9 9. Tetap saja!

Ia melihat siluet Naraya yang baru saja keluar dari tempat orang-orang yang menaiki lift, menghampiri Naraya, Rasyad berdiri tepat di hadapan Naraya dengan raut cemas yang sangat kentara. Memahami hal itu, Naraya mengeluarkan kartu akses khusus miliknya, kemudian menarik Rasyad menuju salah satu lift yang menggunakan kartu akses seperti miliknya.

"Memangnya ada apa? mengapa kau sampai sepanik ini?" tanya Naraya tak habis pikir.

Melihat banyak telepon dan pesan yang dikirimkan oleh Rasyad membuat ia berpikir yang tidak-tidak. bahkan saat baru selesai rapat ia langsung berlari setelah menerima telepon dari Rasyad, meninggalkan beberapa bagian dari kantornya begitu saja saking khawatirnya.

"Beni, orang yang di tunjuk oleh pemiliki perusahaan melakukan kesalahan." Menghela napas panjang, Rasyad menyerahkan plastik yang berisi makanan. "Buatmu, aku tak selera makan." Melihat ponsel, Rasyad menggeram tertahan saat melihat Beni mengirimkan pesan dengan huruf 'P' di dalam room chatnya. Ingin rasanya Rasyad menarik Beni lalu menanam tubuh orang itu di pasir pantai saat ombak sedang besar-besarnya.

"Tenang, kau perlu tenang."

"Aku tidak bisa tenang."

"Itu semua kesalahannya, bukan kesalahanmu, jadi tenang dan berpikir positif lah."

"Tetap saja! Kau enak bisa berkata seperti itu, dimana ruanganmu?"

Rasyad keluar terlebih dahulu dari dalam lift, menengok ke kanan dan kiri, Rasyad sadar jika ini adalah kesalahan karena bersikap seperti saat ini, tetapi ini sangat penting dan gawat jika terlambat sedikit! Melihat punggung Rasyad dari belakang, Naraya menggeleng tidak percaya saat melihat sahabatnya yang terlihat sangat tenang bisa berubah sepanik itu.

"Aku tidak akan mengantarkanmu keruanganku jika kau bersikap seperti itu!" ujar Naraya mutlak, tidak bisa di ganggu gugat.

Menghembuskan napas panjang, Rasyad menarik napas melalui hidung kemudian menghembuskannya melalui mulut. Ia berusaha untuk tenang, lebih tepatnya menenangkan pikirannya yang tidak baik. Pikirannya terlalu kusut sampai sesaat ia sulit bernapas dan hilang fokus.

"Sudah tenang?" tanya Naraya.

"Hm..."

"Ayo, ku antar keruanganku jika sudah bisa di ajak bicara."

Rasyad berjalan mengekor di belakang Naraya. Ia berjalan seperti orang linglung sampai beberapa karyawan yang menyapa Naraya menatap bingung kearahnya saat ini, namun ia tidak memperdulikannya dan terus berjalan mengikuti Naraya.

Masuk ke dalam ruangan, Rasyad duduk di balik meja milik Naraya, lalu mengutak atik laptop milik sahabatnya itu dan mulai serius dengan email-email yang di kirimkan oleh Beni. Dahinya mengerut, berdecak kesal, menghembuskan napas berat, lalu setelahnya terdengar suara keyboard.

Naraya baru kembali dari pentri untuk mengambil beberapa mangkuk, piring, dan sendok pun di buat geleng kepala saat melihat Rasyad bekerja di bawah tekanan emosi yang tak berbentuk, walaupun dalam benaknya, Naraya bisa melihat jika gunung berapi itu akan meledak jika tidak segera di buat tenang.

Duduk di sofa kayu yang ada di dalam ruangan, Naraya terus memperhatikan Rasyad yang masih terus memperhatikan laptopnya dengan serius. Kepalanya berdenyut melihat Rasyad yang terus memforsir tubuhnya sendiri untuk bekerja sampai seperti itu, bahkan di waktu liburannya sekalipun. Menurutnya wajar saja jika Rasyad mengambil liburan, karena sejak dulu Rasyad adalah sahabat yang ia kenal dengan teliti dan uletnya, jika tidak penting, sahabatnya itu pantang libur, bahkan saat sakitpun jika sekiranya masih bisa di tahan sahabatnya itu akan tetap masuk kerja.

Menggelengkan kepala, Rasyad berdoa dalam hati agar rapat yang di lakukan oleh Beni berjalan lancar setelah ia memberitahukan point point yang akan diajukan untuk di ubah dalam kesepakatan beserta dengan kalimat yang harus di sampaikan oleh Beni. Kedua tangannya menyatu di depan wajah, dalam hati ia terus berdoa selama menunggu kabar dari Beni yang tengah berjuang untuk nama baik perusahaan.

Sedangkan di tempat lain, Tanaka menatap malas presentasi yang di lakukan oleh salah satu orang kepercayaan dari perusahaan yang ia ajak berbicara. Mengangkat tangan, Tanaka bertanya pada orang itu apakah orang itu yang bernama Atariq, jika bukan ia ingin langsung di sambungkan oleh Atariq saat itu juga, membuat orang yang berada di balik layar meneguk ludah berat dengan anggukan kepala yang sama beratnya juga.

"Aku memberikan waktu lima menit, jika tidak, aku tidak akan mau bekerja sama dengan perusahaanmu, selamanya."

Tanaka menyuruh Chiko untuk mematikan sambungan video yang terhubung pada flat panel display berukuran 75 inch yang ada di dalam ruangannya. Melihat itu, Yuki menatap malas sama seperti yang di berikan oleh Tanaka pada orang yang melakukan presentasi mengenai kantor yang akan di ajak kerja sama oleh Kakaknya tersebut.

"Tidakkah itu keterlaluan?" tanya Yuki yang angkat bicara setelah menunggu selama dua puluh lima menit sejak rapat itu di adakan.

Menoleh kearah samping, Tanaka mengangguk angguk kepalanya entah mengiyakan atau hanya menganggap ucapaan Yuki sebagai angin lalu karena perasaannya benar-benar buruk. Apa yang di harapkan tak sesuai dengan kenyataan yang sering di bicarakan oleh para pengusaha yang bekerja sama dengannya. Jika boleh jujur, ia sangat penasaran oleh sosok Atariq yang katanya sangat memiliki kompeten untuk membangun sebuah perusahaan menjadi perusahaan besar.

Jika memang begitu, Tanaka sangat amat tertarik untuk merekrut orang tersebut untuk membantu Adiknya nanti mengolah perusahaan. Tentunya dengan ia yang juga turut serta ikut campur dalam pengelolahan dan lain sebagainya.

Kembali pada Rasyad dan Naraya, keduanya terdiam saat mendengar suara tangisan Beni yang memohon agar Rasyad mempelajari materi rapat singkat terbatas kali ini demi perusahaan. Naraya menyentuh bahu Rasyad dengan kepala yang menggeleng. Ia tahu benar keadaan Rasyad yang sedang tidak baik-baik saja makanya mengambil libur yang tidak tanggung-tanggung sampai dua bulan lamanya.

Menjauhkan tangan Naraya dengan pelan, Rasyad mengatakan pada Naraya untuk meminjam satu set pakaian kantor milik Naraya yang muat pada tubuhnya selama ia mempelajari materi rapat secepat membuat Naraya menghembuskan napas berat dan mengiyakan permintaan Rasyad.

Memberikan satu set pakaian kantor yang berwarna biru gelap, Naraya menunjuk kamar mandi yang ada di dalam ruangan nya membiarkan Rasyad untuk mengganti baju terlebih dahulu. Selama menunggu, Naraya mengirimkan pesan pada Beni untuk tidak mengganggu liburan yang di ambil oleh Rasyad jika tidak terlalu penting dan menyuruh Beni untuk belajar mengatasi segala kemungkinan yang terjadi seperti hari ini.

Menghapus pesan, Naraya duduk di sofa panjang lalu menatap Rasyad yang sudah kembali dengan jas yang melekat di tubuh sahabatnya tersebut. "Kau benar-benar bisa melakukan itu?"

"Tentu, kau terlalu meremehkan kemampuanku."

"Bukan meremehkan, aku paham dan mengakui jika kau bahkan lebih unggul dariku."

"Itu kau tau, jadi, aku minta tolong padamu untuk merekamku tanpa tertawa."

"Aku masih ada rapat setelah ini, di laci ada stabilizer, jadi pakai itu saja."

"Heum, baik."

"Oke, aku pergi dulu. Semoga beruntung!"

"Yo, aku akan menunggu disini setelah selesai."

"Yap, oke, aku pergi dulu."

Naraya beranjak dari tempat duduk, membenarkan letak jas, Naraya keluar dari ruangannya dengan langkah kaki lebar, meninggalkan Rasyad yang mulai mengatur posisi ponsel agar bisa mengambil gambar setidaknya setengah tubuhnya saat ia berdiri nanti karena ia juga harus menerangkan beberapa hal yang di tampilkan ke layar besar yang ada di belakang tubuhnya.

Menarik napas panjang, lalu menghembuskan nya pelan. Rasyad memakai salah saru headset tanpa kabel untuk menyambungkan telepon pada headsetnya. Mengabarkan Beni melalui ponselnya, Rasyad menunggu beberapa saat sebelum panggilan masuk dengan kode yang sama dengan tempat dimana ia berada saat ini. sedikit terkejut, namun sebisa mungkin ia bersikap tenang dan profesional.

Tersenyum, Rasyad mengucapkan salam dan melakukan pengenalan. Setelah itu langsung menjelaskan secara rinci dengan menunjuk beberapa point yang terlihat di belakang tubuhnya. Tanaka yang berada di tempatnya saat ini menatap dengan serius, tidak seperti sebelumnya yang terkesan malas, bahkan tadi Tanaka menguap lebar dengan tangan yang memainkan pulpen yang di tabrakkan terlihat sekali tidak minat dan malas mendengarkan saat Beni menjelaskan sebelumnya.

Tetapi, saat Rasyad menjelaskan, Tanaka beberapa kali menarik segari senyum, kepalanya mengangguk, bahkan tak jarang juga Tanaka bertanya pada Chiko yang berada sedikit jauh dari tempat duduknya, untuk menghitung semua keuntungan jika bekerja sama dengan perusahaan tempat dimana Rasyad bekerja. Tanaka benar-benar tertarik, sangat tertarik dengan cara penyampaian dan pertemuan mereka walaupun melalui alat canggih tahun ini.

Tangan Tanaka terangkat keatas, Rasyad berhenti berbicara dan menunggu apa yang ingin di tanyakan oleh Tanaka. Tersenyum lebar, Tanaka mengangguk sekali dengan tangan yang memegang stylus untuk iPad miliknya.

"Cukup, terima kasih karena sudah mau menjelaskan secara detail. Nanti asistenku akan menghubungimu lagi setelah kami membahas kerja sama antara perusahaan kita."

Mengangguk kecil. "Terima kasih, saya sangat menunggu kabar baik dari perusahaan anda Tuan." Jawab Rasyad dengan senyum lebar.

Bergerak maju, Tanaka menempelkan kedua sikunya di atas meja dengan kedua jari jemari yang saling mengkait, menopangkan dagu diatas punggung tangan, Tanaka tersenyum penuh arti dan mengintimidasi, membuat Chiko sedikit was-was, begitupula dengan Yuki yang sejak tadi mengawasi di balik layar, sedangkan Rasyad terlihat tenang dan menunggu Tanaka melanjutkan pembicaraan atau menutup teleponnya terlebih dahulu karena kakinya benar-benar sudah terasa pegal ingin duduk atau bahkan tiduran di atas lantai dingin ruangan Naraya.

"Kalau begitu saya tutup, terima kasih sudah meluangkan waktu liburan anda Tuan Rasyad."

Sambungan terputus, Rasyad menghembuskan napas lega saat orang itu berbicara menggunakan bahasa Inggris bukan menggunakan bahasa Jepang. Melepas jas, Rasyad duduk diatas lantai dengan duduk bersila, tangan kanannya menyalakan ponsel dan mengecek semua pesan yang di kirimkan oleh Beni secara bertubi-tubi.

Beniarsid Daud : Kak! Kakak memang yang paling bisa di andalkan! Perusahaan Pak Tanaka mau bekerja sama dengan perusahaan kita untuk sepuluh tahun ke depan!

M. Rasyad Atariq : Alhamdulillah, kalau begitu aku akan off. Karena sudah tidak ada yang perlu di bahas lagi. Tolong jangan mengirim pesan padaku seperti ini. 'P' itu tidak sopan, sudah ya, aku akan mematikan ponselku.

***

avataravatar
Next chapter