7 7. Bahagiamu

Melirik Yuki yang memasang sabuk pengaman, Toru sedikit memiringkan tubuhnya untuk menatap Yuki. "Kamu benar-benar tidak ingin pergi?" tanya Toru sekali lagi.

"Aku ingin, tetapi..."

"Tenang, aku akan bertanggung jawab untukmu jika Nona Yuki benar-benar ingin mengunjungi suatu tempat." Tersenyum cerah, secerah matahari, Toru tengah meyakinkan Yuki agar mau keluar berjalan-jalan. "Ini musim gugur yang indah, aku melihatnya di berita tadi Pagi."

"Benarkah?"

"Ya, jadi ingin pergi kesuatu tempat? Katakan saja. Hari ini aku akan menjadi Ayah peri yang baik untuk Nona Yuki."

"Aku mau ke taman yang dekat Istana Kekaisaran, lalu naik sepeda, setelah itu kita foto bersama menggunakan kamera yang selalu kamu bawa."

"Kamera? Sejak kapan Nona tau aku memiliki kamera dan selalu membawanya?"

"Sejak lama! Ayo! Taman tidak akan pindah kesini jika kita tidak segera berangkat..." suara Yuki perlahan berubah lirih saat ponselnya berdering dan menampilkan nama Tanaka di layarnya. Memutar matanya jengah, Toru menarik ponsel Yuki lalu mematikan ponsel tersebut dan menyimpannya ke dalam saku.

Melihat itu, Yuki terdiam cukup lama, terbesit rasa takut jika Toru akan di marahi oleh Tanaka atau yang lebih parah, ia takut jika Toru akan mengalami hal yang menyakitkan seperti dulu saat Toru kecil tidak sengaja mengalihkan pandangan darinya dan membuatnya tercebur ke kolam renang.

Mengusap kerudung yang di gunakan oleh Yuki, Toru tersenyum hangat, berusaha menenangkan Yuki dan memastikan semua akan baik-baik saja. Memasukkan kunci, Toru menyalakan mobil, kemudian melajukan mobil keluar dari kawasan sekolah TK.

Sedangkan di tempat lain, Tanaka melempar ponselnya ke samping sampai baterai danlayar ponsel itu rusak. Memukul mukul meja berulang kali menggunakan kepalan tangan, Tanaka menggeram tertahan di tempat duduknya. Sedangkan Chiko terdiam di tempatnya dan mendadak merasakan rasa khawatir pada Toru dan Yuki,

"Ow... apa yang terjadi heum?" tanya Vega yang baru masuk ke dalam ruangan Tanaka. "Kasihan sekali ponsel itu."

Menoleh kearah samping, Tanaka sedikit terkejut dengan kedatangan yang tidak terjadwal dari Ibunya, sedangkan Chiko langsung membungkukan tubuhnya, memberi hormat pada Vega.

"Apa yang Ibu lakukan disini?"

"Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin bertanya tentang Yuki padamu, dan yah... melihat tempat kerja yang selalu kamu bangga-banggakan."

"Jika memang ingin menanyakan keadaan Adik, kenapa tidak menghubungi ponselku saja?"

"Ponsel yang hacur itu maksudmu?"

Menutup setengah wajah menggunakan telapak tangan kanan, Tanaka menghela napas pelan, dan mempersilahkan Ibunya untuk duduk di sofa yang ada di dalam ruangannya. Namun, Ibunya menolak dan mengatakan hanya mampir sebentar setelah itu akan pergi menemui beberapa orang yang akan menggunakan jasa butiknya untuk membuat baju.

"Jadi, bagaiamana adikmu, Aero?"

"Dia baik Bu. Mungkin sekarang tengah bersenang-senang. Apa perlu aku menjemputnya dan mengantarkan Yuki ke butik Ibu nanti?"

"Benarkah begitu? Tidak, tidak perlu. Biarkan dia bersenang-senang."

Menatap curiga pada Ibunya, Tanaka memicingkan mata, membuat Vega mentoyor kepala Tanaka menggunakan jari jemarinya. "Berhenti curiga pada Ibumu sendiri Aero!"

"Habisnya Ibu tiba-tiba datang dan berkata seperti itu, siapa yang tidak akan curiga coba?"

"Tanaka Aero Latif!"

"Iya, saya." Tersenyum kecil, Tanaka beranjak dari tempat duduknya, lalu memeluk Ibunya sebentar dengan dahi yang bersandar pada bahu Vega. "Terima kasih karena mendengarkan ucapan Aero, Bu. Jangan kirim orang-orang Ibu untuk membuntuti Yuki dan Toru."

"Baiklah, aku percaya padamu."

"Apa Ibu akan pergi setelah ini?" tanya Tanaka.

"Memangnya kenapa?"

"Makan siang denganku dulu, baru pergi."

"Baiklah, sepertinya kamu merindukan Ibumu ini heum?"

"Ya, anggap saja begitu."

Angin berhembus menyapu wajah Toru yang saat ini tengah menatap Yuki dengan pandangan bahagia. Ia melihat perempuan itu tengah mengayuh pedal sepeda dengan senyum secerah matahari, membuat tubuhnya hangat hanya karena menatap senyuman Yuki saat ini.

Berhenti beberapa jarak di depannya, Yuki tersenyum dengan tangan yang melambai kearahnya. Melihat itu, Toru membalas lambaian tangan Yuki. Kepalanya mengangguk saat Yuki menunjuk kearah depan untuk bersepeda kearah sana. Setelah mendapatkan izin, Yuki meninggalkan Toru di tempatnya saat ini.

"Tuan, tolong sesekali lihat senyum Nona Yuki yang begitu menenangkan." Ujar Toru lirih, berharap ucapannya terbawa oleh angin dan tersampaikan pada Tuan Tanaka, dan juga Nyonya Vega.

Sejak dulu, Yuki selalu mendapatkan izin kebebasan dari Ayahnya, hanya Kakak dan Ibunya yang selalu mengekang Yuki dengan alasan belum saatnya Yuki melihat dunia luar seorang diri. Terlebih karena dulu Toru melakukan satu kesalahan kecil yang menyebabkan Yuki tercebur ke kolam renang di musim dingin, membuat Toru sangat ketakutan bahkan mengalami patah tulang di bagian tangan karena Tanaka memukulinya karena mengalihkan pandangan dari Yuki.

Menoleh kearah Yuki berada, Toru tersenyum kecil melihat Yuki berbincang dengan beberapa anak kecil dan bermain bersama. "Tidak kah sangat menyenangkan, kapan kalian akan memberikan Nona Yuki kebebesan walaupun sedikit?" tersenyum lirih, cahaya matanya meredup. "Andai saja aku bukan terlahir di keluarga yang sederhana, aku akan membawa Nona Yuki bersamaku dan memulai hidup baru, tetapi... jika begitu apa mungkin aku bisa sedekat ini dengan Nona Yuki yang sangat tertutup dan disembunyikan dari dunia luar?"

Kedua matanya terpejam, menghembuskan napas panjang, Toru meluruskan kedua kakinya dengan pikiran yang tengah bertarung satu sama lain. banyak kemungkinan, banyak juga ketidakpastian di dalam kepala Toru jika ia bukan seseorang yang lahir di keluarganya saat ini.

Akan banyak penyesalan karena ia tidak bisa melihat senyum Yuki yang indah, menggandeng tangan itu saat pergi, menjadi perisai pelindung saat Yuki menangis tersedu-sedu, tidak bisa mengerjai Yuki sampai perempuan itu kesal. "Hah... aku bersyukur telah di lahirkan dan di besarkan dalam keluargaku saat ini. Tuhan, maafkan aku karena meragukan pilihanmu."

"Toru?" panggil seseorang, membuat Toru membuka mata.

"Ya?" tanya Toru saat melihat Yuki berada di depannya.

"Apa kamu lelah?"

"Tidak, aku hanya teringat sesuatu, jadinya aku memejamkan mata."

"Ah begitu, Toru, aku lapar, kita pergi ke tempat makan yang dekat dari sini ya?"

"Boleh, ingin makan apa?"

"Ramen!"

"Tidak, empat hari yang lalu Nona Yuki sudah memakan ramen, bagaiaman dengan sushi?"

"Aku tetap ingin ramen, ayolah... berikan aku ramen, setelah itu aku akan berhenti memakan ramen selama dua minggu! Aku berjanji!"

"Benar? janji ya? jika ingkar apa hukuman yang akan aku berikan untuk Nona?"

"Aku akan memakan apapun yang kamu sediakan, jadi please, berikan aku ramen."

"Baiklah, ayo kita beli ramen."

"Asyik! Kamu yang terbaik setelah Kak Aero! Walaupun dia sangat menyebalkan."

Tersenyum gemas, Toru mengusap kerudung Yuki dengan pelan, takut kerudung itu akan terlepas dan membuat Yuki marah seminggu penuh. "Kita berjalan kaki saja ya, mobilnya ada di ujung sana, jika berjalan kaki akan cepat sampai."

"Eum! Nggak apa, aku juga mau jalan-jalan sebelum pulang."

"Eh? Nona tidak mau disini sedikit lebih lama?"

"Mau, tetapi sepertinya hari ini cukup, setelah makan aku ingin pulang, setelah itu beristirahat untuk kuliah besok."

"Baiklah, keinginan Nona adalah perintah untukku."

"Benarkah begitu?"

"Iya, tentu saja itu!"

"Tetapi tadi kamu melanggar perintahku yang ingin pulang, dan kamu mematikan telepon dari Kak Aero. Dua pelanggaran untuk hari ini."

"Dan karena dua pelanggaran tersebut Nona bisa berada disini dan makan ramen sepuas Nona."

Menggeser pintu masuk, Toru dan Yuki berjalan sedikit kemudian menyibak tirai berwarna coklat yang ada di hadapan mereka berdua. Yuki menatap malas pada Toru dengan bibir yang di manyunkan, ia benar-benar kesal karena apa yang di katakan oleh Toru ada benarnya juga.

"Terima kasih!" kata Yuki dengan bibir yang dimanyunkan.

Melirik ke samping, Toru tersenyum dengan kepala yang dimiringkan. "Sama-sama Nona kecil." Menoleh ke depan, Toru membaca semua daftar yang terpajang kemudian menoleh ke samping dan menanyakan apa yang ingin di pesan oleh Yuki. "Apa yang mau kamu pesan Nona?"

"Eum, aku hanya ingin ramen yang special, tetapi..." Yuki menarik sedikit jaket yang di kenakan oleh Toru lalu melanjutkan ucapannya dengan berbisik. "Tetapi disini halal kan? Maksudku, aku bisa makan ramen disini kan?"

"Tentu saja, aku mencari tempat yang bisa dikunjungi olehmu Nona," Toru menunjuk keatas papan menu yang menampilkan logo halal, membuat Yuki menghembuskan napas lega karena ketakutannya hilang. "Ramen spesial, lalu mau makan yang lain?"

"Mau udang tepung!"

"Oke, minumnya?"

"Teh hangat."

"Baiklah."

Toru memesankan semua yang Yuki mau dengan cepat, memesan makanan untuknya juga, setelah itu menunggu di meja yang sedikit masuk ke dalam agar tidak ketahuan oleh orang-orang yang di suruh mengawasi mereka berdua walaupun dari jauh. Tetapi, seharian ini Toru merasakan janggal yang luar biasa karena tidak melihat orang-orang suruhan Tanaka ataupun Vega yang berada di sekitar mereka walaupun berjarak delapan sampai dua belas meter dari tempatnya.

"Toru, apa yang kamu pikirkan?"

"Aku hanya berpikir sesuatu yang tak perlu kita bahas Nona."

"Tetapi aku ingin tau!"

"Tidak boleh, oh iya, bagaimana perasaanmu hari ini?"

"Aku sangat senang, senang sekali!"

"Ingin ke tempat ini lagi lain kali?"

"Tentu! Aku ingin mengajak Kak Aero kalau dia ingin di ajak pergi-pergi." Mengibaskan tangan, Yuki menggelengkan kepala cepat. "Ah tidak-tidak, itu sih aku hanya terlalu berharap jika Kakak akan meninggalkan pekerjaannya yang berharga untuk pergi bersamaku, menghabiskan waktu yang seharusnya bisa menghasilkan uang."

"Eiy... Nona kecil tidak boleh berkata begitu, pasti Tuan Tanaka mau pergi bersama Nona."

"Jangan menghiburku!"

"Aku tidak menghibur, tidak di bayar olehmu!"

"Ya! sejak kapan kamu mulai perhitungan denganku Kak Toru!"

"Lihat! Bahkan kamu baru memanggilku Kakak setelah aku mulai main hitung-hitungan denganmu!"

"Katanya tidak boleh memanggilmu Kakak!"

"Memang, tetapi jika Nona sudah memanggilku dengan Kakak, pasti ada yang ingin kamu inginkan, kan? Katakan jujur!"

"Hehehe, aku mencintaimu Toru, belikan aku es krim setelah kita selesai makan ya."

"Ya! lihat itu! benarkan apa yang ku katakan!"

***

avataravatar
Next chapter