16 Bag 16 Pilihan Sulit

"Apa? Lori sama sekali tidak bereaksi?" pekik Anxia tidak percaya akan pengulasan apa saja yang terjadi didalam hotel Crown Plaza.

"Benar. Dia hanya menundukkan kepalanya tanpa mau melihat kearahku. Dia juga sama sekali tidak bersuara. Qiao Qiao, sebenarnya apa arti kalimat yang kusampaikan padanya? Kenapa aku merasa seperti kau sedang mengancamnya."

Anxia mendengus sinis mendengar tuduhan sahabatnya. Mana mungkin dia tega mengancam putrinya; putri satu-satunya di dunia ini.

"Aku tidak mengancamnya. Aku hanya bilang, jika dia tidak kembali saat ini juga, aku sendiri yang akan menjemputnya malam ini."

"Ooo," hanya itu yang bisa keluar dari mulut Ling Meng. "Tapi kenapa dia tidak bereaksi? Biasanya, dia akan langsung ikut pulang dan membujukmu untuk tidak mendatangi rumah yang dikunjunginya."

Sudah menjadi kebiasaan bagi Anxia untuk menjemput Lori di rumah tetangga. Hanya saja, cara menjemputnya sangatlah tidak biasa. Lori akan menjemputnya tengah malam dimana semua penghuni tidur, lalu membawa Lori pulang secara diam-diam.

Itu sebabnya, Lori mudah terbangun begitu ada pergerakan disekitarnya. Lori cepat tanggap bila seseorang memindahkan tubuhnya saat dia tidur.

Sayangnya, Anxia tidak hanya menjemput Lori saja. Ibunya selalu mengancam pemilik rumah terlebih dulu sebelum membawa Lori pulang. Gara-gara ancamannya, tidak ada lagi yang ingin menerima Lori untuk tinggal menginap.

Lori adalah anak yang manis dan menyenangkan, sehingga semua orang termasuk tetangga di apertemen sebelah bersedia membiarkan Lori menginap di tempat tinggal mereka.

Lori sendiripun lebih suka tinggal di keluarga hangat dibandingkan bersama ibunya. Lori memang menyayangi ibunya, tapi begitu Ling Meng datang ke rumah, ibunya lebih fokus pada Ling Meng dibandingkan dirinya.

Tidak hanya itu, kedua wanita dewasa itu selalu membicarakan hal-hal yang tidak dimengertinya. Seperti peta blueprintlah, atau penyelundupan sesuatu terlarang dan sebagainya. Pokoknya hal-hal yang sangat membosankan.

Dan tiap kali Lori memanggil ibunya, Ling Meng selalu mengambil alih perhatian ibunya dan menganggapnya tidak ada. Itu sebabnya dia sangat tidak menyukai Ling Meng dan menganggap wanita itu adalah pengaruh buruk untuk ibunya.

Itu karena saat Ling Meng tidak ada, ibunya selalu memperhatikannya dan menyayanginya. Ibunya selalu memprioritaskan dirinya melebihi dari pekerjaannya. Tapi begitu Ling Meng datang… Lori bukan lagi prioritas ibunya.

Itu sebabnya, Lori lebih memilih bermain di tempat tetangga dimana ada anak kecil seumurannya tiap kali Ling Meng datang ke rumah. Dan tiap kali Ling Meng menginap di rumahnya, Lori juga ingin menginap di tetangganya. Tentu saja, Anxia tidak pernah mengizinkannya untuk tidur di tempat yang bukan rumahnya. Itu sebabnya, Anxia selalu menjemputnya dengan cara aneh membuat semua tetangganya selalu memulangkannya tepat setelah makan malam.

'Malam ini aku akan menjemputmu kalau kau tidak menurut.'

Inilah pesan dari ibunya dalam bahasa Turki. Bahasa terbaru yang baru saja dipelajarinya saat tinggal di negeri itu beberapa bulan yang lalu.

Biasanya Lori langsung menurut karena tidak ingin membuat tetangganya menjadi takut atau menghindarinya. Itu sebabnya Ling Meng serta Anxia yakin sekali kali ini Lori pasti akan mau pulang tanpa banyak bicara begitu mendengar pesan dari sang ibu.

Tapi anehnya, anak itu sama sekali tidak bereaksi dan hanya duduk diam di atas pangkuan pria itu.

"Anak itu. Sepertinya dia merasa yakin orang yang telah menolongnya tidak akan takut dengan kedatanganku nanti malam."

"Tentu saja. Richard Calvin tidak mungkin takut jika kau datang menyusup kedalam rumahnya. Menurutku dia sudah tahu kalau Lori adalah anaknya."

"Apa? Itu tidak mungkin. Bagaimana kau bisa tahu?"

"Instingku yang mengatakannya."

"…" Anxia menggigit bibirnya dengan frustrasi. Biasanya insting sahabatnya ini sangat akurat membuatnya semakin gelisah. Dia menjadi semakin takut – takut pria itu akan merebut putrinya.

"Hei, tenanglah. Jika pria itu sudah tahu, bukankah ini lebih bagus? Dengan begitu fokusmu tidak akan pecah dan bisa berkosentrasi dalam misi. Sekarang…"

"Tidak. Aku tidak bisa konsentrasi. Aku akan menjemputnya." Anxia hendak berjalan keluar menuju ke mansion dimana putrinya berada, namun tangannya ditarik kuat oleh sahabatnya.

"Qiao Qiao, kau sudah gila!? Lepaskan putrimu. Master Yu sudah mulai curiga kau memiliki seorang anak. Apa kau tidak takut kalau mereka akan mengenali Lori? Anak itu jauh lebih aman bersama ayahnya daripada bersamamu!"

Sepasang mata hitam Anxia memerah mendengarnya. Bukan karena menangis, tapi karena rasa amarah yang sangat besar.

"Tidak! Aku harus bersama dengan Lori! Kalaupun master Yu menemukannya, aku akan melindunginya dengan nyawaku!"

"Kau sungguh bodoh, apa kau tahu itu? Kau pikir kau bisa melawan master Yu begitu saja?" Ling Meng mencengkeram kedua bahu Anxia dengan keras berusaha meyakinkan sahabatnya yang super bodoh ini. "Qiao Qiao, dengarkan aku. Kita hampir berhasil. Kita hampir menemukan lokasi ibumu. Jika kau pergi sekarang dan anak buah master Yu menyadari keberadaanmu disini, usaha kita akan menjadi sia-sia."

"…"

"Pikirkan ini. Lori aman dibawah perlindungan ayahnya, sementara ibumu masih belum tentu aman dan kita hampir menemukannya. Jadi kita selesaikan misi ini dan temukan ibumu terlebih dulu. Baru setelah itu kita pikirkan cara untuk mengambil Lori kembali. Oke?"

Pertanyaannya adalah… apakah ibunya masih hidup?

Dia mendengar rumor bahwa ibunya mati di rumah sakit jiwa. Tapi master Yu mengirimnya foto ibunya yang sedang berbelanja di Frankfurt untuk memancingnya menerima misinya kembali.

Pria itu berhasil meyakinkannya bahwa ibunya masih hidup dan hidup bahagia di bawah pengawasan pria itu. Jika Anxia menolak misi yang diberikan, master Yu akan membunuh ibunya tanpa ampun dan bisa dipastikan, Anxia tidak akan bisa menemukan mayatnya.

Antara ibunya atau putrinya… yang mana dia pilih?

Ini sungguh merupakan pilihan yang sulit, tapi…

"Baik. Aku akan menurutimu."

Ling Meng menghela napas lega mendengar keputusan akhir sahabatnya. Dia mengendurkan cengkeramannya dan berbalik untuk memeriksa laptopnya. Begitu dia berbalik badan, bola matanya tertarik ke atas lalu tubuhnya jatuh kebawah dan pingsan seketika.

Rupanya Anxia telah menotok titik saraf kesadarannya untuk membuat sahabatnya pingsan.

"Maaf, aku tidak bisa memilih. Kalau harus memilih, aku akan memilih keduanya." kemudian dia berjalan keluar dan langsung segera menuju ke mansion untuk menjemput putrinya.

avataravatar
Next chapter