantong berisi beberapa koin emas).

"Benarkah? ini untukku".

"Benar, kumohon terimalah!".

"Baiklah, terimakasih banyak atas kebaikanmu bu Axij" (Tersenyum).

"Aku yang seharusnya berterimakasih padamu" (juga tersenyum).

Baiklah, aku pamit pulang dahulu ya, salam".

"Ya silahkan, salam kembali, hati-hati di jalan".

"Iya."

Ini adalah kebiasaan di desa Axijim, para tabib di sana tidak meminta imbalan atas jasanya, tapi jika ada yang memberi mereka imbalan mereka akan menerimanya dengan senang hati, itulah tradisi yang ada disana.

.

.

Ucapan penulis : Semoga hal seperti ini dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari hari ya, tidak meminta imbalan atas jasa yang telah kita beri, tapi jika ada yang memberi kita imbalan, maka kita harus senang hati menerimanya karena itu adalah rejeki dari Tuhan Yang Maha Pemurah dan kita tidak boleh menolaknya.

.

.

Suatu hari.

Ketika Axijim berusia sekitar dua tahun lebih, saat ia dan keluarganya sedang berada dirumah, ia meminta izin kepada sang ayah untuk melihat pemandangan disekitar rumah,

"Ayah !, bolehkah aku melihat-lihat disekitar rumah?" Tanya Axijim.

"Tentu boleh anakku".

Ayahnya pun mengizinkannya,

Axijim kemudian keluar dari rumah dan memperhatikan keindahan pemandangan di sekitar rumah, ia melihat-lihat dan mengamati keadaan di sekitaran rumah, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat sesuatu yang aneh dan unik serta sangat menakjubkan, ia melihat pohon-pohon bersusun membentuk pola yang sangat indah, yang menunjukkan akan kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa, ia terpana melihat kejadian itu, ia terpaku terdiam beberapa detik melihat hal itu, dan ketika ia telah tersadar, ia langsung berlari kembali kerumah untuk memberitahukan kejadian yang ia alami kepada ayahnya.

"Ayah ! Ayah ! aku tadi melihat sesuatu yang sangat menakjubkan, pohon-pohon membentuk pola yang sangat indah, menunjukkan kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa" Kata Axijim.

"Mungkin itu hanya khayalanmu saja nak".

"Tidak yah, aku benar-benar melihat hal itu".

Namun sayang ayahnya belum dapat mempercayai hal itu, tapi tidak mengapalah, ia telah menyaksikan suatu hal yang sangat-sangat menakjubkan, dan ia yakin bahwa sang ayah akan mempercayai hal itu suatu saat nanti.

.

.

.

Angin berhembus sejuk, sepoi-sepoi katanya.

Pohon-pohon kelapa menari dengan suka ria ditemani alunan ombak menggebur di tepi pantai.

Pasir berwarna putih bersih sebagai lantai tempat berpijak, ketika seorang anak mengungkapkan sebuah kata yang tidak pernah terfikir oleh anak lain seusianya.

Di dekat pantai, tik tak tok tik tak tok (bunyi pedang-pedangan kayu milik Axijim).

Ketika Axijim bermain pedang pedangan bersama ayahnya, tanpa disangka.

"Ayah, Ayah! suatu saat nanti, ketika aku sudah dewasa, aku ingin menjadi penegak perdamaian dan keadilan di muka bumi ini" Ungkap Axijim.

Saat itu Axijim berumur sekitaran 5 tahun keatas.

Ayahnya terkejut mendengarnya dan berfikir "Bagaimana bisa anak seusianya memikirkan hal seperti itu?" Tanya dihati sang ayah.

Ia terkagum mendengar ucapan anaknya yang tidak terduga itu, lalu berkata "Bagus anakku" ucap sang ayah dengan perasaan kagum dan gembira.

"Jikalau kau besar nanti jadilah seperti apa yang kau inginkan saat ini dan janganlah kau terlena dengan dunia, hingga kau terlupa dengan kata-katamu itu" Nasehat Cepheus ayah Axijim melanjutkan.

" Baiklah Ayahku" Jawab Axijim.

"Maukah kau tau nak bahwa aku, ayahmu, sangat senang mendengar ucapanmu itu" Jawab sang ayah sambil memeluk anaknya, ia pun meneteskan air mata yang tidak diketahui oleh sang anak karena terharu.

.

.

.

Axijim mengungkapkan sesuatu yang sungguh luar biasa.

Sang ayah juga memberikan sebuah nasehat yang sangat berarti, yang akan dikenang oleh Axijim sampai kapanpun nanti.

Nasehat emas dari sang ayah yang menjadi motivasi diri bagi jiwa Axijim, kapanpun dan dimanapun.

Hari ini tidak akan pernah terlupakan dalam benak dan pikiran Axijim, hari yang sangat bersejarah baginya.

.

.

.

Hari sudah beranjak sore, Axijim dan ayahnya kemudian menyudahi bermain pedang-pedangan di tebing di atas tanah lapang.

Dekat sebuah pantai yang indah dan eksotis, mereka kemudian pulang kerumah dengan perasaan haru, senang, dan gembira.

"Ayo nak hari sudah mulai sore, sebaiknya kita pulang, pasti ibu dan adek sudah menunggu kedatangan kita."

"Iya ayah, ayooo."

Axijim dan ayahnya pun berjalan pulang dan akhirnya mereka tiba di rumah, benar, sang ibu,dan adiknya sudah menanti kedatangan mereka berdua sedari tadi.

"Salam bu, dek, selamat sore kami sudah sampai di rumah" Ucap Axijim.

"Selamat sore Cassi" (panggilan akrab ibu Axijim, yang bernama Cassiopeia) Ucap sang ayah pada istrinya.

"Sore semua" Menjawab ucapan selamat dari sang anak dan suaminya.

"Ayo kita bersiap untuk makan malam bersama, ibu dan adikmu sudah menyiapkan makanan untuk kalian berdua" Lanjut Cassi.

"Benarkah, terima kasih ibu, adek juga, makasih ya" Ungkap Axijim.

"Terima kasih ya, istriku" Ungkap sang ayah juga.

(Ayah menghampiri Andromeda), "Terima kasih ya Andromeda, kau memang putri ayah yang rajin" (Sambil mengusap kepala Meda, panggilan untuk Andromeda).

"Lah aku tidak yah ?" Rengek Axijim disamping ayah.

"Hey kamu juga ya anakku, Axijim" (Mengelus kepala anaknya sambil sedikit tertawa).

Mereka semua masuk kedalaman rumah menyiapkan hal yang harus disiapkan.

Makan malam bersama pun dilaksanakan, Axij membentangkan tikar sederhana, sedangkan Meda dan ibu menyiapkan makanan untuk dihidangkan di tikar tadi, Ayah hanya diam menanti saja, menunggu semuanya siap.

"Yeah, sudah siap, mari kita makan!" Ucap Axijim bersemangat.

"Ayo!" Lanjut Meda.

"Syukur atas semuanya, mari kita makan!" Ayah meneruskan.

"Mari!" Ibu juga melanjutkan.

Mereka semua makan dengan lahapnya,

"Emm, enaknya" Puji Axijim.

Tidak ada makanan yang tersisa di atas tikar, semuanya habis, ludes, tanpa bekas, sepertinya mereka sangat lapar malam itu,

.

.

Sekilas tentang masa depan Axijim.

…Semakin hari Axijim semakin besar, ia semakin sering bermain pedang-pedangan bersama ayahnya.

Tapi kali ini berbeda, Axijim sekarang benar benar menggunakan pedang sungguhan, yang merupakan pemberian ayahnya, ia sekarang berlatih bukan lagi sekedar bermain.

Dengan tekad kuat yang ada dalam diri Axijim, ia berkeinginan untuk mewujudkan yang menjadi keinginannya dahulu.

Selain berlatih pedang, ia juga sering berlatih panahan bersama ayahnya, dan ia sering menemani ayahnya berburu di padang rumput hijau.

.

.

.

Terima kasih sudah membaca, mohon kritik, saran dan dukungannya supaya aku lebih semangat lagi untuk melanjutkan ceritanya.

Tarymcreators' thoughts