6 6. Bahagiamu

Toru menyandarkan tubuhnya pada bodi mobil hitam berjenis BMW keluaran tahun 2019. Ia memperhatikan seorang perempuan cantik yang tengah mengajar di dalam ruangan dengan jendela yang tidak terlalu tinggi, membuatnya masih bisa melihat perempuan itu tersenyum dan bersemangat selama mengajar anak-anak TK.

"Kamu memang harus selalu tersenyum dan bahagia." Ujar Toru.

"Toru, maaf, apa kamu bisa menolongku sebentar?" tanya seorang pria yang berumur enam puluh tahun dengan aksen Jepang yang kental.

"Tentu Paman Tayaka, aku akan membantumu." Menghampiri pria tersebut, Toru melihat ada banyak kardus dari yang berukuran kecil, sedang, bahkan sampai besar berjejer rapih di depan pintu masuk sekolah TK ini. "Sejak kapan kardus-kardus ada disini Paman? Tadi saat aku masuk, aku tak melihat kardus ini." kata Toru dengan kedua tangan yang bekerja mengangkat kardus.

Pria itu tersenyum. "Kerdus ini baru tiba beberapa menit yang lalu, dan mereka sangat minta maaf karena tidak bisa memasukkan kerdus ini ke dalam karena mobil pengantar yang berada di dekat sini mengalami kesulitan untuk mengantar barang dan buku-buku pelajaran."

"Ah begitu... kardus ini akan di bawa kemana Paman?"

"Tolong bawa kardus itu keruanganku, nanti masih perlu ku sortir kembali."

"Baik Paman."

Toru dan Tayaka bekerja sama dengan cepat untuk memindahkan dan menyusun kardus-kardus di dalam ruangan Tayaka, setelah bolak-balik beberapa kali, kardus telah di pindahkan semua dan membuat Tayaka langsung masuk ke dalam ruangannya setelah menyuruh Toru untuk masuk terlebih dahulu.

Merebahkan tubuhnya diatas lantai kayu, Tayaka menatap langit ruangan sejenak guna menyamankan punggungnya yang terasa sakit karena terlalu lama mengangkat barang-barang berat seorang diri, walaupun sudah di bantu oleh Toru.

"Apa Paman baik-baik saja?" tanya Toru.

"Ya, aku baik-baik saja, hanya tengah mengistirahatkan punggungku yang terasa sakit. maaf ya, tunggu sebentar."

"Baik Paman,"

Menunggu beberapa saat, Tayaka bangun dari tidurnya, kemudian pergi ke dalam ruangan kecil yang ada diruangannya. Toru menghirup harum teh yang diseduh menggunakan air panas.

"Paman, tidak perlu repot-repot, sebentar lagi Nona akan keluar dari kelas."

"Ya! tunggu sebentar, setidaknya hargailah usaha orang tua ini yang mau membuatkan mu teh, dasar anak nakal!"

"Bukan begitu maksudnya Paman,"

"Diam, dan tunggulah sejenak, ada yang ingin ku bicarakan juga denganmu, Toru!"

"Iya Paman, baik-baik, aku mengerti."

Menyajikan teh, Tayaka duduk bersebrangan dengan Toru yang saat ini tengah menatapnya dengan senyum di wajah. "Terima kasih karena telah membantu orang tua ini Toru. Mungkin jika kau tadi tidak disana, sakit punggungku akan lebih parah dari yang tadi kau lihat."

Toru tersenyum lembut. "Paman bisa saja, jangan sungkan meminta pertolongan padaku Paman, karena selama aku bisa menolong, maka aku akan menolong dengan sepenuh hati, sama seperti yang di lakukan dengan Nona Yuki.��� Mendengar hal itu, Tayaka tersenyum lembut, tangannya terangkat guna mengusap rambut Toru dengan pelan.

"Kalian ini... aku benar-benar merasa senang saat kalian berdua datang ketempat ini. aku benar-benar merasa terbantu karena kehadiran kalian. anak-anak yang berada di sekitar sekolah ini juga merasa terbantu karena yang sebelumnya aku hanya mampu mengajar beberapa belas anak dalam satu kelas kini bisa membuka beberapa kelas besar di TK. Aku.. merasa sangat senang dan berterima kasih, sekolah ini mengalami perubahan semenjak kalian datang."

Tangan yang sebelumnya mengusap rambut Toru, kini berubah mengusap tangan kanan Toru dengan lembut. Tangan kirinya mengambil sesuatu di dalam laci meja yang berada dekat mereka.

"Maaf, Paman tidak bisa memberikan banyak untukmu, anggap ini uang lelahmu dari Paman."

Hidungnya berkerut. Toru menggelengkan kepala dengan senyum di wajahnya. "Paman, tidak perlu memberikanku uang. Aku berada disini karena menunggu Nona Yuki, alasan lain karena aku mengingat masa kecilku saat melihat banyak anak kecil yang semangat belajar. jadi yang berarti aku menolak uang ini, simpan uang ini untuk Paman dan untuk membayar beberapa guru."

"Tetapi,"

"Tidak ada tapi-tapi Paman, aku melakukan apapun selama menunggu Nona Yuki itu ikhlas. Begitu, pun dengan Nona Yuki."

"Baiklah... sekarang aku tau darimana sikap keras kepala Yuki berasal."

"Tentunya bukan dariku Paman, hahaha."

Mereka berdua tertawa. Tayaka memukul punggung Toru berulang ulang karena tidak bisa mendengar lelucon yang spontan. Tangan kirinya memegang punggung belakang, Tayaka perlahan-lahan berhenti tertawa dan di gantikan dengan ringisan yang membuat Toru mendadak panik dan mendekati orang tua tersebut.

"Paman! Paman kenapa?!"

"Tidak, tidak apa, hanya terasa sakit sedikit. Hahaha, tenang saja Toru, aku sudah menghadapi hal yang seperti ini sudah jauh lama sekali."

Menepuk-tepuk pundak Toru agar duduk tenang di tempat sebelumnya. Menarik napas panjang, Tayaka kembali duduk dengan menegapkan punggungnya yang masih terasa nyeri, meminum teh dari gelas kecil, Tayaka menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan.

"Toru, boleh aku bertanya sesuatu?"

Menoleh kearah Tayaka, Toru menganggukkan kepala dengan meletakkan gelas teh diatas meja. "Tentu Paman, tanyakan saja."

"Ini tentang Yuki, apa Yuki selama ini baik-baik saja sebelum bertemu denganku?"

Tatapan mata yang sebelumnya berbinar, perlahan meredup seiring dengan kepala yang menunduk. Dalam hati ia ingin langsung menumpahkan kesedihan yang ia dan Yuki simpan, tetapi niat tersebut ia urungkan saat mengingat ucapan Tanaka yang menyuruhnya untuk tidak terlalu banyak ikut campur dan tahu batasan.

Kepalanya secara perlahan terangkat, senyum di wajahnya tertarik lebar. "Nona Yuki baik-baik saja Paman, apa ada sesuatu yang mengganjal Paman?"

"Ya, terkadang aku melihat mata Yuki sembab saat pagi hari sebelum mengajar."

Terkekeh kecil. "Apa yang Paman maksud dua minggu yang lalu?" Tayaka mengangguk kan kepala sebagai jawaban. Sudut bibirnya terangkat melukiskan senyuman. "Itu sih karena Nona Yuki kalah taruhan denganku, dan pada akhirnya kami menonton film korea yang sangat sedih, dan berakhir Nona Yuki menangis dan memukuliku bahkan saat filmnya habis karena aku tertawakan."

"Benarkah begitu Toru?"

"Iya Paman."

Menghembuskan napas lega. "Syukurlah, aku harap kau selalu berada di sisi Yuki, Toru." Melirik jam dinding, "Sebaiknya kau menunggu Yuki di luar Toru, jam mengajarnya akan segera selesai, jika kau tidak ada di dekat mobil, aku takut kau akan di lempat menggunakan tempat pensilnya."

Membulatkan mata, Toru menoleh kearah jam dinding yang menunjukkan pukul dua belas siang, yang berarti kelas akan segera berakhir. Beranjak dari duduk, Toru tersenyum ramah dengan menundukkan kepala sebagai tanda hormat sebelum pergi meninggalkan ruangan Tayaka.

"Terima kasih banyak untuk hari ini Toru,"

"Ya Paman, terima kasih juga untuk jamuan tehnya hari ini."

Saat ingin membuka pintu, tubuh Toru berhenti saat Tayaka memanggilnya. Berbalik badan, Toru melihat Tayaka menghampirinya dengan dua buah gelang berwarna hitam di tangan pria tersebut.

"Lindungi Yuki, di seorang perempuan yang baik sekaligus seseorang yang berpegang teguh pada prinsip dan keyakinannya, seorang yang bisa membuka pemikiranku tentang dunia, berikan itu padanya, dan satunya untukmu. Aku menyayangi kalian berdua seperti anakku sendiri."

Mengangguk, mulutnya melengkung membentuk senyuman. "Baik Paman, aku akan selalu melindungi Nona Yuki sama seperti aku melindungi keluargaku dan diriku sendiri. Terima kasih Paman untuk gelangnya, akan ku berikan pada Nona nanti."

"Baiklah, hati-hati Toru."

"Ya Paman."

Seorang perempuan mengedarkan pandangan keseluruh tempat dari tempatnya berdiri. Menunggu sedikit lama, ia menghembuskan napas berat saat tidak bisa menemukan dimana Toru. Saat ingin berbalik badan, ia mendengar suara Toru memanggilnya dari belakang, membuatnya kembali menghadap ke belakang dan melihat Toru tersenyum hangat kearahnya.

"Ya Allah, kamu kemana aja!" sembur perempuan itu.

"Habis dari tempat Paman Tayaka, membantu beliau mengangkat kardus yang berisi buku-buku pelajaran."

"Oh ya? bagus kalau seperti itu, setidaknya kamu berguna disini."

"Karena aku tampan, aku mengalah, tetapi ingat, kamu pulang jalan kaki setelah ini." canda Toru membuat perempuan itu tertawa pelan dengan punggung tangan yang menutupi bibirnya.

"Syukurlah..." Mengusap dada lega, perempuan itu tersenyum dengan bibir yang bergetar, kedua matanya berkaca-kaca saat mendongak melihat Toru, membuat Toru mengusap hijab yang di gunakan oleh perempuan itu dengan usapan lembut dan penuh kasih sayang.

"Kenapa?"

"Nggak apa, aku kira tadi aku di tinggal sendiri."

"Mana mungkin aku tega!"

"Siapa tau kamu tega!"

"Nggak akan tega aku ninggalin kamu, kecuali emang harus pergi ke kamar mandi."

Mengeluarkan sesuatu dari dalam kantung jaket, Toru menarik tangan perempuan itu kemudian memasangkan gelang yang sebelumnya di berikan oleh Tayaka. "Nah, ternyata bagus juga ya di pakai sama kamu."

Menarik tangan, perempuan itu melihat gelang yang terpasang di tangannya dengan tatapan berseri-seri. "Gelangnya bagus, kamu beli?" tanya perempuan itu dengan padangan menatap kearahnya. "Nggak, aku di kasih tadi sama Paman Tayaka, aku juga pakai." Jawab Toru dengan menunjukkan tangannya.

Toru mengambil alih tas, dan beberapa buku pelajaran yang ada di tangan perempuan itu. "Nona Yuki, ingin pergi kesesuatu tempat?" tanya Toru dengan berjalan di sebelah Yuki yang berada di sebelahnya. Menoleh ke samping, Yuki memanyunkan bibirnya dengan kepala yang menggeleng. "Nggak mau." Jawab Yuki cepat. "Kenapa?" tanya Toru dengan penasaran.

"Kamu tau sendiri, udahlah aku nggak mau kemana-mana kok." Jawab Yuki dengan senyum kecil.

"Setelah ini langsung pulang 'kan? Tidak ada jadwal kuliah?"

���Eum, nggak ada. Hari ini jadwal kuliahnya kosong, besok baru ada."

"Oke."

"Kenapa?"

"Nggak apa, aku sedikit lupa jadwalmu, nanti setelah sampai aku minta jadwal kuliahmu yang baru."

"Oke!"

Menggenggam tangan Yuki, Toru tersenyum lembut dan menuntun perempuan itu menuju parkiran. Membukakan pintu mobil, Toru mendorong tubuh Yuki agar masuk ke dalam mobil. Membuka pintu kursi penumpang, Toru menyimpan tas, dan buku pelajaran milik Yuki di kursi penumpang, kemudian menutup pintu dan berjalan memutar.

Masuk ke dalam mobil, Toru menutup pintu lalu memasang sabuk pengaman. "Pasang sabuk pengamanmu Nona Yuki." Ujar Toru mengingatkan.

"Cerewet! Toru sangat cerewet hari ini!"

"Jadi, Nona Yuki ingin aku seperti apa?"

"Seperti serigala!"

"Maaf, ini bukan bulan purnama. Jadi pasang sabuk pengamanmu."

avataravatar
Next chapter