webnovel

Pindah

"Aulia, bangun sekarang kemasi barang-barangmu" Suasana pagi macam apa ini, baru juga tidur delapan jam, sudah dibangunin saja sama ibu. Kenapa setiap Aulia ingin tidur nyenyak pasti ada saja kejadian di luar nalar.

"Ada apa sih Bu? Teriak-teriak gitu, mana masih pagi juga, lima menit lagi dah." Dan Aulia masih melanjutkan jalan ninja nya, tidur pulas.

"Hei, apa katamu? Ini sudah jam sebelas pagi, dasar anak ini" Cara membangunkan Aulia yang baik dan benar adalah dengan menurunkan suhu AC menjadi sepuluh derajat dan kemudian menarik selimutnya, dia pasti akan segera meninggalkan kamar dan kasur kesayangannya. Anak gadis itu tidak betah dengan udara dingin.

Aulia mulai menggigil ketika ibunya meninggalkan kamar itu. Hal seperti itu sudah sering terjadi karena ya susah sekali membangunkan Aul kalau dia sudah tidur seperti itu, terlebih lagi di kamar dan kasur kesayangannya.

"Aduhhh.. dingin banget sih, mesti ibu nih yang gini, aku masih ingin tidur" Aulia mulai membuka matanya dan bertahan disuhu yang dingin. Karena sudah tidak kuat lagi, akhirnya dia bangkit dan berlari menuju ruang makan, tentu saja untuk sarapan pagi.

"Ibuu, kenapa melakukan itu kan aku kedinginan, tega sekali" Ya begitulah Aulia, sedikit menyebalkan memang. Ibunya hanya menghela napas melihat anak gadisnya itu. "Lebih tega mana? Jika Ibu tidak membangunkan lalu, lalu kau ditinggal di rumah sendirian." Aulia tampak terdiam dan berpikir sejenak. Sepertinya dia teringat akan sesuatu.

"Tunggu Bu, apa kita pindah rumah ke rumah nenek sekarang? Apa tidak terlalu cepat? Bahkan aku belum pamit sama teman-teman ku" Aulia terkejut mendengar ibunya mengatakan demikian. "Makanya, kalau orang tua berbicara ya didengarkan, kamu kan malah haha hihi." Aulia termenung, dia bingung sebenarnya ibunya itu sedang membahas masalah yang mana.

"Berarti semalam waktu vidcall sama Kak Zelfan sedang bahas itu ya Bu?" Dia masih terlihat santai dan mulai teringat sekarang jika semalam keluarganya sedang vidcall (vidio call). "Aulia, habiskan makanan mu, bergegaslah mengemasi barang, jika kamu butuh sesuatu untuk dibeli, segera menyusul Ayah di minimarket, sebelum kakakmu datang menjemput kita." Nada ibu yang sekarang sedikit keras dan mengangetkan Aulia. Anak itupun bergegas menuju kamar dan mulai mengemasi barang yang akan dibawa pindah.

Tak lama kemudian, dia kembali lagi menghampiri ibunya. "Bu, Ayah masih lama kan? Aku mau nyusul."

"Ya sudah sana, tapi naik sepeda, motor mu sudah dibawa ke rumah nenek, hati-hati di jalan." Tanpa berpikir panjang, Aulia segera menaiki sepeda menuju minimarket tempat ayahnya berbelanja.

"Aulia, kamu sedang apa disini? " Itu Yudi, sahabat baik Aulia di kota ini, yang melihat Aulia datang menggunakan sepeda, padahal cuaca sekarang cukup panas biasanya Aulia anti sama hal yang begini. " Ya belanja lah, masak iya aku mau sekolah. Kamu sendiri ngapain disini?" Aulia kebingungan, menengok kanan-kiri mencari keberadaan ayahnya. "Ini kan minimarket keluarga ku, dan satu lagi ini akhir pekan jadi aku membantu. Kalau kamu mencari ayahmu, coba deh lihat bagian rak sabun sepertinya tadi aku melihat ayahmu disana" Jawaban Yudi yang tau kalau Aulia kebingungan pasti sedang mencari seseorang.

Aulia masih kebingungan, padahal yang dibicarakan Yudi sudah jelas. "Ahhhh ketemu, daa Yudi" Mata Aulia menangkap sang ayah, kemudian berlalu menghampiri dan ayahnya tanpa menghiraukan Yudi yang ada di hadapannya. Gadis itu memang begitu, jika dia sudah panik atau kebingungan pasti kehilangan konsentrasi dan tidak fokus.

"Ayahhhh" Teriakan yang cukup kencang itu membuat pengunjung minimarket kaget dan hampir semua yang berada di tempat itu melihat kearahnya. Sepertinya ayah juga kaget karena itu tiba-tiba sekali. "Pelankan suaramu Aul, seperti di hutan saja teriak seperti itu." Nada bicara ayah kali ini cukup sadis. Aulia melihat sekelilingnya dan ternyata benar, banyak pengunjung yang melihat kearahnya. "Ah ahaha mohon maaf ya semuanya, selamat berbelanja kembali, dan semoga anda semua sehat selalu."

'Aduhh aku ngomong apa sih nggak jelas ah'

Batin Aulia seperti itu. Kali ini pipinya memerah karena malu dilihat banyak orang dengan tingkahnya yang cukup absurd itu. Kemudian dia melanjutkan mencari barang yang sedang dia butuhkan.

"Aul, setelah ini temui lah Yudi, kamu pasti belum pamit dengannya kan?" Seakan ayah bisa membaca pikiran orang lain, padahal Aulia memang lupa pamit pada Yudi karena panik dan kebingungan sebelum ketemu ayah.

"Baik ayah, terimakasih sudah mengingatkan, ini barangnya yah, daaa ayah" Aulia meletakkan barang yang sudah didapatkan ke troli yang dibawa ayahnya. Troli yang dibawa sudah penuh, padahal hanya untuk bawaan ketika pindah rumah saja tapi beli barangnya banyak juga seperti belanja bulanan.

Aulia menghampiri Yudi yang saat itu sedang di dekat pintu minimarket memindahkan galon dan tabung gas LPG. "Hei Yudi, aku mau pindah rumah hari ini." Aulia sedikit sedih mengatakan hal itu, mengingatkan Yudi adalah bagian dari kenangannya di kota ini. "Ah iya Aul." Melihat jawaban itu membuat hatinya tergores, tidak disangka jika sahabat nya itu akan biasa saja melihat Aulia pergi jauh dan entah kapan akan bertemu lagi. "Haaa.. Apa Aul kamu mau pindah hari ini?" Aulia kaget, namun dia juga melihat kalau Yudi lebih kaget. Sepertinya Yudi belum sepenuhnya sadar dengan apa yang dibilang Aulia, hampir saja Aulia meneteskan air mata karena jawaban Yudi yang tadi.

"Ah kamu ini nggak seru Yud, jawabannya telat. Aku ngga suka." Melihat hal itu, Yudi hanya tertawa. "Woy Aul, nggak usah nangis lu, muka udah jelek banget gitu ih, nggak malu apa? Hahaha" Yudi tertawa lagi, tampaknya dia tau mata Aulia berkaca-kaca kala itu.

"Heh Yudi, kalau kerja yang bener, katanya mau bantuin" Kakak Yudi menggoda adiknya yang sedang berbincang dengan Aulia, karena Yudi juga baru sekali ini membantu di minimarket, biasanya dia langsung cabut main sama teman-temannya termasuk Aulia. "Tau ni Yudi, marahin aja Kak Bram biar tau rasa." Sambil menepuk pundak Yudi dan nada bicara Aulia sebal. "Yud, gue cabut duluan ya semangat kerjanya." Aulia pamit dan berlalu dari situ, pulang ke rumah.

Dalam perjalanan pulang itu hati Aulia bergejolak seakan menolak, namun dia dan keluarganya harus tetap pindah agar bisa menemani neneknya diusia senja. Terlebih lagi pekerjaan Kak Zelfan yang semakin menyita waktu dan jarang menemani nenek.

"Aul pulang Bu, ayah masih antri di minimarket jadi ku tinggal pulang." Sembari memarkir sepedanya di garasi dan Ibu sedang menyapu halaman rumahnya.

"Brrmm.. brrmm..."

Terdengar suara mobil yang sudah lama tidak didengar Aulia yang sedang menghampiri ibunya. Tiba-tiba mobil itu berhenti tepat di depan rumah Aulia.

"Kak Zelfan?" Aulia sedikit terkejut.

Next chapter