1 1. T i b a

Rasyad sangat suka dengan Negri yang memiliki ikon sakura sejak kecil. Banyak Negara yang ingin di datangi oleh Rasyad sejak dulu. Namun, Negara yang satu ini memang tempat yang paling ia idam-idamkan. Menurutnya, Jepang memiliki ciri khas tersendiri sampai membuatnya tergila-gila pada Negara tersebut. Selain itu, karena kecangihan teknologi, budaya, dan keindahan alam yang dimiliki.

Musim semi merupakan salah satu musim yang Rasyad suka karena ia selalu berpikir jika bunga-bunga yang bermekaran akan sangat cantik saat di lihat secara langsung. Namun, karena salah satu alasan, ia membatalkan kedatangan nya dan mengganti jadwal kedatangannya ke pertengahan bulan Oktober sampai bulan November. Selama dua bulan nanti ia akan menetap dan tinggal bersama salah satu temannya semasa kecil dulu. List lainnya adalah, ia akan mengunjungi berbagai tempat yang ada di Jepang, menjelajah sekaligus belajar menggunakan bahasa Jepang yang sempat ia pelajari semasa SMA dulu.

Sesampainya di Jepang, Rasyad mengambil beberapa potret yang menggambarkan tentang keramaian jalan-jalan yang ada di Jepang ketika ia sampai, udara sejuk benar-benar menyapa dirinya. Seakan menyambut baik ke datangannya yang baru menginjakkan kaki ke Jepang untuk berlibur, tidak membahas pekerjaan dan yang lain. senyumnya merekah, layaknya bunga sakura yang mekar. Rasyad melihat banyak daun mapel dan oak yang berguguran memenuhi jalan.

Sambil berjongkok, Rasyad mengambil satu buah daun mapel, memperhatikan dengan seksama, ia tersenyum puas, ternyata apa yang ia lihat di buku dan internet tidak jauh berbeda. Mereka terlihat indah, sangat indah dan memanjakan kedua indra mataku, begitu pikirnya.

Setahunya, orang Jepang amat menyukai musim gugur dan melihat daun gugur juga menjadi salah satu kegiatan populer di Jepang. Seingatnya, beberapa orang memilih untuk menghambiskan waktu untuk mengunjungi taman untuk piknik bersama, pergi ke daerah pegunungan, dan kuil untuk sekedar berjalan-jalan dan menikmati sejuknya udara.

Dia lantas berdiri, beranjak menikmati liburan yang akan dimulai hari ini.

"Pantas saja mereka menyukai hal ini, daun-daun yang berguguran tidak kalah indah dari bunga sakura yang mekar, mereka sama-sama indah dan Jepang menjadi satu dari sekian Negara yang beruntung karena bisa melihat fenomena alam seperti ini. rasanya menyenangkan berada disini." Ujar Rasyad dengan kedua tangan yang masuk kedalam saku long overcoat hitamnya, bertepatan dengan ponselnya yang berdering .

Mengambil ponsel, Rasyad membaca sekilas orang yang menghubunginya, kemudian mengangkat panggilan tersebut dengan senyum yang tak pernah menghilang dari wajahnya. "Ya, aku sudah berada di Jepang." Rasyad terkekeh kecil saat mendengar sahabatnya tengah menyumpah serapahi dirinya menggunakan bahasa Jepang. "Berhenti mengumpat, aku paham yang kau katakan." Saat beberapa orang melihat kearahnya, ia tersenyum dengan kepala yang sedikit menunduk. Berdeham pelan, kemudian berkata, "Ya, Tokyo." Rasyad mendengarkan dengan seksama ucapan sahabatnya dengan kedua mata yang bergerak ke kanan dan kiri, memperhatikan taksi yang berlalu lalang. "Iya, aku tidak akan kemana-mana dan menunggu sampai kau datang."

Saat ingin menjawab ucapan sahabatnya, bahunya di tepuk dari belakang, membuat Rasyad maju ke depan dan berbalik belakang dengan tangan kiri yang menutup layar ponsel. Dengan sopan, Rasyad menjauhkan ponsel lalu menatap pria yang terlihat sedikit lebih tua darinya.

"Itu.. maaf sebelumnya, apa kamu yang bernama Tanaka Aero Latif?" tanya orang tersebut dengan aksen Jepang.

Tersenyum kecil. Rasyad menggeleng kecil seraya berkata, "Maaf Pak, tetapi saya bukan orang yang anda maksud. nama saya Rasyad." Jawab Rasyad dengan aksen yang sama walaupun terbata-bata karena gugup.

Yah, setidaknya apa yang ia pelajari selama duduk di bangku SMA berguna juga untuk keadaan seperti sekarang. Ia lumayan mahir namun tidak terlalu mendalami bahasa Jepang. Mungkin lain kali ia harus mengucapkan terima kasih pada guru bahasa Jepang nya, guru yang sudah berusia tiga puluh tahun, Pak Ryota yang sangat berjasa untuknya. Sungguh dalam benaknya, Rasyad tengah menangis dengan dikelilingi awan berwarna ungu dan garis-garis lurus yang seolah mengurung tubuhnya.

"Apa kamu berasal dari Indonesia?"

Tubuh Rasyad seketika menegap, kelopak matanya berkedip cepat saat mendengar ucapan orang tersebut. Ternyata bisa menggunakan bahasa Ibu, kenapa tidak berbicara seperti itu sejak tadi?! kesal Rasyad dalam hati. Ia sudah terlanjur malu karena menjawab pertanyaan dengan gugup dan ternyata orang di depannya bisa menggunakan bahasa Indonesia yang terdengar sangat fasih. Rasyad ingin mengutuk sahabatnya yang sedang di perjalanan rasanya saat ini juga.

"Iya, saya berasal dari Indonesia. Maaf, sebelumnya apa anda ingin menjemput sepupu?" tanya Rasyad.

"Ah itu, iya, saya ingin menjemput-"

"Ojisan Chiko!" seru seseorang dari arah kiri, membuat mereka berdua menoleh kearah suara tersebut dan menemukan seorang pria yang memiliki postur tubuh mirip dengan Rasyad saat ini. menoleh kearah pria yang berada di hadapannya, Rasyad meghembuskan napas lega, pantas saja paman ini mengira aku adalah orang itu, postur tubuh kami ternyata mirip, bahkan sama. Ujar Rasyad dalam hati.

"Ah maaf, saya harus pergi, sekali lagi maaf untuk yang tadi ya," ujar orang yang bernama Chicko itu berpamitan dan pergi meninggalkan Rasyad seorang diri dengan senyum yang masih merekah di wajahnya. "Ah, Paman, hati-hati!" ujar Rasyad yang ternyata masih mampu terdengar oleh Chicko, membuat pria tersebut menoleh kearahnya dengan mengangguk sekali dan tersenyum.

Rasyad mengangkat ponsel yang sebelumnya masih terhubung oleh sahabatnya dan mengernyit saat ponselnya mendadak gelap. Mengetuk layar satu kali, Rasyad melihat beberapa telepon masuk dari sahabatnya dan satu pesan yang menanyakan apa ia baik-baik saja saat ini. mendengus geli, Rasyad mengetik pesan balasan, kemudian menunggu di kedai kopi yang tidak jauh dari bandara.

Masuk ke dalam kedai, Rasyad memilih untuk memesan kopi hitam dan roti bakar untuk mengisi perut selama menunggu. Setelah memesan, ia mencari tempat duduk yang dekat dengan jendela yang menghadap langsung keluar, menyuguhkan pemandangan yang benar-benar menyejukkan matanya.

Menghembuskan napas panjang, Rasyad melepas long overcoat yang ia gunakan, melipatnya menjadi dua, kemudian meletakkan di atas koper abu-abu yang senada dengan warna coat yang ia pakai. Rasyad meletakkan ponsel di atas meja sebelah kanan dan memandang keluar jendela, tangan kirinya menopang dagu selama menunggu pesanan.

Rasyad tidak menggunakan ponsel saat tengah berlibur, hanya menerima beberapa panggilan dari orang-orang penting yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Ia hanya ingin mencari waktu untuk berlibur dan menenangkan diri setelah empat tahun berkutat dengan pekerjaan yang sangat amat menyita waktu untuk beristirahat dan bertemu dengan keluarganya.

Ponselnya bergetar di atas meja, menampilkan satu orang yang sejak tadi sibuk menghubunginya dan mengumpat untuknya. Menggeser tombol hijau, ia mengangkat ponsel itu kemudian mendekatkan ke teliganya.

"Ya, ada apa lagi?" tanya Rasyad dengan pandangan yang menatap keluar.

Rasyad bisa melihat sahabatnya itu seperti anak yang kehilangan kedua orang tuanya di tempat ramai. mendengar jawaban sahabatnya, Rasyad sedikit menahan tawanya karena melihat raut wajah yang sahabatnya itu perlihatkan.

"Pergilah ke sebrang bandara, kau melihat kedai kopi kan?" Terdiam sebentar, Rasyad mendongak dan mengucapkan terima kasih pada pramusaji yang mengantarkan pesanannya. Rasyad tidak bisa melambaikan tangan keluar karena kaca kedai kopi ini berwarna gelap jika dilihat dari luar. "Aku berada di kedai itu, jadi kau cepat datang kesini jangan seperti anak hilang karena berdiri di sana seorang diri."

"Ya, aku tutup teleponnya."

Kaki kanannya terangkat dan bertumpu pada kaki kiri, Rasyad mengangkat cangkir yang berisi kopi hitam dengan cara yang sangat indah, membuat beberapa orang menoleh kearahnya dengan pandangan bertanya sekaligus kagum dengan cara meminum kopi yang Rasyad lakukan.

Jari kelingkingnya terangkat, tangan kirinya menyentuh piring yang sebelumnya menjadi tatakan cangkir putih tersebut. Kedua matanya terbuka, bertepatan dengan pintu kedai terbuka dan menampilkan salah satu sahabatnya yang tengah menatap tajam kearahnya. Berjalan tergesa-gesa, sahabatnya itu menarik kursi bercat hitam ke belakang dan menempatinya dengan raut wajah yang menampilkan kekesalan.

"Ada apa?" tanya Rasyad dengan meletakkan cangkir dan piring kecil ke tempat semula.

Meja itu di gebrak, membuat beberapa pengunjung menoleh kearah mereka, bahkan salah satu karyawan yang berada di dekat mereka sampai menghampiri mereka berdua dan bertanya kepada Rasyad apa orang yang baru tiba itu mengganggunya atau tidak. dengan senyum ramah, Rasyad mengatakan jika orang itu adalah sahabatnya jadi tidak mengganggu sama sekali.

"Lihat, seharusnya kau lebih tenang saat bertemu denganku." Ujar Rasyad.

"Kau ingin aku tenang setelah kau membuatku jantungan begitu?!" jawab Naraya dengan sedikit tinggi membuat Rasyad menaikan sebelah alisnya.

"Memangnya apa yang aku lakukan sampai kau jantungan?"

Menyandarkan punggung pada sandaran kursi, Rasyad melipat kedua tangannya lalu menyimpan kedua tangannya diatas pahanya dengan penuh perhitungan, sampai membuat orang-orang kembali menatapnya dengan tatapan terpukau karena Rasyad duduk di tempat yang terkena cahaya, dan semakin membuat ia semakin bersinar dimata orang-orang yang menatap kearah mereka berdua.

"Berhenti." Ujar Naraya.

"Berhenti untuk?"

"Berhenti melakukan hal yang saat ini kau lakukan."

"Memangnya apa masalahmu?"

Memejamkan mata dengan kepala yang bergerak. Naraya menghembuskan napas berat kemudian menunjuk orang-orang yang berada dekat dengan jangkauan meja mereka menggunakan ibu jari, membuat Rasyad menoleh ke arah kiri dengan pandangan sedikit penasaran.

Dan benar saja, semua orang menatap kearahnya dengan kedua mata yang berbinar. Membuat Rasyad mengerutkan dahi dan berkedip cepat, kepalanya menghadap keluar jendela dengan tangan kanan yang terkepal terangkat keatas dan berdeham beberapa kali sebelum menatap Naraya yang saat ini tengah menyeringai usil kearahnya.

"Bagaimana, masih ingin menebar pesona walaupun kau mengatakan kau tidak bermaksud seperti itu?" tanya Naraya mengejek.

"Aku benar-benar tidak bermaksud, kau tau itu kan Nara."

"Ya, aku sih paham saja. Tetapi kau memang terlalu memikat sepertinya."

Melambaikan tangan di depan wajah dengan raut wajah geli. Rasyad menyuruh Naraya untuk berhenti mengatakan hal itu karena terdengar sangat menggelikan sekaligus menjijikan jika sahabatnya yang mengatakannya.

"Kau lebih baik memesan sesuatu, aku yang akan membayarnya."

"Benar begitu?"

"Ya, anggap saja itu permintaan maafku karena mengganggu waktu liburmu yang berharga."

"Wah, semoga kau sering-sering mentraktirku Syad."

"Tidak ada kata dua kali dalam hidupku."

"Ya... ya... ya..."

Naraya beranjak dari tempat duduknya, kemudian memesan kopi latte dan makanan berat. Rasyad terus memandang keluar jendela kedai, entah mengapa rasanya benar-benar damai. Walaupun selama di Jakarta ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, namun Rasyad selalu menyempatkan diri untuk bernapas di ruangan kosong yang berada di luar dari kantor.

avataravatar
Next chapter