8 8. Melelahkan.

Empat hari berlalu, Rasyad sudah menjelajahi beberapa tempat yang memang sudah masuk ke dalam list perjalanan yang ingin ia kunjungi. Selama empat hari penuh ia berpergian walaupun harus bolak balik pergi dari rumah Naraya ke tempat yang ingin ia kunjungi.

Rasyad masuk ke dalam restoran yang menarik perhatian nya saat ia menyusuri jalanan. Mendorong pintu dengan setengah kekuatannya dan membuat ia benar-benar masuk ke dalam tempat itu dengan senyum yang mengembang. Ia bisa mencium bau daging yang di masak dengan bumbu yang membuat hidungnya seperti berada di surga makanan. Ia tahu bau ini dimanapun ia berada, ia menghirup bau tongseng dan soto yang sangat khas dan kaya akan bumbunya.

"Selamat datang, untuk berapa orang?" tanya salah satu pramusaji yang berada di dekat pintu masuk dengan bahasa inggris karena menyadari ia adalah salah satu dari sekian banyak wisatawan yang berkunjung ke Negara Jepang di saat musim gugur.

"Untuk satu orang," jawab Rasyad dengan aksen yang sama. Mengedarkan pandangan, Rasyad menunjuk ke ujung tempat makan yang dekat dengan jendela. "aku ingin duduk di dekat jendela itu, bisa?" tanya Rasyad.

"Tentu! Mari biar saya antar."

Keduanya berjalan beriringan, Rasyad melihat banyak orang-orang yang memesan soto dan sate di tempat ini. sebagai orang yang tumbuh besar di Negara yang membuat dan menciptakan masakan tersebut, tentu saja Rasyad merasa bahagia dan bangga karena makanan di Negaranya di cintai di Negara lain.

"Apa anda baru pertama kali ke Jepang?"

"Tidak, ini sudah yang beberapa kali, hanya saja jika berbicara tentang liburan, ya, ini kali pertama aku menikmati waktu liburku di Negara ini."

"Wah... kalau begitu selamat berlibur untuk anda Tuan,"

Rasyad duduk di kursi yang menghadap ke depan. Meletakkan tas, dan kamera yang sejak tadi ia pegang di tangan kiri, Rasyad menoleh kearah pramusaji yang berada di sebelahnya dengan tangan yang di naikan keatas meja.

"Aku ingin memesan makanan terbaik yang ada di tempat ini." terdiam sebentar, Rasyad sedikit ragu menanyakan hal yang ingin di tanyakan. mengerti maksud arah pembicaraan yang ingin disampaikan oleh tamunya, pramusaji tersebut tersenyum ramah lalu menjawab.

"Makanan yang ada di tempat ini saya menjamin seratus persen halal. Karena bos kami seorang muslim yang taat." Setelah mendengar itu, Rasyad mengangguk mengerti. Pramusaji menyebutkan beberapa menu andalan yang ada di tempat makan ini dan menyebutkan minumannya juga.

"Aku ingin tiga makanan yang kau sebutkan sebelumnya."

"Baik, ada yang lain lagi Tuan?"

"Ku rasa tidak ada untuk sekarang."

"Baik, saya permisi terlebih dahulu."

Menopang dagu, Rasyad merasa nyaman berada di restoran ini, terlebih saat harum bumbu dan rempah-rempah menguar keluar dari dapur. Rasanya seperti di rumah sendiri, begitu pikirnya. Mengambil headset yang tersimpan di dalam tas, ia menghubungkan ujung headset pada ponsel untuk mendengarkan lagu yang ada di playlist ponselnya.

Saat duduk disini, Rasyad memiliki keinginan untuk pulang ke Negaranya, tetapi ia tidak ingin terlalu terburu-buru pergi meninggalkan Negara Jepang. Rasa ingin tahu dan kepuasannya belum berhenti, rasanya ia masih ingin pergi kemanapun seorang diri. Ia memang rindu, tetapi belum ingin pulang. Bimbang.

Tersenyum kecil, Rasyad seolah menulikan omongan perempuan yang berada di sekitarnya dengan headset yang sudah terpasang di telinganya. Ia memilih untuk lebih hanyut dengan lagu yang terputar. Merasa di perhatikan, Rasyad menoleh kearah kanan dan melihat semua orang menatap kearahnya, membuat ia mengerutkan dahi sampai kedua alisnya bertemu.

Memperhatikan pakaian yang ia pakai, Rasyad tidak menemukan keanehan dari pakaian yang ia pakai. Tetapi menagapa semua orang melihatnya sampai seperti itu? memejamkan mata, Rasyad menatap keluar jendela dan menemuka orang yang ia kenal. Menahan napas, Rasyad menundukkan kepala karena terlalu percaya diri jika ia yang di perhatikan oleh orang-orang yang ada di dalam restoran, walaupun memang sebelumnya ia memang di perhatikan.

Di luar sana, terdapat seseorang yang memang menarik perhatian. Orang yang saat itu di jemput oleh Chiko di bandara Haneda, Õta, Tokyo. Kalau tidak salah namanya Tanaka Aero Latif, nama yang terasa familiar untuknya, seperti pernah mendengar nama itu disuatu tempat, mungkin nanti akan ia tanyakan pada Naraya.

Saat mendongakkan kepala, Rasyad melihat seorang perempuan yang benar-benar mengambil seluruh perhatiannya. Seorang perempuan yang terlihat sangat berbeda, dari perempuan yang sebelumnya pernah ia temui. Perempuan yang menggunakan gamis berwarna mint dan hijab yang menjuntai menutup sampai punggung, jangan lupakan coat putih yang di gunakan merangkap tubuh tersebut dengan pas dan sangat indah.

Mengerjapkan mata cepat, Rasyad mengalihkan pandangan kearah lain saat melihat perempuan itu menoleh kearahnya. Mengucap istighfar di dalam hati karena terlalu lama memandang perempuan itu. walaupun hanya terlihat dari samping, ia bisa melihat kecantikan yang terpacar dari perempuan itu.

Saat terlalu larut tenggelam dalam pikiran, Rasyad dibuat sadar saat mendengar suara ketukan di mejanya. Menoleh kesamping, ia bisa melihat pramusaji mengantarkan makanan dengan senyum yang menghias wajah.

"Maaf Tuan, makanan anda." Ujarnya ramah.

"Baik, terima kasih."

"Iya, satu makanan lagi akan saya antarkan nanti Tuan."

Setelah kepergian pramusaji, ponselnya bergetar dan menampilkan satu panggilan yang membuat dahinya mengerut dalam. Melepas headset, ia mengangkat telepon lalu mendekatkan ponsel ke telinganya.

"Halo, Assalamualaikum."

"..."

"Iya, Ben, ada apa?"

"..."

"Mengecek laporan? Sekarang?"

"..."

"Jika tidak terlalu penting akan ku periksa nanti. Sungguh, aku baru ingin makan dan kau menghubungiku."

"..."

"Ya, kau menghubungiku disaat yang kurang tepat."

"..."

"Tak apa, memangnya ada sesuatu yang penting?"

"..."

"Iya, kau sudah mengatakan tentang laporan sebelumnya, memangnya ada sesuatu yang salah dalam laporan sampai kau menghubungiku di waktu istirahatku?"

"..."

"Apa? Bagaimana bisa... memangnya kau tidak mengeceknya terlebih dahulu!"

"..."

Mengusap wajahnya kasar. Rasyad mengangkat tangan kanannya untuk memanggil pramusaji. Salah satu pramusaji mendekat kearahnya, saat bertanya pramusaji tersebut sedikit ketakutan saat melihat raut wajah Rasyad yang menggelap.

Menjauhkan sedikit ponselnya, Rasyad meminta tolong pada pramusaji untuk membungkus makanan agar ia bawa pulang sekarang juga. Mengerti situasinya, pramusaji itu langsung bergerak cekatan mengangkat piring yang sebelumnya ada di atas meja dan membawa semua itu ke belakang untuk di tempatkan.

Rasyad mengetuk ketuk meja menggunakan jari telunjuk. Pandangannya menajam, dengan telinga yang terus mendengarkan orang yang menghandel pekerjaannya selama ia berada di Luar Negri.

Menghela napas berat. Rasyad memijat pelipisnya. "iya, aku paham, lainkali periksa lah terlebih dahulu sebelum kau melakukan apapun! paham tidak? Kalau sampai ini merugikan perusahaan, kau yang akan ku cari pertama kali!"

"..."

"Memangnya kau kira aku ada di penginapan hah!"

"..."

"Tunggu sepuluh menit. Memangnya rapat mulai berapa menit lagi?"

"..."

"Astaghfirullah, Beni! Lihat nanti kau saat aku datang ke Jakarta, akan ku cabut rambut kepalamu sampai botak!"

Pramusaji memberikan tiga kotak tempat makanan yang berisi makanan yang Rasyad pesan. Melihat bill makanan, Rasyad meletakkan ponselnya di atas meja, lalu mengeluarkan dompetnya untuk membayar semua makanan yang ia pesan. Mengambil semua barang-barangnya, ia mengambil ponselnya kemudian membawa makanan dengan tangan kirinya.

"Yasudah, nanti akan ku hubungi lagi. Kirimkan semuanya ke emailku secepatnya."

"..."

"Ya, Waalaikumsalam."

Membuka pintu restoran, Rasyad berlari keluar mencari tempat pemberhentian taksi terdekat untuk langsung pergi ke kantor Naraya karena seingatnya, kantor sahabatnya itu tempat yang paling dekat dengan tempat makan yang saat ini ia datangi.

Menghubungi nomor Naraya, Rasyad menoleh ke kanan dan ke kiri mencari taksi yang kosong, tetapi tidak menemukan satupun diantara banyaknya taksi. Menghembuskan napas panjang, Rasyad membuka map yang ada di ponselnya kemudian mengetikkan perusahaan dimana Naraya bekerja dan mulai berlari dengan tangan kanan yang memegang ponsel dan tangan kiri yang memegang satu plastik besar berisi makanan yang sebelumnya ia pesan.

"Naraya, angkat teleponnya!" geram Rasyad dengan terus menghubungi nomor Naraya berulang kali.

Karena merasa tidak akan terjawab, Rasyad mengirimkan pesan pada Naraya dan mulai berlari secepat yang ia bisa agar nasib perusahaan yang selama ini ia pegang tanggung jawabnya tidak mudah hancur hanya karena kesalahan yang di lakukan oleh Beni, orang yan di tunjuk langsung oleh pemilik perusahaan untuk menggantikannya beberapa waktu.

Entah, rasanya ia ingin mengutuk semua orang saat ini juga, tetapi tak jadi karena ia paham selain itu tindakan buruk, hal itu juga termasuk hal yang membuatnya dosa karena berkata buruk untuk orang lain. sesekali menengok ke belakang, Rasyad tak kunjung juga menemukan taksi yang kosong.

Menoleh kesekitar, Rasyad menghembuskan napas kasar dengan surai yang sudah acak-acakan karena sejak tadi tangan kanannya tak henti-hentinya mengusak rambutnya sendiri karena di kejar waktu yang berjalan dengan cepat. menambah kecepatan berlarinya, Rasyad mengabaikan sotonya yang ikut berguncang karena ia berlari secepat yang ia bisa.

Melihat gedung besar tempat dimana Naraya bekerja, Rasyad menyeka keringatnya setelah itu mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Naraya kembali dan di jawab oleh sahabatnya yang satu itu.

"Nara! Cepat ke lobi utama, aku ada di kantormu, ini keadaan genting!"

"..."

"Cepat! aku sudah hampir tiba, kalau kau tadi mengangkat teleponku, aku sudah sampai sejak tadi dan tidak berlari dari tempat makan yang sedang aku datangi!"

"..."

"Ya, aku baru masuk,"

Rasyad meletakkan ponsel dan tasnya ke dalam mesin detektor dengan ia yang terlebih dahulu melewati mesin tersebut. Mengambil ponsel, Rasyad menunggu dengan perasaan campur aduk, menunggu Naraya yang berkata sudah keluar dari ruangannya dan akan menjemputnya secepat mungkin.

Kakinya beradu dengan dinginnya lantai. Dahinya mengerut dalam, beberapa kali ia mengecek ponselnya yang menampilkan notifikasi email yang di kirimkan oleh Beni. Sebetulnya ia bisa saja mengecek melalui ponsel jika Beni hanya menyuruhnya untuk mengecek laporan yang tidak ada masalah seperti biasanya, tetapi kali ini berbeda, ada beberapa point kesalahan yang belum ia bisa pastikan, dan sungguh itu membuat Rasyad ingin meledak saat ini juga.

avataravatar
Next chapter