18 18. Side

Rasyad duduk di sofa tunggal yang bersebrangan dengan Ayah dari Rosiane yang bernama Fathan, di ruang tamu terputar sebuah lagu yang sangat amat Rasyad kenal. Walaupun jarang mendengar lagu ini, tetapi ia masih bisa mengenali lagu ini hanya dari irama yang mengiringi lagu ini.

Tersenyum. Fathan memperhatikan Rasyad yang seperti menikmati lagu walaupun tengah duduk dengan punggung yang tegap dan tatapan mata tajam. "Maaf menyuruhmu datang secara tiba-tiba melalui Naraya, Tuan Atariq."

"Ah tidak, cukup panggil Atariq saja, Pak."

"Tidak masalah, aku bisa memanggilmu dengan Tuan di depan namamu."

"Aku datang ke rumah anda sebagai tamu, Pak. Bukan sebagai kolega bisnis yang akan berkerja sama dengan anda, jadi lebih baik panggil namaku saja, itu lebih baik Pak, tanpa mengurangi kesopanan ku pada anda."

"Ah, Nak Atariq ini... kamu masih muda namun terlihat sangat tenang, tidak seperti Naraya sewaktu pertama kali menginjak kan kaki di rumah ini untuk meminta persetujuan pada saya."

"Berbeda konteks Ayah, saat itu aku ingin meminta izin untuk langsung melamar anak Ayah, wajar saja aku gugup setengah mati." saut Naraya.

Fathan tertawa mendengar jawaban spontan yang di berikan oleh Naraya. Mengusap kepala Naraya penuh kasih, Fathan kembali menatap Rasyad yang tidak terbawa sama sekali dengan pemandangan yang ada di depannya, membuat Fathan semakin tertarik dengan kepribadian Rasyad.

Walaupun jika dilihat secara sekilas, Fathan bisa melihat Rasyad adalah orang yang tidak senang jika wilayah aman nya di acak-acak oleh orang lain. seperti tak tersentuh dari luar, padahal Rasyad adalah anak yang penuh dengan kehangatan, dan mampu mengeimbangi orang lain.

"Atariq, ada yang ingin saya tanyakan,"

"Silahkan Pak."

"Ini tentang persoalan tempo hari," Naraya menahan napas sesaat ketika Fathan mengatakan hal itu. "Mengapa kamu melakukan hal itu pada anak saya? Apa dia melukai seseorang sampai kamu mengambil tindakan setegas itu bahkan mempermalukan anak saya?" tanya Fathan dengan melayangkan tatapan tajam dan mengintimidasi.

Sudut bibirnya terangkat sedikit. Rasyad menunggu pertanyaan ini sejak tadi di bandingkan mendengarkan basa-basi yang di lemparkan oleh pria paruh baya di depan nya itu. "Maaf untuk sebelumnya karena mempermalukan nama keluarga anda di khalayak umum." Rasyad melirik sekilas Rosiane yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan memuja, membuat matanya sakit di perhatikan seperti itu. "Tetapi, sebelum saya mempermalukan anak anda di depan umum. Tingkah anak sendiri sudah membuat nama keluarga ini tercoreng." Terdiam sebentar. "Mungkin Naraya orang yang akan lebih memilih menceritakan semua emosinya pada anak perempuan anda yang berstatus sebagai tunangan sahabat saya, di bandingkan harus mengambil tindakan tegas yang mungkin akan melukai Rosiane. Tetapi, yang kemarin sudah terlalu kelewatan, di depan mata saya, Rosiane dengan sengaja membuat orang lain jatuh tepat di hadapan saya."

Ketika ingin melanjutkan ucapannya, perkataannya sudah terlebih dahulu di potong oleh Fathan yang terlihat berang saat mendengar ucapan Rasyad saat ini.

"Tetapi tidak seharusnya kamu menyiram anak saya menggunakan air. Masih banyak cara untuk menghentikan anak saya 'kan?"

"Lalu bagaimana cara menghentikan anak anda yang menganiaya Naraya tepat di depan umum dan di tonton oleh banyak orang?"

Rasyad membalikkan pertanyaan dengan tatapan yang masih sama seperti tengah berdebat dengan teman sekelas. Fathan terdiam. biasanya dia tidak akan melakukan apapun karena dia paham sifat dan karakter Rosiane yang jika di hentikan akan semakin mengamuk seperti orang yang hilang akal.

"Naraya sudah melakukan dengan cara baik-baik, membawa anak anda keluar dan menggantikan Rosiane meminta maaf pada seorang perempuan dan lelaki, padahal Naraya paham, dia tak bersalah saat itu, tetapi melihat tempramental anak anda, Naraya lebih memilih untuk merendahkan harga dirinya." Tersenyum miris, Rasyad melanjutkan. "Lalu setelah dibawa keluar apa yang di lakukan anak anda pada Naraya? Anak anda menendang, mencakar, bahkan menjambak rambut Naraya, jika anda tak percaya anda bisa melihat sendiri bekas cakaran yang belum mengering di wajah dan leher Naraya."

Kedua tatapan mata itu saling bertemu, menatap dengan tatapan dalam. Berusaha mengerti satu sama lain. dan Fathan menemukan sebuah keberanian yang sudah lama tak pernah dia temukan saat menatap kedua matanya. Rasyad benar-benar membela Naraya untuk menyadarkan nya agar tidak terlalu membiasakan Rosiane melakukan segala hal yang anak itu mau tanpa pengawasan ketat darinya, tak seperti anak pertamanya yang sangat dia jaga.

"Jika anda ingin mendidik Rosiane, maka didik dia mulai dari nol. Jika Rosiane di berikan kebebasan seperti itu terus menerus, yang akan terjadi adalah, anak itu akan semakin membangkang, bukan hanya pada orang terdekat, mungkin Rosiane akan melakukan hal yang sama pada anda dan istri anda. Tak ada yang tau bukan?"

Fathan terdiam lama, Naraya menahan napas mendengar penuturan yang Rasyad keluarkan tanpa memikirkan efeknya. Rosiane duduk jauh dari tempat mereka bertiga berbincang, namun dapat mendengar penjelasan yang Rasyad katakan pada Ayahnya.

"Kamu benar..."

Setelah terdiam cukup lama, Fathan angkat suara dan membenarkan ucapan Rasyad.

"Saya terlalu memanjakan Rosiane tanpa memikirkan efeknya saat ini. anak itu selalu membangkang, bahkan..., saat permintaan nya tak di turuti anak itu akan mengamuk seperti orang yang kehilangan akal."

Menoleh kearah Naraya, Fathan baru kali ini merasa gagal membesarkan dan mendidik anaknya. Dia merasa menjadi orang tua yang gagal karena sikap buruk Rosiane selama ini. merasa di jelekkan oleh Rasyad, Rosiane mengambil vas bunga yang ada di dekatnya lalu berlari cepat menghampiri Rasyad dan memecahkan vas bunga tersebut tepat di atas kepala Rasyad. Semua orang di dalam ruangan itu seperti masuk ke dalam dunia super lambat dan tak dapat menyelamatkan kepala Rasyad yang sudah terlebih dahulu di hantam oleh vas bunga sampai vas tersebut hancur dan pecahannya mengenai punggung tangan, dan beberapa mensayat wajahnya.

Terkekeh kecil, Rasyad merasakan rasa panas mengalir dari sela-sela rambutnya, lalu turun membasahi pelipis dan dahinya. Ia bisa merasakan jika turtle neck putihnya sudah basah oleh darah yang mengalir. Beranjak dari tempat duduk, Rasyad meninggalkan ruangan dengan kata-kata yang sukses membuat Rosiane mematung dan menjatuhkan vas bunga yang masih ada di tangannya.

"Ada banyak orang pintar namun memiliki manners buruk dan emosional yang buruk, dan kau salah satunya. Ingin ku beritahu satu hal? Kau akan sulit merangkak saat kau memberikan kesan buruk dan semena mena seperti saat ini pada orang lain. aku berharap tak bertemu denganmu besok atau selamanya, dan berharap di kehidupan selanjutnya aku tak mengenalmu."

Rasyad keluar dari rumah tersebut saat Fathan dan Naraya mengejar Rasyad. Berjalan secepat yang kakinya bisa, ia mengeluarkan sapu tangan yang ada di saku celana lalu menutup tempat yang ia perkirakan mengeluarkan darah. Pandangannya berkunang, ia menghentikan sebuah mobil dan menyuruh orang yang mengemudikan mobil itu untuk segera pergi menunju rumah sakit terdekat dan mengantarnya masuk jika ia tak sadarkan diri.

Hari itu, hari dimana Rasyad ingin tenang malah terjadi hal yang tak menyenangkan. Di Negara itu, tempat yang seharusnya Rasyad bisa menghilangkan penatnya, berubah menjadi kekacauan hanya karena membela sahabatnya. Rasyad pikir, semua hal tak berpihak padanya saat ini. Tuhan tengah menguji kesabarannya untuk terus bersabar dan kuat menghadapi semua cobaan yang bertubi-tubi.

Toru yang kaget saat seorang lelaki tiba-tiba masuk ke dalam mobilnya pun di buat diam sebelum melajukan mobilnya secepat mungkin saat melihat keadaan orang yang duduk di jok belakang mengeluarkan banyak darah dan wajahnya pun sudah memucat. Tangannya gemetar, menghubungi Chiko, Ayahnya untuk segera menjemput Yuki di kampus karena dia tak bisa datang karena harus mengantarkan seseorang yang sangat membutuhkan pertolongan.

Toru berusaha mengajak orang itu berbicara, dan hanya di jawab dengan gumaman kecil, membuat Toru semakin panik dan makin panik saat mereka sudah masuk ke dalam kawasan rumah sakit dan orang itu pingsan, orang yang kemarin menolong Yuki di toko roti.keluar dari dalam mobil bak orang kesetanan, Toru memanggil orang-orang yang bekerja di UGD dan mengeluarkan Rasyad dari dalam mobil. Dengan sapu tangan yang sudah berubah warna menjadi merah gelap dan berbau anyir.

"Tolong selamatkan dia!" seru Toru yang luar biasa panik.

Saat ini Toru hanya bisa berdoa dan memakirkan mobilnya ke parkiran lalu berlari ke dalam rumah sakit untuk mengurus semua biaya Rasyad saat ini. dalam cemas Toru berdoa agar Rasyad baik-baik saja dan tidak terjadi hal-hal buruk. Tetapi saat melihat darah itu, rasanya Toru seperti melihat kilasan balik tentang Yuki yang mengalami hal yang sama karena bersembunyi dari Tanaka yang tengah marah, namun malah terkena lemparan vas bunga karena dia terlambat menghalangi vas bunga tersebut.

Toru duduk di kursi panjang. tubuhnya membungkuk dengan sisa darah yang masih membekas di tangannya. Dia tak peduli dengan tangan yang terkena darah, dia hanya peduli dengan kondisi orang yang tengah di tangani oleh para tim medis di dalam sana. Ada banyak hal yang membuat Toru bingung, apa yang terjadi dengan lelaki itu sampai mengalami hal tersebut? Jika di lihat, Toru ingat rumah itu. itu adalah rumah Rosiane, tapi apa hubungan antara Rosiane dan lelaki ini? tanya Toru dalam hati.

Seorang Dokter keluar dari dalam ruangan setelah penanganan. Mendekat, Toru bertanya pada Dokter tersebut tentang keadaan Rasyad. Dan dokter itu mengatakan jika keadaan Rasyad baik-baik saja, tak perlu terlalu khawatir. Menghembuskan napas lega, Toru menunggu di dalam ruang inap tempat Rasyad di rawat.

Menghubungi Chiko, Ayahnya. Toru meminta izin untuk pulang terlambat setidaknya sampai orang yang dia tolong sadarkan diri dan bisa di ajak bicara untuk di antarkan pulang. Mencari sesuatu, Toru tidak menemukan dompet atau ponsel dari lelaki yang ada di hadapannya saat ini.

"Lalu bagaimana caranya aku memulangkan orang ini? bahkan namanya pun aku tak tau." Menghela napas panjang, dia menyadarkan punggungnya pada sandaran kursi lipat yang ia tempati saat ini. "Cepatlah sadar, agar aku bisa bertemu dengan Nona kecil." Bisik Toru.

avataravatar
Next chapter