5 5. Keputusan

Menghembuskan napas panjang. Tanaka beranjak dari tempat duduknya, berjalan menuju kaca besar yang tertutup, menampilkan pemandangan luar cafe dan mobilnya yang masih terparkir dibawah sana.

"Coba dengar Ibu dahulu sebelum kamu menolak ucapan Ibu dan Bibimu!"

"Aku tidak setuju!" Tanaka berbalik badan, menatap kedua perempuan yang tersentak kaget karena nada bicaranya yang terus meninggi saat di paksa untuk menyetujui tentang pernikahan Adiknya.

Tanaka melihat Bibinya melipat tangan di depan dada, menatapnya sinis. "Jangan-jangan kamu mencintai Adikmu? Seperti apa yang di lakukan Yoshi dan Juniarta?!" Tanaka membolakan mata saat mendengar hal itu, begitu juga dengan Ibunya yang berada di sebelah Bibinya. "Benar begitu? Kamu menyukai adikmu Aero?" tanya Vega.

"Tidak, aku sudah memiliki kekasih." Seulas senyum terbit diwajah Tanaka. "Bibi, jadi... anakmu menyukai satu sama lain? lalu kamu berusaha menghasut Ibu untuk menikahkan Adikku yang masih kecil itu dengan orang yang kamu kenal?" menepuk tangan beberapa kali, Tanaka tersenyum penuh kemenangan. "Kenapa tidak mencoba menjodohkan Yoshi dengan lelaki yang ingin kamu jodohkan dengan Adikku?"

"Ah... bukan-bukan! kenapa tidak membiarkan Yoshi menikah dengan Juniarta? Bukankah mereka bukan Kakak dan Adik? Bukankah Juniarta itu hanya anak yang kamu temukan saat kamu mabuk waktu itu? ah, ya, menggantikan anakmu yang sudah lam menghilang itu kan?"

Tanaka tertawa keras, seolah melupakan posisinya yang menyandang nama besar berkat kerja keras dan usaha yang ia lakukan itu menduduki pasar Asia dengan bekal yang di berikan oleh Ayahnya yang saat ini tengah berada jauh dari Jepang untuk menenangkan diri karena tidak kuat menghadapi sikap Ibunya yang semakin menjadi karena hasutan Bibinya.

"Lalu... mengapa Bibi tidak menjodohkan Yoshi dengan lelaki itu? Apa orang itu adalah orang yang buruk sampai kamu tidak mau menjodohkan anakmu dengannya? Bukankan selama lelaki itu kaya, kamu akan melakukan segala hal agar lelaki itu mau dengan anakmu? Sama seperti yang kamu lakukan dulu padaku, menghasut kedua orang tua ku agar aku menikah dengan Yoshi yang sudah ku anggap Adik?"

Bibinya lagi-lagi dibuat terdiam dengan apa yang ia katakan. Tanaka tak habis pikir dengan apa yang ada di dalam pikiran Bibinya yang satu itu, dia selalu mengusahakan berbagai macam cara untuk mencari keuntungan untuk diri sendiri, dan Ibu nya selalu termakan omongan Bibinya dan selalu menurut, membuatnya kesal setengah mati.

Tanaka berbalik badan, menatap keluar jendela, mengabaikan Bibinya yang menyumpah serapah kearahnya walaupun itu hanya dilakukan di dalam hati.

"Lalu apa yang membuatmu tak setuju?" tanya Vega setelah lama terdiam.

"Aku hanya tidak setuju."

"Bisa kamu jelaskan lebih jelas mengapa kamu tidak setuju?"

"Bu, tidakkah Ibu sadar jika sudah terlalu jauh mengatur hidup Adik selama ini?"

"Itu adalah tugas orang tua, menuntun, mengayomi, dan men-"

"Men apa Bu?"

"Mendukung," terdiam sejenak. "Tetapi apapun yang Ibu ajarkan selama ini untuk Adikmu adalah hal yang benar dan tidak membuat Adikmu tertekan!"

"Benarkah begitu?" Berbalik badan, Tanaka menatap kedua mata Ibunya. "Benarkah begitu? Apa itu yang selama ini Ibu lihat dari Adikku?"

"Iya! Toru selalu berada di samping Adikmu sesuai dengan perintahmu!"

"Karena aku mengerti jika Adik kesepian! Ibu bilang Ibu paham dengan perasaan Adik, tetapi tidak!"

"Tetapi Ibu melakukan itu demi kebaikan Adikmu! Selama ini apa kamu pernah meluangkan waktu untuk Adikmu? Apa kamu pernah melakukan hal itu?"

"Aku, selalu meluangkan waktuku untuk Adikku, selalu. Apa Ibu pernah membatalkan rapat Ibu saat tau Adikku sakit? apa Ibu pernah? Terbang dari Negara yang jauh dari tempat ini dan membentak semua orang yang berada di dekat Ibu untuk mendapatkan tiket pesawat tercepat apapun itu kelasnya karena khawatir akan keadaan Adikku?"

Mendengar pertanyaan itu, membuat Vega menggeram tertahan. Rasanya ia ingin melompat dari cafe saat ini juga saat menerima peluru yang di tembakan kearahnya dan menerimanya dengan mentah-mentah tanpa perlawanan. Namun Vega tidak terima jika harga diri yang sudah susah –susah ia bangun di hancurkan begitu saja oleh anak yang ia lahirkan. Ia tidak menemukan jawaban dari pertanyaan yang di lontarkan oleh Tanaka. Terdiam cukup lama, Vega menghela napas samar dan menyerah kalah pada keadaan.

Melihat itu, Tanaka tersenyum kecut kemudian berbalik badan menghadap Chiko yang diam menunduk mendengar semua pertanyaan beruntun yang di keluarkan oleh Tanaka. "Berikan dia sedikit kebebasan, biarkan dia menjelajah sendiri, dan mengikuti keinginannya. Jika lelah ia akan kembali pulang dan memeluk Ibu untuk mengisi energi, itu juga jika Ibu ada di rumah."

Mengulurkan tangan meminta coatnya pada Chiko lalu memakainya, Tanaka berbalik menoleh kebelakang dengan seringai tipis saat menatap Bibinya. "Dan untukmu Bibi, lebih baik menjauh dari Ibuku, biarkan dia melakukan hal yang dia mau tanpa kamu ikut campur urusannya."

Berbalik badan, Tanaka menunjukkan seringai yang masih menghias di wajah dengan tatapan tajam. Meletakkan tangan kanan di depan perut, dan tangan kiri di sisi tubuh kiri, Tanaka membungkukan tubuhnya dan berlalu pergi meninggalkan ruangan tersebut dengan Chiko di belakangnya.

Pintu tertutup, Tanaka memejamkan mata erat. bahu yang terlihat keras sekuat baja pada akhirnya mendadak layu dengan kepala yang menunduk. Saat mendengar suara langkah kaki dari belakang, dan suara pintu yang terbuka, Tanaka menegapkan tubuhnya tanpa menoleh ke belakang.

"Tunggu!" perintah Vega, membuat Tanaka menunggu apa yang ingin di sampaikan oleh Ibunya. "Baik, Ibu akan menyetujui apa yang kamu katakan tadi, dengan satu syarat, jika terjadi sesuatu yang buruk pada dia, Ibu tidak akan membiarkanmu bekerja seperti saat ini."

"Terima kasih Ibu,"

"Ya, lalu bagaimana dengan keselamatannya jika kamu menyuruh Ibu untuk memberikan dia kebebasan?"

"Ada Toru, aku sangat yakin Toru bisa menjaga dia. Jika Ibu tidak percaya, Ibu mengawasi dia dari jauh."

"Bukankah itu sama saja dengan tidak memberikan dia kebebasan?"

"Setidaknya Ibu tidak selalu menuntun dan menentukan apa yang dia mau."

"Baiklah, Ibu paham apa yang kamu maksud Aero."

"Bagus, dan... Ibu, lebih baik Ibu menjauh dari Bibi karena Bibi tengah terkena kasus dan tengah masuk ke dalam tahap penyidikkan."

"Aku tidak paham sebetulnya kamu itu anakku atau anak Ayahmu, kenapa semua sikap, jalan berpikir, bertindak, dan mencari kaki tangan selalu tepat, bahkan wajah dan tinggimu mirip seperti Ayahmu! Ah... aku merindukan suamiku. Setelah ini jangan pergi kemanapun, bawa pulang adikmu." ujar Vega tegas dan berlalu pergi meninggalkan Tanaka yang tersenyum senang.

"Ibu tidak akan menyesal menyetujui apa yang aku katakan, akan ku pastikan hal itu."

Saat ingin pergi, Tanaka mendengar suara deritan pintu yang di tarik pelan. Ia melihat Bibinya berjalan melewatinya dengan bahu yang sengaja menyenggol lengannya. Tanaka melirik Chiko yang berada di sebelahnya akan membungkuk hormat pun langsung menghalangi hal itu, karena menurutnya Bibinya itu tidak pantas di perlakukan dengan sopan jika ingin menjerumuskan keluarganya dalam masalah yang besar.

Melihat siluet tubuh Bibinya semakin menjauh, Tanaka tersenyum penuh arti. Setidaknya permainan yang di mainkan oleh Bibinya itu ia menangkan lagi, setelah berbagai cara dan permainan yang di mulai oleh Bibinya itu lakukan.

"Paman, aku ingin meminta tolong padamu." Ujar Tanaka.

"Aku siap membantumu,"

"Pancing orang-orang yang bekerja sama dengan perusahaan yang dibuat oleh Bibi dan Paman untuk beralih menginvestasikan saham mereka pada perusahaan baru."

"Perusahaan milikmu yang kau buat untuk Adikmu itu?"

"Ya, aku sangat paham betul jika dia ingin bekerja sepertiku."

"Baik, akan aku lakukan sesuai dengan perintahmu."

"Terima kasih, lebih baik kita bergegas pergi, sebelum Toru terhasut oleh Adikku dan pergi menggunakan mobilku."

Mendengar hal itu, Chiko tertawa geli bersama dengan Tanaka yang berada di sebelahnya. "Aku masih penasaran, apa Yoshi tumbuh berubah menjadi seorang perempuan yang cantik mengalahkan adikku?"

"Tidak, sepenuhnya benar, jika dilihat darimana pun, Adikmu masih yang paling cantik di keluarga besar."

"Iya, karena yang lainnya adalah laki-laki." Jawab Tanaka dengan tertawa.

"Benar." melirik Tanaka yang berada di sebelahnya, Chiko tersenyum tulus melihat Tanaka yang lebih hidup. Bahkan tanpa disadari, Tanaka tertawa lepas saat bercanda dengannya. "Apa kau mau melihat foto Yoshi?"

"Tidak perlu, aku tak tertarik."

"Tetapi, ada satu hal yang mengganjal dalam pikiranku."

"Apa itu Paman?"

"Mengapa kau bersikap sopan saat masuk tadi? bahkan kau terlihat sangat natural saat berbicara welas asih dengan perempuan ular itu? kau tau, aku seperti melihat Harimau tengah mengendap-endap ingin memakan hidup-hidup si ular itu."

"Ah itu," Tanaka kembali tertawa mengingat tingkahnya. "Hahaha, Paman, kau tau mengapa aku melakukan hal itu? aku hanya ingin mempermainkan perasaan Bibi saja, aku akan membuatnya melambung tinggi dengan janji manisku, setelah itu akan ku jatuhkan dari langit. Seperti yang ku lakukan tadi. itu sangat menyenangkan Paman, terlebih saat Bibi berkata jika dia pangling saat melihatku." Menggeleng pelan, Tanaka berdecih. "Tcih! Yang benar saja, pangling saat melihatku? Yang ada di terpesona karena melihatku secara asli, bukan melalui foto dari orang-orang yang dia suruh mengintaiku selama aku berada di Indonesia."

Chiko tersenyum. Tuannya yang satu ini memang berbeda dengan Adiknya yang akan langsung mengeluarkan kartu tanpa bermain-main. Keluarga yang unik, batinya begitu. Tanaka merangkul Chiko menggunakan tangan kanannya.

"Paman, ini hanya perasaanku saja atau kau terlihat semakin pendek?"

"Itu karena kau terus bertambah tinggi bocah!"

"Hahaha, begitu ya.. aku lupa berapa tinggiku terakhir kali mengecek."

"Paman, selama aku di Indonesia, apa Adik pernah di dekati oleh banyak laki-laki selain Toru?"

"Kau tau sendiri, walaupun Adikmu tinggal di sangkar emas, semua laki-laki akan tetap tau dimana tempat perempuan cantik yang memiliki sikap bagus."

"Haah... Adikku memang benar-benar, padahal dia belum melihat dunia, tetapi sudah banyak yang jatuh cinta padanya, aku jadi sedikit ragu,"

"Kau harus tenang, dan percaya pada kemampuan Adikmu. Keluarga Latif memiliki banyak rahasia dari setiap kelahiran, tetapi hal yang sudah terbukti jelas adalah, wajah dan pesona mereka sulit di tolak untuk orang-orang yang berada di sekelilingnya."

"Paman, aku tidak akan menaikkan gajimu. Ingat itu."

Setelah mengatakan hal itu, Tanaka berjalan cepat meninggalkan Chiko yang tertawa geli mendengar penuturan Tanaka. Ia paham, Tanaka tidak serius pada ucapannya, tetapi, jika serius ia akan menangis dan mengutuk anak itu agar selalu tersedak di setiap anak itu makan!

***

avataravatar
Next chapter