1 ATTHA DAN AFIFAH

Alam mengatakan sebuah rasa cinta berpadu dalam sebuah ikatan, walau jarak antara banua memisahkan antara kedua insan yang saling mencintai, apalah khayalan untuk bersatu jika malaikat pun akan merasakan  kematian, kehidupan seseorang yang belajar dari alam, mereka tahu rasa akan saling melengkapi dalam kehidupan ia harus mencari pasangan hidupnya.

   Pria bugis yang berkelana ke pelosok negeri berdagang ke negeri melayu, ia tinggal di sana memperdagangkan barang-barangnya. Sebuah pakaian yang banyak diminati bangsawan, hingga suatu hari ia bertemu satu pelanggan seorang wanita, ia hanya mengaguminya dari dalam hatinya, ia pun membayangkan sosok wanita itu dalam bayangannya dan hatinya berkata " yang kau kenakan dalam pakaianmu itu, tidaklah cukup berarti bagiku, kau hadir mengenakan pakaian itu dariku, namun warna cerah itu tidak menutup warna kulitmu yang cerah, mata yang bulat ke hitaman itu memancarkan penglihatan yang tajam, apabila dipandangnya menunduklah penglihatanya ". (kata dalam hatinya itu ) Hingga datang saat yang ditunggu-tunggunya mendapatkan pesanan dari wanita yang dikaguminya itu, hingga ia terbangun pagi-pagi bersemangat menyambut hari itu, ia akan bertemu dengan wanita yang ia sering bayangkan itu. 

   Hari itu cuaca yang tidak mendukung, hujan pun turun dengan derasnya sambil menunggu wanita itu untuk datang, jatuhnya hujan menjadi nada lagu untuk menemaninya dalam kesendiriannya sambil menunggu, tak lama kemudian ada dua orang berteduh dalam derasnya hujan. Mereka  bercakap-cakap menggunakan bahasa bugis lalu mereka di sapa oleh pemilik toko itu, yang sedang menunggu wanita itu, lalu ia memperkenal kan dirinya kepada orang, yang baru ia temuinya di negeri melayu, ia pun berkata kepada kedua orang itu. 

   " saya tahu bahasa yang tuan gunakan Itu bahasa bugis bukan, kebetulan saya juga lahir beradat suku bugis bolehkah saya berkenalan dengan tuan.( ia pun saling berjabat tangan satu sama lain, dan melanjutkan pembicaraannya) Kebetulan saya yang jaga di sini, saya hanya pedagang nama saya athahillah yang berarti karunia Allah dan biasa orang memanggilku dengan sebutan Attha. Namun kadang pula orang memanggilku dengan nama orang aneh, aku mengatakan sesuatu kepada seseorang yang saya sukai tanpa harus berfikir, bagaimana sebab akibatnya. Namun hanya ada satu yang membuatku kaku, aku seakan-akan terpaku, sulit sekali rasanya saya memperkenalkan diriku pada wanita yang saya sukai, jantungku berdetak lebih kencang aku tidak bisa berkata lebih banyak ketika waktu itu terjadi ". 

   Dengan senyum di wajahnya seakan-akan pria itu dengan tenang mendengar perkataannya, ia mengerti tentang perbedaannya biarpun dari pulau yang sama, pemuda itu pun menjawabnya.

   " anak muda yang jujur serta transparan kepada siapa pun ?( sambil melirik temannya tanda ia sedang bercanda), anda memang sangat cocok memakai nama itu, nama itu seperti hujan memberikan rahmat kepada hewan dan tumbuhan tanpa harus tau darimana datangnya rahmat itu, ternyata karunia Allah lah yang turun tanpa kita sadari. Saya senang bisa bertemu dengan tuan nama saya ghibran ibuku memberikan nama itu karena ibuku suka sekali bersilaturahmi dia rela bepergian jauh untuk mengunjungi sahabatnya di negeri seberang sehingga ibuku memberi nama padaku ghibran artinya yang menyatukan dan ini sahabatku dia sudah lama tinggal disini kalau masalah bela diri dia jagonya namanya Abdul jalil biasa dipanggil jalil ( Jalil yang dikenal tidak banyak bicara diperkenalkan dirinya oleh Ghibran) "

   Mereka pun berbincang-bincang saling berbagi cerita suka dan duka tanpa harus berkenalan lebih jauh lagi seperti mereka sudah kenal cukup lama, Attha yang menengok kanan kiri menunggu seorang wanita yang tak kunjung datang akhirnya ia memutuskan untuk merapikan barang dagangannya lalu pergi dengan sahabat barunya, Attha sangat senang akan hal itu, sebuah persahabatan yang dibalut dari tidak sengajaan menjadi penutup luka sendirinya Attha selama ini, menjadikan penghibur dalam kesunyiannya, kehidupannya yang berjuang sendiri kini telah ditemani oleh sahabatnya, mereka sering mengisi waktu untuk berjalan-jalan, untuk  melihat keadaan lingkungan sekitarnya, tempat indah menjadi hiasan yang menemani perjalanannya. Hingga tiba suatu saat ia tidak sengaja bertemu dengan wanita yang memesan barangnya tadi, pada sore harinya mereka berbincang bersama sahabatnya lalu mereka saling berkenalan satu sama lain Atthapun berkenalan dengan wanita itu dengan rasa grogi.

   " saya Attah ini teman saya jalil dan ini ghibran (sambil menunjuk kedua temannya) kebetulan saya bisa bertemu dengan engkau, waktu itu saya menunggu kedatanganmu namun hari itu juga hujan, jadi saya rasa anda tidak perlu mengambil pesanannya, kalau berkenan biarkan saja saya yang mengantarkannya, siapa tahu saya bisa bersilaturahmi? dengan orang tuanya "

  Hatinya pun bergetar dengan wajah merah di mukanya, namun Attha hari itu berbeda dengan hari sebelumnya, ia diberikan kekuatan entah dari mana keberaniannya itu datang?, untuk mengatakannya itu semua, di jawablah oleh wanita tersebut.

   " nama saya Afifah, sebelumnya saya meminta maaf soal kelantangan saya, bukannya saya menolak niat baiknya untuk mengantarkannya namun saya takut ada laki-laki yang mencari saya di rumah, ayahku pun pasti marah melihatmu, sudikah mengantarkannya di tempat ini, rumah saya tidak jauh dari sini dan ini teman saya namanya Aliza ia sahabat saya dari kecil "

   " kalau begitu saya permisi dulu insya Allah besok saya akan datang kebetulan sahabat saya punya urusan sedikit, jadi saya tidak bisa berlama-lama assalamu'alaikum "

   " waalaikumsalam " jawab Afifah

   Keesokan harinya Attha datang ke tempat yang dijanjikan itu bersama temannya Jalil mereka menunggu berdua datang, namun yang datang hanyalah Aliza sahabatnya, mereka pun heran melihat Aliza kenapa dia yang datang? bukankah dia menunggu Afifah, (bertanya dalam hatinya ) namun jalil yang menaruh perasaan terhadap Aliza merasa senang ketika Aliza yang datang ( tatapan Jalil menggoda Aliza), dengan penesaran Attha pun bertanya kepada Aliza tanpa memperhatikan mata Jalil yang mengagumi Aliza.

   " dimana Afifah? bukannya dia telah berjanji untuk bertemu denganku disini, saya sudah menunggu kedatangannya, apakah dia mengingkari janjinya lagi?"

   Jalil tak memarhatikan percakapan mereka matanya tertuju pada anak-anak yang berantem Jalil langsung mererainya namun anak itu tidak terima dengan kedatangan Jalil, lalu Jalil menerima pukulan yang membekas di wajahnya, Jalil pun marah namun anak itu berhasil kabur Jalil dengan wajah kemarahan dan emosi menahan amaranya ketika di lihat oleh Aliza, Aliza pun melanjutkan pembicaraannya dengan Attha dan berkata kepadanya.

   " Afifah tidak seperti itu, Afifah jatuh sakit karena kehujanan kemarin, dia memaksakan untuk bertemu denganmu namun, yang terjadi hari itu datang bersama orang tuanya dan melarangnya untuk menemuimu di tengah perjalanan, namun dia sudah terlanjur kehujanan jadi kurang lebih seperti itulah ceritanya, sehingga Afifah sakit…(dengan suara yang sedikit meninggi mengatakannya) kemarin yang engkau lihat Afifah menahan sakitnya di hadapanmu. Seolah-olah dia pura-pura sehat di hadapanmu namun hari ini dia benar-benar sakit dan tidak dapat menemuimu lagi, walaupun bersikeras menemuimu hari ini, pasti juga dilarang sama orang tuanya Begitulah kejadian sebenarnya "

   Attha pun merasa bersalah atas kesalahpahamannnya terhadap Afifah, dia pun ingin bertemu dengannya dan menyelesaikan semuanya, lalu Attha berpikir untuk memberikan sebuah surat kepada Afifah, namun timbul keraguan dalam hatinya dia malu bertemu dengan Afifah, hingga Attha meniatkan menyuruh Ghibran, hingga ia pulang pun Attha langsung membuatkan surat untuknya. 

   Satu hari telah berlalu Attha pun meminta kepada ghibran untuk menyampai kan sepucuk suratnya itu! kepada Afifah, Ghibran pun bertanya kepadanya?.

   "kenapa bukan kau saja yang menyampai kan suratmu ini?!, kau lebih pandai bercakap daripada saya, kau pun terlihat menyayangi dia daripada saya, aku merasa rindumu akan sedikit terobati apabila bertemu dengannya, berangkat lah, apa yang kau tunggu ini kesempatan buat kamu menunjukkan bahwa kau bisa melawan rasa takutmu itu, saya pun tidak enak hati menyampai kan surat itu lantaran saya hanya sahabatnya, Sahabat dari teman berguru, dan tidak lebih dari itu kau lah yang pantas manyampaikannya ".

   Attha yang merasa kebingungan antara mendengarkan perkataan Ghibran atau tetap teguh pada pendiriannya, namun dengan sigap dan tak perlu berpikir panjang Attha berkata kepada Ghibran.

   " ku tak bisa melihatnya terbaring ditempat tidurnya karena ingin menepati janjinya dia rela kehujanan karena saya, aku bisa apa...? apakah dengan saya datang membuatnya ia sembuh....? itu adalah mustahil, aku hanya ingin memberikan dia semangat dalam suratku ini, kutuliskan rasa maafku juga di dalamnya, namun aku tak mahu dalam  memberikan semangat ini, ia melihatku dalam keadaan tersenyum seakan-akan aku bahagia diatas sakitnya, lalu bagaimana caranya saya memberikan semangat buat dia?, tolong lah kau adalah harapanku, harapan untuk membantu saya untuk memberikan surat ini, ajaklah Jalil untuk menemanimu dia akan senang ketika diajak ke sana, saya melihat dari wajahnya, kalau dia sedang jatuh cinta kepada Aliza kemungkinan Aliza juga berada di sana. "

  Ghibran pun terdiam mendengar perkataan Attah yang penuh dengan harapannya kepadanya, ia pun bersegera datang kerumah Jalil untuk menemaninya, sesampainya disana dilihatnya Jalil sedang mengobati lukanya Ghibran pun panasaran dan bertanya.

   " sedang apa kau, wah lagi habis berantem ya, bener-bener itu orang, gak tau apa teman saya ini, habis menjuarai turnamen silat se kabupaten, kenapa bisa lukamu separah itu? apakah kau tidak bisa mengalahkannya sebelum dia memukulmu? (dengan bertanya sambil  tersenyuman dengan ejekan) "

Dengan wajah marahnya sambil meletakkan obatnya itu dengan keras Jalil berkata kepada Ghibran.

   " kau tak tahu perjuanganku kepada Aliza aku menjaga anak itu namun aku yang kena pukulannya, aku tak mampu mengejarnya lantaran Aliza selalu memperhatikanku, aku pun tak bisa berbuat apa-apa, namun ada satu alasan kenapa saya bisa selemah itu?, itu karena kemungkinan saya jatuh cinta kepadanya "( jawab Jalil dengan napas teregah-egah dengan suara tinggi).

   " kebetulan kalau begitu sepertinya kau beruntung (terdiam sejenak lalu Jalil menegoknya lalu dilanjutkan lagi pembicaraannya) karena saya mau ke rumah Afifah kemungkinan juga Aliza berada di sana temanilah saya siapa tahu Aliza bisa melihat ketulusan hatimu? dan bisa menerimamu "

Dengan senyuman jalil tak berpikir panjang dan tidak lagi mempeduli kan sakitnya, jalil pun berkata.

   " ayolah berangkat cepat, ( berbicara sambil berjalan tergesah-gesah) jangan membuat Aliza menunggu lama! kau berjalan seperti pengantin saja, Semangatlah, sepertinya kau perlu jatuh cinta supaya kamu tahu semangat jatuh cinta itu seperti apa (dengan senyuman khas candanya itu)

   " macam mana pula kau ini? seperti emak-emak pula kau ini ngajarin saya, lihatlah dirimu sekarang kau terlihat kuat namun ketika jatuh cinta kau seperti emak-emak hehehe" sahut candaan Ghibran

   "males lah ngomong sama kamu, mau diberikan saran atau tidak pun, tetaplah saya yang salah, apa mungkin saya hanya pandai berantem hahahah..." (mereka saling berbincang bercanda dan tertawa dalam perjalanan)

   mereka pun sampai di sana dengan ketukan pintu tiga kali, lalu mengucapkan salam kepada tuan rumah tersebut.

   " assalamu'alaikum"

   "waalaikumsalam" di bukalah pintu itu, Ghibran yang merasa tamu tanpa ditanya pun iya langsung menyahut

   "saya temannya Afifah bu ingin menjenguknya, maaf atas kedatangan kami, kami tidak bermaksud mengganggu waktu istirahat ibu dan Afifah, kami hanya ingin bersilaturahmi sekalian ingin mengobrol sebentar bu"

   " justru kami senang bisa menerima kalian, masuklah nak ".

Mendengar perkataan ibu itu mereka pun membuka sepatunya dan kaos kakinya dan meletakkan sepatu nya paling luar di antara sepatu yang lainnya, ibu itu pun menegok nya dan berkata kepadanya.

   " nak sedang apa kalian? tidak usah membuka kaos kakinya!, rumah kami tidaklah terlalu bersih hanya untuk sebuah kaos kaki, duduklah nak, saya mau masuk dulu untuk memberitahu Afifah soal kedatangan ananda "

  Mula-mula kedatangannya sangat lah bersemangat namun kesopanan tuan rumah telah membuatnya tersimpul oleh perasaan tak enak hati rasanya berpakaian yang tidak layak berkunjung ke rumah seorang yang akan tinggi ilmu dan budi pekertinya yang luhur, seakan-akan tubuhnya terasa lemah, tidak bisa bercakap-cakap dengan temannya takut salah dalam berucap, diam tanpa kata namun isi hatinya penuh dengan kata-kata, dalam tandukan kepalanya ke bawah dengan muka muram ingin rasanya menutup wajahnya itu dengan kain yang berlapis-lapis. Kedatangan ibu Afifah membuatnya langsung tersenyum memperlihat kan wajah ceria nya itu, walau dalam hati tidaklah begitu bahagia, dia melawan perasaan hatinya yang terbelenggu dalam ke kakuan dan ketidakpercayaan dirinya.

   Detak kaki terdengar melangkah ternyata yang keluar dari bilik kamar itu Afifah dan Aliza sambil dipegang tangannya Afifah dengan keadaan wajah pucat, melihat keduanya yang datang ternyata adalah jalil dan Ghibran, lesunya pun semakin bertambah, Afifah menjamu tamunya duduk berempat, Afifah yang tidak mampu menahan bicaranya menanyakan perihal ketidakhadirannya Attha.

   " dimana Attha? aku ingin bertemu dengannya ada yang ingin kusampaikan, sebuah harapanku untuk menemuinya, namun aku harus menyampaikan sebuah maaf ku kepadanya aku sudah dua kali berjanji kepadanya namun tak satupun yang ku tepati, dimanakah dia, dimana ia tinggal...? setelah sakitku aku akan menemuinya dan sampaikanlah salamku kepadanya jika kalian bertemu" 

  Mendengar perkataan Afifah, Ghibran dan jalil pun itu kagum dengan kata-katanya, mereka tahu akan kelakuannya selama ini, mereka melakukan kesalahan tanpa tahu salahnya dimana ? dan tak tahu minta maaf dangan kesalahan  dan mana juga yang harus diperbaiki?, semuanya seakan-akan serba salah, wajahnya yang di tundukkan dan tak bisa menatap mata Afifah dan Aliza hingga keberaniannya selama ini kini telah menjadi seperti budak di tangan majikan, dengan suara rendahnya itu Ghibran menjawab pertanyaan Afifah

   " Attha sebenarnya ingin bertemu juga dengan engkau Afifah namun Attha tidak tegah melihatmu sedang sakit, dia sudah tau akan ke ketelusanmu Afifah untuk bertemu denganmu, anda basah kehujanan hanya untuk menepati janji, itulah yang membuat Attha tak tega bertemu, seakan-akan dia merasa bersalah atas kejadian itu, namun dalam hatinya ingin sekali bertemu denganmu namun rasa bersalahnya jauh lebih besar daripada rindunya itu, dia hanya menitipkan surat untuk Afifah baca, semoga dengan surat ini, dapat mengurangi bebannya dan bebanmu juga, trimalah surat ini biar saya lega dari amanah ini yang diberikan kepada saya (dikeluarkan surat itu dari saku kanannya dan melanjutkan perkataannya) terimalah!.... Attha akan senang jika tau telah ku sampai surat ini, aku akan menyampai kan surat ini diterima dengan baik dan Afifah pun menerimanya dengan senang hati, aku pun akan menyampaikannya kau telah salah menilai Afifah ternyata dia sudah menunggu kedatanganmu, kau telah salah memilihku memberikan surat ini, aku hanya ingin membuat dia menyesal supaya dia tidak lagi mengulang kesalahannya itu "

  Mendengar jawaban itu Afifah tersenyum sambil mengambil surat yang ada di tangan Ghibran lalu ia pun berkata.

   " aku merasa legah mendengar ucapanmu, aku menerima surat ini dengan senang hati ". Ia benar-benar bergembira menerima surat pertama darinya. 

Surat Buat Afifah

  Afifah meminta izin masuk ke kamarnya dia sudah tidak sabar membaca suratnya itu, dengan senyuman malu di wajahnya meminta Aliza untuk menjamu tamunya, wajah murung durja itu kini telah kembali ceria seperti layaknya seekor burung dilepaskan dari kandangnya mencari makanan di pagi hari, di balik jendela kamarnya menatap halaman yang luas dengan genggaman kuat kertas di tangannya di bukanlah surat itu.

Dari Attha buat sahabatku Afifah

  Semenjak aku melihatmu aku tahu, dari wajah itu kau memancarkan wajah kesungguhan, kesungguhan untuk mempercayaimu namun dikala hujan yang turun itu membuatku berpikir dua kali akan jejak kaki yang ku tunggu kedatangannya, namun yang kutemui bukanlah yang ku tunggu

namun tuhan tidak menyanyiakan harapanku, tuhan mengirimkan dua seorang sahabat yaitu Ghibran dan jalil yang ku titipkan surat ini kepadanya  untukmu, sejak itu aku merasa salah menilaimu setelah ku tahu semuanya dari Aliza sahabatmu, engkau berusaha hadir untuk menepati janjimu, kau rela berhujan-hujanan sampai sakit, 

ku menunggumu Afifah...

Sampai ibumu menyuruhmu pulang pun aku tetap ingin menunggumu... jika waktu itu ku tahu isi hatimu Afifah, yang tulus datang kepadaku. 

   Hari ini kutuliskan sebuah pengharapan sebuah isyarat tentang kekuatan bagaimana bisa melalui semua ini, di kala waktu sakit, sedih dan kecewa yaitu kekuatan tentang kasih sayang yang memberikan semangat kepada siapa pun yang dihampirinya oleh rasa cinta itu dendiri, hujan turun telah menghiasi cerita kita tentang kebaikan di balik hujan, hujan mengalirkan manfaat kepada tumbuhan dan mahluk lainnya, namun guntur yang hanya bisa bersuara lebih keras daripada hujan hanya memperdengarkan kalau hujan sebentar lagi akan turun, aku pun begitu ku hanya bisa bersuara dalam doaku semoga kau cepat sembuh Afifah, biarkan hujan itu turun seperti menyirami tanaman di tengah musim kemarau, begitu pun dengan doaku, moga-moga tuhan memberkati kita Afifah dengan kesembuhanmu. 

   Terkadang pengharapan itu akan datang dibalik cobaan dan ujian, ini hanyalah suatu proses yang membuat kita kuat dalam sebuah persahabatan, lupakanlah tentang masa lalu itu, kita harus berubah dari musim pancaroba ini, kehidupan memang sulit ditebak manakalah kita memprediksi hujan namun yang datang musim kemarau, ketetapan adalah berubah dari setiap perjalanan kehidupan. 

   Semangatlah Afifah ku tunggu kedatanganmu masih ada waktu untuk kita bisa bertemu, selama kita masih di bawah langit yang sama, beritahu aku Afifah jika sudah sembuh dari sakitmu, Aku tidak bisa berlama-lama tidak mendengar kabar darimu, kapan kita bisa berjumpa?, dalam malam kutuliskan surat ini untukmu diiringi suara jangkrik yang sedang menikmati nyanyian malamnya, begitu pula harapanku kepadamu kuingin mendengar suaramu, biarpun itu hanyalah suara sakitmu yang membuat hatiku sakit namun setelah rasa pengharapan itu datang ku ingin merasakan sakit bersamamu biarlah kita menanggung suka dan duka bersama kita pikul bersama, ringan sama-sama kita jinjing, biarlah matahari menyinari perjalanan kita, kita tumpahkan keringat bersama-sama Afifah, biarlah alam mengirimi perjalanan kita, maaf jika saya salah saya hanya manusia yang terkadang keliru dalam menentukan keputusan dan terkadang pula dalam menilai seseorang, ku hanya bisa memberikan apa yang saya bisa?, tapi yakinlah maafku bersungguh-bersungguh Afifah. Kita akan memulainya, memulai dari apa yang belum pernah terjadi?.

Attha

   Rasa itu datang kepada Afifah, ketika membaca suratnya itu, Afifah yang bermuka pucat kini telah sedikit pulih dari sakitnya, berwajah ceria kemerahan-merahan, keringatnya pun tercurah, 

berkali-kali Afifah memahami isi yang ada dalam surat itu, goresan tangan yang dituliskan Attha menggunakan perasaan, menyentuh perasaan Afifah. 

  Afifah yang ingin cepat-cepat sembuh bertemu segera dengan Attha, harinya pun berubah, makanan yang biasa tidak dihabiskan kini telah dihabiskan. Seakan-akan makanan tidak dihiraukan, makanan kesukaan dan makanan lainnya kini menjadi sama, air putih kini menjadi anggur merah, rasanya itu tidak dapat diungkapkan, bumi telah terbalik, kini malam menjadi hari yang cerah dan telah melupakan malam yang gelap itu tanpa penerang. 

   Seminggu telah berlalu Afifah, yang sudah sembuh dari sakitnya, ingin cepat-cepat bertemu dengan Attha, namun tempat yang Attha tempati telah mengalami penggusuran, Afifah yang bertanya-tanya tentang kemana pindahnya orang yang tinggal di tempat ini namun tidak satu pun yang mengetahuinya. 

   Namun Afifah yang baru sembuh dari sakitnya tidaklah putus asa Afifah mencari sahabatnya, kerinduannya kepada Attha tidak bisa diungkapkannya iya terus mencari keberadaan Attha, dengan jalan yang tidak seperti biasanya Afifah terburu-buru menemui sahabatnya hingga sampai di rumah Ghibran, dan bertanya kepadanya.

   " dimana Attha apakah engkau melihatnya? di tempatnya yang biasa sudah tidak ada lagi, tempatnya telah digusur, saya ingin bertemu dengannya akan kusampaikan jawabannya dari isi suratnya itu, aku benar-benar ingin bertemu dengannya tolonglah!"

   "aku pun tak tahu kemana Attha? dia orang baru tak tahu dimana rumahku?, dan tak tahu pula kemana harus mengadu, namun aku akan bantu mencarinya, cuma dia satu-satunya sahabatku yang bisa mengubahku, aku tahu Attha orang baik melihat seorang wanita sedih pun dia tak mampu apalagi harus menyakitinya, mohon bersabarlah! pulanglah dulu!, aku takut ayahmu khawatir apalagi kamu baru sembuh dari sakitmu, nanti kamu jatuh sakit lagi, kalau Attha mengetahuinya pasti Attha akan merasa bersalah lagi dan tak mau menjengukmu, berhenti lah bersedih pulanglah! biarkan saya dan Jalil mencarinya " sahut Ghibran

  " saya mengerti perkataanmu, saya akan pulang namun tolong beritahu aku secepatnya jika sudah bertemu dengannya aku akan menemuinya dan mengatakan kepadanya jangan pergi lagi tanpa kabar, aku bisa sakit kalau tidak bisa menemuinya secepatnya "

  Afifah pun pergi dengan wajah bersedih dia tak tahu siapa lagi yang mengerti perasaannya itu?, seakan-akan cuma Attha yang mampu mengobati sedihnya, dia langsung pulang ke rumahnya setelah mendengarkan perkataan Ghibran, sesampainya di rumah di lihatlah oleh ayahnya dan menanyakan parihalnya

   " kenapa engkau bersedih anakku, apakah karena laki-laki?, akhir-akhir ini engkau sering tersenyum dan bersedih, ayah tahu kalau putriku sedang jatuh cinta, siapakah yang berani membuat putriku bersedih katakan lah anakku!, apakah dia juga sahabatnya Aliza yang dulu berkunjung ke sini?, kalau memang benar biarkan ayah memberitahukannnya!"

   " ayah tenang saja anak itu baik kok ayah, cuman hari ini saya terlalu bersemangat untuk menemuinya karena itulah saya bersedih karena hari ini dia sudah pindah, saya tidak tahu dimana keberadaannya sekarang?"

   " yang ayah lihat, anak itu sedang menarik perhatian Aliza, saya takut kamu juga ikut dalam pergaulan yang salah, anak itu kelihatan dari wajahnya habis berantem, ayah gak mau kamu bergaul dengan anak seperti itu. Biarlah ayah akan mengusir jika berani mendekati kamu, hari itu saya memakluminya karena kamu sedang sakit, tapi bisa jadi keesokan harinya ayah berubah pikiran tentang dia, bersabarlah jika hal itu terjadi anakku, saya tidak akan membiarkan dia mendekatimu "

  " Ayah tenang saja ia hanya pengantar surat, tidak lebih hanya sekedar teman, ayah belum menemuinya, saya yakin kalau ayah menemuinya pasti dia tidak mengecewakan ayah jika mempercayainya " sahut Afifah

   Sang ayah semakin penasaran siapa sosok yang selalu di bicarakan itu?, namun rasa penasarannya harus bisa dibuktikan, tanpa harus mendengarkan perkataan anaknya, ayahnya pun sedikit senang melihat anaknya sudah sedikit dewasa, Afifah membicarakan mengenai kebaikan tentang pria yang rasanya tidak bisa dipisahkan apabila itu adalah pilihan anaknya.

  Attha yang kebingungan dalam suatu pengharapan, memulainya dengan awal, perlahan-lahan dia mulai berkomunikasi dengan banyak orang, kepercayaan itu tumbuh setelah bertemu dengan Afifah, memulai dengan kehidupan baru yang Memiliki banyak sahabat, jaringannya pun bertambah.

  Tujuh bulan telah berlalu, hari libur telah tiba, Attha berkesempatan mengunjungi tempat wisata, dimana orang-orang telah berkumpul bersama keluarga mereka? riang bergembira, Attha yang duduk termenun dalam kesendirian hanya bisa melihat kegembiraan mereka, alam begitu indah dan mempesona namun tidaklah bagi Attha baginya sama saja, tanpa hadirnya pendamping dalam hidupnya, dalam genggaman batu di tangannya dipegang erat-erat batu itu, untuk melampiaskan semua keheningan hidupnya, lalu kebetulan di lihatlah sosok Ghibran sahabatnya, Attha pun menghampirinya.

   "Hy... Apa kabar? " tanya Attha 

   " Attha... alhamdulillah baik, lama tak jumpa!" (dengan senyuman di wajahnya) kamu kemana saja selama ini? Aku mencari, lantaran aku tak tega melihat Afifah bersedih atas kepergianmu"

   " oh yah, aku juga ingin bertemu dengannya namun aku takut mengatakannya, aku takut dia tidak bisa, menumuiku lagi lantaran aku hanyalah seorang pedagang yang tak tentu penghasilannya"

   " kamu tenang sajalah, Afifah tak seperti itu, dia menilai seseorang dari hatinya bukan karena jabatan dan penghasilannya, kau harus percaya diri, janganlah bertindak seperti orang yang tidak teguh pendirian, kau harus bersemangat, bersemangat untuk menyambut hari esok masih banyak yang harus diperjuangkan, kau pernah mengatakan aku adalah orang aneh itulah sifatmu kau harus menjadi seperti dirimu sendiri tanpa harus membedakan antara sahabat dan kekasih "

   " orang aneh, mengatakan semuanya tanpa harus berpikir, (bernapas lebih panjang) namun ku takut salah jika mengatakan yang sebenarnya dan resikonya aku harus kehilangan Afifah lebih menyakitkan jika aku harus rugi dalam berbisnis "

  Dengan keinginan yang kuat Ghibran menarik tangan Attha dengan kuat

  " ayolah cepat kan ku bawah kau menemui Afifah"

Orang di sekitarnya pun bertanya 

   "kenapa bang kok pake tarik-tarik?" 

   "saya mau membawanya bertemu dengan kekasihnya" jawab Ghibran 

  " dasar aneh " jawab pemuda itu sambil berjalan 

  " sudahlah jangan tarik-tarik orang melihat kita sebagai orang aneh" jawab Attha.

   Mereka pun berdua berjalan tanpa menarik lagi, menuju rumah Afifah dengan rasa bimbang dan takut dan harus memaksa kan kehendak Ghibran yang ingin melihat sahabatnya bahagia, dalam sebuah ikatan suci, sesampainya di rumahnya ditemui lah ayahnya Ghibran pun berkata kepada ayahnya Afifah.

   " maaf om, saya bisa bertemu dengan Afifah?!..."  

   " buat apa, lagian anak saya sudah ada yang lamar" jawab ayah Afifah 

   " saya hanya ingin menyampaikan pesan darinya bahwa saya harus mempertemukan dia dengan sahabat saya Attha, sekali ini aja, sebelum Afifah menikah dengan orang lain " sahut Ghibran

   " baiklah masuklah... duduk lah, saya panggilkan Afifah dulu"

   Rasa kepenatan selama ini kini telah sedikit terobati dengan pertemuan Attha dan Afifah, kisah cinta mereka berjalan dalam hubungan yang belum pasti banyak yang menghalangi mereka, hanya denyut nadi yang bergetar kencang apabila mereka bertemu namun mulut mereka hanya bisa menerima getaran dari hati tak mampu mengungkapkannya mereka hanya saling memandang satu sama lain, tak menentu kemana arah mata angin mereka bisa bernafas dalam detik kebersamaan, tatapan itu menghilang dari penglihatan Attha, Attha tahu sebentar lagi Afifah akan menikah, Afifah pun keheranan melihat wajah murung itu Afifah pun bertanya

   " apa yang terjadi selama ini?, kau menghilang, lama aku menunggu, sekarang kau datang dengan wajah murungmu itu, apa yang ingin kau katakan....? Katakanlah biar saya tahu apa yang membuatmu berpaling dariku?" tanya Afifah.

   " selama ini aku pergi karena saya digusur saya tidak punya tempat berjualan sehingga saya harus pergi menjauh dari kalian untuk mengadu nasibku, saya ingin membuktikan, layakkah saya hidup bertahan bersama kalian, namun hari ini ku berjuang sampai detik ini, orang lain sudah melamarmu Afifah, saya sudah lelah selama ini apalagi harapanku bersamamu Afifah?"

   " Berhentilah memikirkan segala hal yang membuatmu patah hati Attha, aku dilamar belum tentu saya menerimanya, kau harus membuktikan kaulah yang layak menjadi pendamping hidupku kelak, berjuanglah walau harimu melelahkan, suatu hari nanti akan ada kemudahan setelah kesulita " sahut Afifah 

   " kemudahan!!!.., selama ini aku sudah melawan masa sulitku, ku berjuang dengan harapan, namun harapan itu belumlah terwujud, setelah mendengar perkataanmu Afifah ku akan bangun dari mimpiku, bangun untuk bekerja untuk meraih kemenangan kita bersama Afifah "

  Pendengaran menjadi indra yang membuat antara mereka bersemangat, jauh dari hari sebelumnya, mereka terkurum dalam ketidakjelasan hubungan mereka, kini layaknya sebagai kepompong yang berubah menjadi ulat lalu terbang menjadi kupu-kupu melihat dunia yang luas, berkarya untuk sang kekasihnya, Attha yang awalnya murung kini meminta pulang dengan wajah gembira melihat Afifah yang masih memberinya pengharapan kepadanya, cintalah yang membuat mereka  selalu memanjatkan doa kepada tuhan sang pencipta alam semesta, untuk hubungan mereka menjadi hubungan yang suci. 

  Dengan perasaan bersemangat Attha pulang menuliskan puisi-puisi buat Afifah, musim panas telah tiba, hutan menjadi kebakaran, kabut pun ikut hadir dalam puisi Attha dengan mata terpejam hatinya menulis kata demi kata menjadi sebuah kalimat yang indah, banyak pengharapan yang terlintas di waktu itu, karyanya menembus penglihatan manusia seakan-akan dunia telah tua, tak mampu membuat  jiwa pemuda yang sedang jatuh cinta, berkarya melihat alam, alam nan indah kini, seakan-akan hancur oleh banjir dan kebakaran hutan, alam telah memabukkan penghalitan Attha menyamarkan karyanya. 

   Hari telah berlalu bersegeralah Attha menemui Ghibran dan Jalil untuk menemaninya berkunjung kerumah Afifah dengan sepucuk karya puisinya, namun hari itu, sudah ditunggu kedatangannya oleh sekelompok orang yang ingin menghalanginya bertemu dengan Afifah, mereka berlima namun Attha cuma bertiga bersama Ghibran dan Jalil, Jalil dengan jiwanya yang berani maju kedepan dari kedua sahabatnya. Orang-orang itu berkata kepada mereka.

   " apakah ada diantara kalian yang suka dengan Afifah, saya Rendi calon suami Afifah, kalian tidak boleh mengganggu hubungan kami, pergilah kalau kamu tidak mau melihat amarah kami" 

  Jalil dengan senyum sedikit diwajahnya berkata kepada mereka.

   " Engkau hanyalah anak kecil, yang menggunakan fisik untuk kepentinganmu, akan ku tutup mulut besarmu itu, agar kau tahu memperlakukan seseorang itu harus seperti apa?, berangkatlah Ghibran bersama Attha saya hanya perlu sendiri untuk mengalahkan mereka!, aku sudah berlatih sejauh ini, bahkan aku mampu mengalahkan sepuluh orang dengan mata tertutup " sahut Jalil

   Mendengar perkataan Jalil, Ghibran dan Attha pun berangkat menemui Afifah dengan berat hati meninggalkan Jalil namun itu adalah permintaannya dengan langkah menegok kebelakang Ghibran menegur Attha.

  " ayolah kita pergi, saya tahu Jalil apa yang dikatakannya memang benar?, dia sudah berpengalaman kita hanya mengganggunya jika berada disini, ayo jalan" sahut Ghibran

rasa khawatir itu belumlah hilang Attah masih sempat berkata.

   " Jalil aku tahu kau bisa, namun jangan memaksakan dirimu, jika kau merasa ada beban sedikit, lebih baik kita pulang biarkan hari ini kita tidak menemui Afifah" jawab Attha

   " tenanglah ini hanyalah permainan bagiku, sama sekali saya tidak merasa terbebani melakukannya, Berangkatlah..." jawab Jalil

   Mereka berdua berangkat menuju rumah Afifah, Ghibran yang mengetuk pintu didengar suaranya oleh Afifah, Afifah pun tau bahwa Attah telah datang tak butuh lama Afifah membuka pintu.

   " aku sudah menunggumu dari tadi, masuklah kuperkenalkan kau dengan orang tuaku, biar ayahku yakin engkau adalah laki-laki itu, yang sering saya ceritakan"

   "maaf Afifah kami bukan bermaksud untuk menolak tawaranmu namun ada hal yang penting yang harus kami lakukan, saya hanya ingin memberikan ini"

   Di keluarkanlah selembar kertas dari kantongnya, Afifah pun menerimanya, Attha yang mengingat temannya yang sedang punya masalah buru-buru mengucapkan salam.

   "Assalamu'alaikum" 

   "waalaikumsalam" jawab Afifah

   Attha pun berlanjut berjalan, ingin melihat keadaan sahabatnya Jalil sesegera mungkin, namun mereka bertemu di tengah jalan Attha berkata.

   "kemana mereka...? Namun syukurlah kau masih terlihat gagah berani, dan kau masih terlihat baik-baik saja bukan"

   "mereka sudah pergi, salah satu diantara mereka ia mengenal saya, lalu kami bernegosiasi akhirnya kami damai dan ia pun pulang, saya juga tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini setelah mengenalmu saya sedikit berubah, saya mengerti tentang cinta, setelah cinta itu tumbuh seakan-akan aku tumbuh sebagai pecinta, dan aku tidak lagi sering marah, dan lebih banyak menyelesaikan masalah dengan musyawarah, aku merasa lebih baik sekarang dan sekarang pun aku lebih dekat dengan tuhan, aku pun sering marah kepada diriku sendiri ketika aku terlambat melaksanakan sholat, Ghibran kau pun harus mencari kekasih siapa tahu setelah ini? kau pun juga lebih dekat dengan tuhan dan banyak-banyak berdoa kepada-Nya" sahut Jalil

   Ghibran yang masih merasa sendiri belum menemukan kekasihnya ia hanya mengagumi Afifah dalam hatinya semenjak ia melihat Afifah jatuh sakit rasa itu terpendam di dalam hatinya, namun ia tidak mau mengecewakan sahabatnya Attha, namun ketika Ghibran berguru bersama Afifah hanya bisa memandangnya dari jauh dengan rasa berat hati Ghibran menjawab perkataan Jalil

   " Saya orangnya santai saja kayak di pantai, kelak kita telah memiliki jodoh masing-masing mana kala jodohku telah datang aku akan menikahinya secepatnya, namun akhir ini ada kalian yang menemani saya jadi, saya gak perlu mencarinya dulu" jawab Ghibran

   Suasana menjadi hening, mendengar perkataan Ghibran yang masih ingin sendiri, terdiam dalam sebuah ikatan sahabat yang mengerti satu sama lain, akan hal ke bersamaan dalam sedih, duka dan senang, mereka bergotong royong untuk mencapai tujuan bersama. 

Puisi Jangan Lupa Untuk Kembali

   Manakala Afifah duduk membuka surat dari Attha, dia sendiri seakan-akan membayangkan akan keindahan isi suratnya itu, Afifah tersenyum membuka lipat-lipat kertas dengan menggunakan perasaan Afifah membacanya dalam hatinya.

Puisi buat sahabatku Afifah

  Jangan Lupa Untuk Kembali

Bidadari diturunkan untuk jiwa yang sepadan dengannya 

Bidadari yang jatuh dalam jiwaku 

Bidadari yang kutuliskan dalam penaku

Bidadari yang tak bersayap

Engkau mencoba memberi harapan kepadaku 

Selayaknya burung yang diberi sayap

Sayap untuk terbang melihat dunia yang samar 

Kabut yang berwarna putih menyamarkan takdirku

Ku mencoba menyirami api yang terbakar 

Dengan air cintaku, ku celupkan tanganku kedalamannya 

Lalu mengusap kedua mataku 

Namun yang kulihat tetap samar 

Kucoba untuk bergotong royong 

Menyiraminya dengan air 

Namun yang kulihat hanyalah arang

Mimpiku telah melihat 

Adanya kekosongan yang luas 

Menghancurkan sebatang pohon 

Batangnya lancip ke bawah 

Tak mampu menopang diatasnya

Namun ujung atasnya tumpul 

Yang memberatkan dibawahnya

Ku ingin semua ini kembali 

Kembali kepada keadaan semula

Tintaku meleset dari ukirannya 

Kutak bisa menceritakan 

Tentang bunga yang bermekaran 

Dengan warnanya dan keharumannya

Serta pelangi yang berwarna-warni

Yang telah berubah menjadi abu-abu 

Alam sudah tidak bersahabat dengan kita 

Nan indah menjadi gelap 

Namun cahaya menteri akan datang pada waktunya

Cahaya akan kembali bersinar 

Memancarkan sinarnya kepada alam 

Mengisi ruang yang kosong 

Memberikan cahaya kepada hati 

Dengan kerinduan kepada-Nya 

Untuk kembalinya kebaikan

Tentang cinta dan kasih sayang 

Yang mengubah kebencian menjadi kerinduan 

Hingga lukisan akan indah dengan cahaya yang terang.

Attah

  Afifah yang membacanya tidak merasakan adanya rasa Attha kepadanya, dalam goresan yang dituliskannya hanya menceritakan tentang alam yang indah namun terbakar oleh keinginan perorangan semata, yang membakar karya indah menjadi kekosongan, ungkapan rasa Attha terhalangi oleh alam, yang menceritakan apa yang ada dalam hatinya? waktu itu. 

   Afifah pun sedikit kecewa atas isi suratnya Attha, Afifah yang kecewa karena ia tahu, Attha mampu menuliskan cerita yang lebih bagus daripada itu, cerita yang menceritakan tentang cinta dan kasih sayang yang mampu meleburkan emas di atas lahar yang panas, seperti meleburkan hati yang  sedang gelisah menjadi sebuah semangat untuk mengatakan perasaan seseorang yang sebenarnya. 

  Dikala waktu telah tiba, berselang dua hari mereka bertemu, hanya berdua di tempat yang biasa pertama kali mereka berkenalan, Afifah yang tak mampu bersabar lansung mengatakan kepada Attha.

   " apa yang engkau katakan?, dalam isi suratmu itu, apakah engkau membandingkanku dengan alam yang telah hilang?, terbakar oleh keegoisan semata, kau mencoba merelakanku untuk pergi dan menikah dengan laki-laki lain, semuanya saya ikuti kehendakmu saya sudah memberikan waktu untukmu untuk membuktikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku namun engkau sia-sia itu, aku akan pergi dan jika kau mau kembali, kembalilah jika kau mampu bertahan dengan sikapku yang aneh ( Afifah berpaling dari pandangannya, membelakangi Attah namun amarahnya belumlah usai ia melanjutkan perkataannya ) namun kau juga aneh dan kita berbeda, walaupun dalam perbedaan setidaknya kau mengerti bahwa saya masih mengerti atas perbedaan itu jangan kau hancurkan pelangi yang berwarna-warni itu dengan warna abu-abu nya " Sahut Afifah

   " engkau belum mengerti apa yang kutuliskan dalam suratku itu?, lihatlah aku, aku menggunakan hatiku dalam menulisnya, dan hatiku pun tak berbohong, kemarin sahabatku datang kepadaku dari kampung datang kesini, untuk menyuruhku pulang, bencana alam telah terjadi, gempa banjir serta rumah-rumah banyak yang roboh, aku ingin kau mengerti bahwa aku akan pulang dan tak tahu apakah saya akan kembali?, ingin rasanya aku disini bersamamu, namun alam yang tidak mendukung, aku harus pulang melihat keluargaku disana dan membantu orang-orang di sana, tiga hari lagi aku akan pulang aku akan mengabarkan jalil dan Ghibran untuk selalu menengokmu atau menjagamu sekali pun jika aku telah pergi " Attah mengatakannya dengan bersedih akan kepulangannya nanti.

   " aku tidak dapat memaksamu, lakukanlah yang menurutmu baik saya kira tidak ada yang perlu dibicarakan lagi '' sahut Afifah 

   Afifah berjalan dengan sedikit air mata di pipinya Attha pun menyahutnya lagi.

   " tunggu Afifah, lihatlah aku, lakukan jugalah yang menurut baik!, jika aku tidak kembali lagi" sahut Attha 

   Afifah pun hanya menengok lalu jalan lagi! 

   " tunggu Afifah!"

   " apa lagi? "

   "Assalamu'alaikum" 

   " waalaikumsalam " Afifah pun tak menengok lagi ia pergi sendiri tanpa dipanggil lagi oleh Attah, namun Attah bersedih ia berhenti sejenak dan menengok Afifah lagi namun Afifah tak mempedulikannya lagi.

   Rasa kerinduan datang menghampiri keduanya ketika percakapan itu telah usai mereka tahu tak lama lagi, mereka akan berpisah, tak tau kapan akan bertemu lagi?, kata-kata pun yang terlontar hanya membebani dan menyesalinya. 

   Kini hari perpisahan sebentar lagi akan tiba, Attha mengunjungi kerabatnya termasuk sahabatnya Ghibran dan Jalil, Attha berpesan untuk sering menengok Afifah ataukah menjaganya sekalipun jika perlu, Attha juga mengunjungi rumah Aliza bersama Ghibran dan Jalil mereka menanyakan tentang Afifah, Aliza mengatakan bahwa sebentar lagi Afifah akan berusia 20 tahun, semua ini berkisah tentang cinta mereka hanya bisa saling mengingatkan jika bertemu dan saling merindukan jika tak bertemu. 

   Attha mempersiapkan semuanya, mulai dari pakaian pesanan Afifah hingga catatan kecil yang dituliskan setiap harinya oleh Attha, untuk kenangan dan untuk menyambut rasa bersyukurnya telah bertemu dengan wanita yang merubahnya dan menyambut umurnya yang ke 20 tahun.

kenang-kenangan

  Tibalah harinya, Attha berkunjung ke rumah Afifah, bersama dengan sahabatnya dari kampung, mereka datang berdua tanpa Ghibran dan Jalil, mereka memberanikan diri, mereka bertemu dengan orang tuanya dan menyuruhnya untuk masuk, orang tua Afifah yang heran akan kedatangan mereka menanyakan maksudnya dan tujuan mereka yang berkunjung malam-malam. 

   " kalian siapa? apakah kalian sahabatnya Afifah waktu itu?, (ayah  Afifah keheranan dan langsung menanyakan dua pertanyaan sekaligus) bukannya telah ku terangkan bahwa Afifah sudah ada yang lamar jika engkau datang untuk membuktikan cintamu kepadanya, itu tidaklah cukup, kau harus sukses dulu dan punya penghasilan sendiri, apakah engkau tau sekarang ini?, itulah syarat yang kau harus penuhi sebelum menikah dengan anakku " sahut ayah Afifah

  " maaf om, saya Attha saya adalah seorang pebisnis, dan ini teman saya Abrar dari Sulawesi, kebetulan dia adalah ahli strategi, kami sebenarnya sudah cukup mapan untuk Afifah om namun besok pagi, kami harus pulang ke Sulawesi saya hanya ingin memberikan sesuatu kapada Afifah om, tolonglah om panggilkan "

   Wajah itu terlihat malu ketika mendengar ucapan anak itu, ayah Afifah langsung menuju kamar Afifah dan memberitahukan semuanya bahwa, Attha ingin memberikan sesuatu, Afifah pun mempersiapkan sesuatu buat Attha, lalu keluarlah Afifah dengan waktu sedikit lama, mereka duduk bertiga bersama Abrar, Afifah pun bertanya.

   " apakah ini sahabatmu yang engkau ceritakan itu..? Kenapa dia bisa menemukan mu di tempat yang luas ini?, siapa dia sebenarnya..?"

   "namanya Abrar dia ahli berbagi hal, dia adalah sahabatku, sahabat berlatih bela diri, belajar ilmu agama dan selalu bersama memberikan bantuan kepada masyarakat karena itu saya disuruh pulang, ( Attah pun mengingat pertanyaan Afifah yang bertubi-tubi dan langsung menjawab pertanyaan selanjutnya) ia sangat pandai menemukan seseorang dan mempunyai strategi yang efisien dalam bersikap, dia menemukanku hanya saya ceritakan tentang teh terbesar yang berkualitas di dunia, serta pohon kayu yang dijadikan wangi-wangian, dia pun langsung mencariku di sekitar itu dan benar iya menemukan di daerah ini " jawab Attha

   "hebat sekali sahabatmu itu, tapi apakah dia lebih hebat menulis surat daripadamu?, kalau memang iya suruh saya sahabatmu itu menuliskan surat untukku! biar aku bisa tersenyum dalam membaca pesannya " ucap Afifah

   " saya anggap Abrar penyusun dari setiap tulisanku, dia ahli strategi, apalah lagi hanya sebuah tulisan ia juga pandai dalam memimpin pertandingan, bahkan dalam pertarungan sebenarnya pun dia mampu melakukannya" sahut Attha

   Afifah yang berpura-pura bertanya lebih banyak kepada Attha supaya dia bisa lebih lama dengan Attha, dia sendiri bukanlah seseorang yang suka bertanya, keadaan perasaan, mengubah tingkat laku nya, yang mengubah kaladai bersuara seperti ayam jantan yang berkokok di pagi hari yang menyaksikan malaikat, menurunkan cahayanya kepada alam mengubah suara pendiam menjadi suka bertanya hanya untuk satu alasan yaitu karena cinta dan rindu. 

   Attha pun memegang kantong yang ia bawahnya. lalu memberikannya kepada Afifah.

   " terimalah baju ini!, ini adalah baju spesial buatmu, ini adalah baju pesananmu waktu itu, aku tahu kamu menyukai pakaian ini, berbulu lembut kamu akan suka memegangnya, bahannya yang tebal kupilihkan untukmu, inilah baju pilihanmu sejak pertama kali kita bertemu, dan sejak mau berpisah pun baru aku sempat memberikannya, maaf atas keterlambatanku ini, dan aku punya catatan kecil buatmu sebagai penyambutan umurmu yang ke dua puluh maaf sekali, aku tidak bisa hadir aku harus pulang "

  Di berikanlah surat itu dengan pakaian, semuanya terdiam dan hening Afifah yang menyembunyikan sesuatu di kantongnya namun enggan memberikannya, lantaran takjub dengan perkataan Attha hingga di terimah lah pemberian itu. 

   Attha yang tidak mendengar jawaban Afifah, duduk termenun lalu tak lama kemudian Attha pun berpamitan dengannya, hingga Attha keluar dari rumahnya, Afifah pun mengejarnya dan berkata kepadanya.

   " saya punya sesuatu juga untukmu, ini ada selembar kain untuk menjagamu supaya engkau tidak kedinginan, taruhlah dilehermu supaya engkau tidak masuk angin, ini akan menemanimu di perjalanan nanti" jawab Afifah

   "saya suka sekali warnanya, putih bergaris hitam sama seperti warna pemberian ayahku sewaktu kecil, itulah pemberian terakhir ayahku seingatku pada usiaku masih lima tahun, terima kasih Afifah ini sangat berharga bagiku, besok pagi pun aku akan pergi berlabu ke Sulawesi, janganlah bersedih! ( Attah berpura-pura tersenyum namun dalam hatinya berat meninggalkan Afifah) tersenyumlah Afifah masih banyak hal yang bisa membuatmu bahagia,  kalau begitu saya pergi dulu, assalamu'alaikum" 

   "Waalaikumsalam " jawab Afifah

  Pulanglah Attha bersama Abrar dengan kasih sayang kepada Afifah dia mencoba meredakan semuanya untuk kepentingan banyak orang dibanding dengan kekasihnya itu, dengan berat hati Afifah juga masuk dalam rumah dan  membaca catatan kecil yang di berikan Attha di bukanlah catatan itu. 

Catatan kecil 

  Buat Afifah dari Attha

  Banyak yang ingin kukatakan, namun waktu dan jarak memisahkan kita, aku menghilang selama tujuh bulan, aku pergi bukan karena aku mampu menahan rinduku kepadamu, namun aku belajar bisa beradaptasi dengan sekitar lingkungan disini serta membantu sedikit orang yang sedang memerlukan pertolongan, melalui catatan kecilku ini, aku bersama Abrar berencana tinggal di Kalimantan, Abrar mengatakan disana akan ada peradaban baru, aku pun berencana ke sana. 

  Dalam catatan kecilku ini, ku ingin memberinya judul 'Temukan Jalan Untuk kembali', aku pun begitu aku ingin selalu kembali bersamamu walau halangan rintangan dan cobaan menghalangi kita Afifah, itu tidaklah menjadi masalah karena kita punya kekuatan doa dan suatu hari nanti Insya Allah saya akan menuliskan suatu catatan yang berjudul  'Berlayar Di Bawah Rembulan' saya akan menuliskan pengalamanku selama aku meninggalkan negeri malayu ku akan ceritakan hari-hariku supaya dikala rindu engkau bisa membacanya, 

  Namun sebelum aku pergi aku tidak bisa menemanimu menyambut umurmu yang ke dua puluh, aku minta maaf aku mengenai hal itu namun yakinlah Afifah, doaku menyertaimu, semoga dengan bertambah usiamu  bertambah pula nilai kebaikanmu terhadap sesama dan kepada maha pencipta, yang memberikan penghidupan yang layak hingga pada titik ini. 

   Tuntutan yang diberikan kepadaku jauh lebih besar, aku harus bisa lebih sukses daripada orang-orang yang mengidolakanmu aku pergi untuk sukses karena aku tahu arti namamu Afifah yang berarti pandai menjaga diri, kuyakin perkataanmu selama ini, sebenarnya bukan arti sebenarnya kau ingin menjaga diri agar suci dan kau pun setia dan engkau akan menguji orang-orang dan membuktikan apakah dia benar setia?, biarpun terkadang menyakitkan namun dibalik itu ada obat sehingga jauh lebih baik dari sebelumnya.

Wassalam.

    waktu yang membatasi kisah mereka di tanah perantauannya, seakan-akan akan berpisah untuk waktu cukup lama, beberapa tulisan telah mendongkrak dan menimbun dalam perjalanan hidupnya  untuk sahabatnya Afifah, tangisan itu mulai membasahi pipi Afifah yang mengingat akan Attah yang akan meninggalkannya.

   Pesan-pesan dalam surat itu telah disampaikan Attah kepada Afifah namun tidak dengan Afifah, masih banyak yang ingin disampaikan Afifah untuknya, dalam sanubari terdiam dalam suatu malam yang hening, Afifah mengambil pulpen dan mencoret kertas-kertas yang kosong, setelah mencoba mengambil kertas kosong lagi Afifah pun mulai menulis dalam imajinasinya.

buat Attah

   senyumku tidaklah selalu untukmu, duka dan sedihku tidaklah karena engkau pula, namun begitu pun dengan kebahagiaanku tidaklah selalu bersamamu masih banyak orang-orang yang mencintaiku walau saat ini kau yang hadir dalam hatiku, namun percayalah suatu hari nanti jika engkau tidaklah pulang aku akan memilih seseorang, cinta bukanlah hanya untukmu, cinta bukanlah saja dihati namun cinta bisa saja akan selalu hadir dimana pun, kapan dan bagaimana pun hati akan berlabuh? untuk siapa saja yang telah masuk ke dalam hati?, tanpa harus mengenal bagaimana baiknya kehidupannya?.

   kejar lah yang kau senangi akan ada hari dimana kita bisa bertemu? dikala itu jodoh, dikala itu takdir dan dikala kita masih diberi umur panjang, dalam suratmu itu aku tahu setelah kamu akan beranjat ke daerah lainnya entah kapan kesini lagi!, namun keinginan ku tetap aku ingin kau kembali, bersama rasamu kepadaku yang dulu seperti pemuda yang pertama kali jatuh cinta,, kau melihatku dengan wajah malu namun ungkapanmu tidaklah seberani Rendi yang langsung melamarku, walau kita tidaklah terlalu dekat namun ada keberaniannya mendatangi ayahku, jika kau bersungguh-sungguh pula, datanglah bawalah orang tuamu, lamarlah aku jika engkau benar mencintaiku, akan kutitipkan rindu ini dalam ingatanku walau yang kuingat jejak langkah pertamamu.

Afifah 

   pagi-pagi Afifah mengantarkan suratnya kepada Ghibran untuk diberikan kepada Attha, dengan senang hati tanpa berpikir panjang pun Ghibran mengantarkan surat itu, sebelum Attha berangkat menuju pelabuhan di berikanlah surat itu oleh Ghibran tanpa kata-kata Attha langsung membacanya, dan setelah beberapa saat Attha menuliskan nomor teleponnya kepada Ghibran dan berkata kepadanya. 

   "Pulang lah Ghibran, sampaikan salamku kepadanya jika bertemu dengannya bilang sama dia, aku sudah membaca suratnya dan aku sudah mengerti akan hal itu, Ghibran semoga kita bisa bertemu lagi, ini alamat rumahku untukmu dan nomor handphone ku juga (sambil menyerahkan kertas ) janganlah tinggalkan sholat dan jaga diri baik-baik dan untuk Jalil bilang kepadanya jadilah kuat karena keimananmu dan ketaqwaanmu terima kasih atas segalanya sahabatku, kaulah yang menemaniku selama ini dalam kesendirianku assalamu'alaikum " mata Ghibran berair mendengar kata-kata Attah tentang pesannya kepadanya ia hanya mampu menjawab salamnya

"Waalaikumsalam" jawab Ghibran 

   Perjalanan mereka tidak memberikan mereka beban atas janji-janji yang terucap mereka akan memilih jalannya masing-masing di setiap langkah mereka hanya saling mengenang satu sama lain untuk mereka ceritakan di perjalanan selanjutnya kepada orang-orang yang memilih pasangan namun tak saling memiliki, Ghibran yang langsung pulang menemui Afifah lalu menanyakan tentang isi suratnya itu? yang diberikan kepada Attha, tanpa berpikir panjang Afifah pun menjawabnya 

   " aku mengatakan kepada Attha bahwa siapapun yang hadir dalam hidupku aku akan menerimanya? dan bisa menerimaku apa adanya? itulah pilihanku dan akan menerimanya menjadi suamiku kelak jika itu takdirku " jawab Afifah 

  " maaf saya bertanya seperti itu? karena Attha juga memberikanku pesan bahwa sampaikan kepada Afifah kalau saya sudah membaca dan memahami isi suratnya, dan ia menitipkan salam kepadamu kalau begitu saya pulang dulu" di berikanlah kertas titipan itu yang berisikan nomor telepon dan alamat rumah.

   Dengan rasa bahagia Ghibran pulang ke rumahnya, rasa cintanya kepada Afifah selama ini, kini masih memiliki peluang untuk bersamanya, dan hari itu pula lah Ghibran ke rumah Jalil untuk menceritakan semua isi perasaannya kepada Afifah, walau Jalil heran mendengar perkataan Ghibran namun Ghibran juga menceritakan isi surat Afifah kepada Attha hingga Jalil mendukung apapun keputusan yang diambil apa yang terbaik menurut sahabatnya?, sekarang Ghibran tidak ada lagi penghalang yang cukup bererti baginya antara Ghibran dan Afifah dan Jalil tetap pada pilihannya Aliza, mereka berempat cukup akrab dalam kesahariannya. 

  Disanalah cerita Attha dan Afifah dimuat hingga memuat karya tulis, manakala seorang pria bugis yang berkelana merantau yang berasal dari turun-temurun dari nenek moyangnya, ia Attha karyanya Berlayar di Bawah Rembulan menembus lintasan alam ia menuliskan tentang persahabatan antara alam dan manusia yang tidak dapat dipisahkan karena manusia diciptakan dari tanah disanalah awal mula tumbuhnya tanaman, air dan tenaga alam lainnya. 

   Alam yang memisahkan antara kedua insan yang saling mencintai, maka dari itulah Attha memilih memperbaiki lingkungannya sendiri, kini era baru telah dimulai, kawasan hutan terbesar akan menjadi pusat perkotaan, disinilah awal mula terbakarnya semangat Attha berkarya menembus gelap menjadi terang. 

   Dua tahun telah berlalu kisah Attha diabadikan dalam sebuah drama pertunjukan seni, kini karya Attha yang banyak diminati tidak menjadikannya sombong dia akan memberanikan diri lagi kembali ke negeri melayu untuk melihat sahabatnya Afifah, Ghibran, Jalil dan Aliza hingga memulai semuanya dari awal, dalam kisah perjalanan kehidupannya selanjutnya.

avataravatar