28 RUTE RUKA PERTAMA: GADIS KECIL YANG MANIS

"Hmm… Kurasa bukan hal yang penting."

Aku pun membuka ponselku untuk melihat galeri. Di dalam galeriku, banyak sekali gambar-gambar karakter loli 2D. Banyak sekali jenisnya mulai dari yang memakai seragam sekolah, gaun pesta, piyama, dan banyak lagi yang bisa membuat mataku merasa senang untuk melihatnya.

"Mereka benar-benar imut sekaliiiii!" gumamku cukup keras.

Aku jadi ingat, kalau dulu sekali aku pernah mengharapkan ingin bertemu dengan gadis kecil yang imut. Tentu saja bukan anak kecil, tapi gadis bertubuh kecil yang terlihat manis. Kemudian, aku ingin sekali dekat dengan gadis itu dan bahkan bisa melindunginya.

Lalu, sekarang, aku tersadar kalau harapan yang sempat kuanggap mustahil ternyata bisa terkabulkan dengan dipertemukan seorang gadis bernama Ruka.

Aku jadi ingat dengan malam saat festival waktu itu. Di mana aku mendapatkan hal yang membuatku sangat senang sekali, bahkan bisa membuatku mati dengan tenang.

###

(Flashback)

Aku pun mengelilingi sekitar festival dan tidak sengaja melihat sosok gadis kecil memakai yukata pendek yang serasi dengan warna rambutnya yang hitam panjang. Gadis kecil itu sedang sendirian di depan sebuah stan yang kulihat adalah stan permainan tembak berhadiah. Artinya, untuk mendapatkan hadiah yang terpajang di sana, maka orang itu harus menembak jatuh hadiah tersebut dengan senapan angin yang diberi peluru gabus.

Aku pun mendekati gadis kecil itu karena aku kenal dengan sosok gadis kecil itu. Selain untuk menyapanya, aku juga ingin segera menghentikan niatnya yang akan menyodorkan badannya ke depan sambil naik ke meja stan agar bisa mengarahkan senapan yang dipegangnya lebih dekat ke hadiah yang diinginkannya.

"Yo, Ruka!" sapaku dengan terburu-buru sehingga terdengar keras.

"Kya!" kaget Ruka sehingga mengurungkan niatnya untuk naik ke meja. "Ternyata Kiki-san… Jangan membuat Ruka terkejut seperti itu…" peringat Ruka sambil menatapku dengan ekpresi kesal.

Sayangnya, ekpresi kesal Ruka itu malah terlihat imut dan bukan menyeramkan sehingga terlintas dalam benakku untuk menjahilinya lagi agar tetap memperlihatkan ekpresi kesal imutnya itu. Namun, aku langsung membuang niat itu setelah melihat Ruka langsung kembali ingin naik ke atas meja stan.

"Hei, Ruka, sebaiknya kamu tidak naik," peringatku langsung.

"Eh, kenapa?" tanya Ruka sambil melihat ke arahku. "Paman penjaganya juga tidak melarang Ruka untuk naik agar bisa membidik lebih dekat."

Sebenarnya bukan aku berpikir kalau melakukan itu adalah hal yang terlarang, tapi masalahnya adalah kalau dia melakukan itu dengan yukatanya yang pendek seperti itu. Maka, secara tidak sadar dia akan memamerkan celana dalamnya.

Tapi, sayangnya aku tidak bisa mengatakan hal itu. Jadi, aku sekarang kebingungan untuk menyuruhnya tidak begitu tanpa memberikan alasannya. Apalagi setelah mendengar jawabannya itu.

"Oh iya, kamu tidak bersama dengan Shaga-san?" tanyaku untuk mengalihkan topik.

"Shaga-san sedang pergi mencari takoyaki," balas Ruka dengan ceria. "Lalu, Ruka ingin mencoba untuk mendapatkan boneka lumba-lumba itu. Jadi, Ruka dan Shaga-san memutuskan untuk berpisah dulu."

"Hmm… begitu. Ah, kalau begitu, biar aku saja yang melakukannya."

"Eh, tidak perlu. Ruka bisa melakukannya."

"Sekali saja. Kalau gagal, nanti aku yang akan membayarkannya untuk menggantikannya."

"Baik. Kalau begitu, silahkan, Kiki-san."

Dengan senyuman yang manis, Ruka pun memberikan senapan yang dipegangnya sedari tadi. Berkat itu, aku jadi lebih bersemangat untuk bisa mendapatkan hadiah yang diinginkan Ruka.

Langsung saja aku menodongkan senapanya ke arah boneka lumba-lumba yang terlihat cukup besar berwarna merah muda dan satu-satunya yang ada di antara hadiah-hadiah yang ada. Jadi, aku bisa yakin kalau boneka lumba-lumba itulah yang diincar Ruka.

"Kiki-san. Kenapa diam saja?"

"Ah, ya… Ini aku sedang berkonsentrasi."

Sebenarnya aku diam mematung karena tersadar akan kebodohan diriku. Aku sadar kalau mendapatkan boneka itu adalah hal yang mustahil. Apalagi boneka lumba-lumba itu bisa berdiri karena dibantu oleh penyangga dari kayu. Jadi, untuk bisa menjatuhkan lumba-lumba itu maka harus menjatuhkan penyangga itu.

Kalau saja penyangga itu tidak adapun, kurasa boneka lumba-lumba yang berukuran cukup besar itu saja tidak akan bisa didorong oleh gabus kecil ini. Apalagi dorongan dari senapan ini kurasa tidak terlalu kencang.

Aku merasa seperti memberikan harapan palsu kepada Ruka. Memang aku tidak mengatakan dengan pasti akan mendapatkan hadiah itu. Tapi, tetap saja rasanya seperti aku memberikan harapan kepada Ruka kalau dilakukan olehku akan mendapatkan hadiah itu dengan mudah.

"Semangat, Kiki-san~" ujar Ruka memberikan semangat dengan nada manis.

Ahhh, apalagi kalau diberi semangat seperti itu! Membuatku semakin merasa bersalah!

Ah, sudahlah! Aku hanya perlu menembaknya saja. Kalau gagal pun, nanti aku akan mencari tempat yang menjual boneka itu atau yang hampir mirip dan memberikannya kepada Ruka sebagai hadiah.

"Selamat, Tuan! Anda mendapatkan hadiah boneka ini!" ujar paman penjaga itu dengan semangat sambil menyodorkan boneka lumba-lumba itu.

"Yeayyy, Kiki-san berhasil!" ujar Ruka terdengar keras dan senang sekali. "Kiki-san hebat sekali~" lanjutnya memberikan pujian dengan nada manis.

"Eh, ah, iya…" balasku yang masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Aku pun mengambil boneka itu dan sempat terdiam sejenak untuk mencerna baik-baik apa yang baru saja terjadi. Kalau tidak salah, aku saat itu langsung menarik pelatuknya dan kemudian terkena penyangga boneka lumba-lumba itu. Lalu, secara ajaib boneka lumba-lumba itu terlepas dari penyangganya dan jatuh ke belakang.

"Ini, bonekanya, Ruka," ujarku yang tersadar dari lamunanku sambil menyodorkan boneka itu ke Ruka.

Dengan semangat, Ruka pun mengambil boneka itu dan kemudian memeluknya dengan senyuman yang sangat manis sekali. Bahkan membuatku merasa ingin mengabadikan senyumannya itu di sebuah lukisan atau foto.

"Hehehehe, terima kasih, Kiki-san~"

"Sama-sama," balasku dengan perasaan senang. "Jaga baik-baik bonekanya, ya."

"Hm~"

Kemudian, secara mengejutkan, hal yang tidak terduga terjadi. Aku benar-benar tidak menyangka hal ini akan terjadi, sehingga aku sangat terkejut dan mematung dengan mata melotot.

Tiba-tiba, Ruka melepaskan pelukannya dari boneka lumba-lumba itu dan menggenggamnya hanya dengan tangan kiri. Lalu, dia pun berlari dengan cepat ke arahku sambil merentangkan kedua tangannya dan setelah menabrakku dengan cukup keras, dia memelukku dengan erat sekali.

Tidak sampai di sana saja sebuah 'serangan' yang kudapatkan. Secara mengejutkan, Ruka mengatakan sesuatu yang membuatku mendapatkan damage yang sangat besar sekali.

"Kiki-san, daisuki~"

AAAAAAAAAA!

Aku ingin terbang ke langit dengan menyemburkan perasaan senangku ini!

Gawat! Gawat! Gawat!

Bagaimana bisa laki-laki sepertiku mendapatkan kebahagiaan seperti ini!

Apakah aku sedang bermimpi atau ini hanya hayalanku saja?

Ah… ternyata ini bukan mimpi atau hayalanku… karena aku bisa merasakan sensasi hangat tubuh Ruka dan sedikit rasa sakit dari pelukannya yang erat sekali. Bahkan, aku bisa merasakan dadaku tertekan oleh kepalanya.

Kalau aku ditakdirkan mati sekarang. Maka, aku, Rifki Kiki. Dengan senang hati mati sekarang juga.

"Oh, ternyata kalian ada di sini."

Mendengar itu, dari suara yang aku kenal. Aku pun tersadar dari dunia kesenanganku dan melihat seorang perempuan yang tidak asing menghampiri kami. Dia adalah Gadis-chan.

"Ayo, kembang apinya akan segera dimulai!" ujarnya dengan terburu-buru.

"Benar juga!" kaget Ruka sambil melepaskan pelukannya. "Ayo kita pergi bersama-sama, Kiki-san!"

Kemudian, Ruka pun menarik tanganku dan membawaku untuk mengikuti Gadis-chan yang pergi ke tempat kami akan menonton kembang api bersama-sama.

Tentu saja aku dipaksa kembali ke dunia kesenanganku akibat Ruka memegang tanganku dan masih terngiang-ngiang di kepalaku tentang kalimat 'daisuki' dari Ruka.

###

Berkat kejadian itu, aku jadi cukup malu untuk dekat-dekat dengan Ruka sehingga sering kali aku malah menghindarinya. Padahal aku tahu kalau kata 'daisuki' itu adalah kata suka yang bermakna dia nyaman berteman atau dekat denganku dan bukannya bermakna cinta.

Tapi, tetap saja aku merasa malu untuk bertatap muka dengan Ruka. Padahal aku juga sadar kalau seharusnya tingkahku yang seperti ini adalah tingkah yang dilakukan oleh gadis atau orang yang bisa dikata habis menembak tanpa sengaja.

"Hahahahaha, jadi begitu, ya!"

Setelah aku menceritakan apa yang terjadi dan sedikit curhat kepada Gadis-chan. Dia malah tertawa dengan keras seperti itu. Seperti dirinya itu senang sekali aku mengalami masalah ini.

"Kamu ternyata cukup feminim juga, ya!" ujar Gadis-chan mengejek.

"Maaf saja kalau begitu," ujarku yang terpaksa menerima itu karena tidak tahu harus membalasnya seperti apa.

Sekarang kami berada di ruang depan rumahku atau rumah khusus pengurus asrama. Aku sengaja memanggil Gadis-chan kemari supaya tidak ada yang mendengar curhatanku ini. Apalagi dia adalah salah satu tokoh yang akan membantuku untuk mendapatkan rute dari heroine di kisahku. Jadi, aku harus melaporkan hal ini kepadanya.

"Terus, kamu mau menghindari Ruka seperti cewek yang malu-malu?" tanya Gadis-chan yang terdengar masih mengejek.

"Tentu saja tidak! Aku tidak mau sampai berpikir dia dijauhi olehku!"

"Kalau begitu, buktikan."

Di saat Gadis-chan selesai mengatakan itu. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Lalu, aku juga mendengar kalau orang yang mengetuk itu mengatakan dirinya adalah Ruka.

"Ohhh, pas sekali. Kalau begitu, selamat berjuang."

Setelah mengatakan itu dan tanpa membiarkanku mencoba menghentikannya, Gadis-chan berdiri untuk membuka pintu. Setelah dibukakan pintunya dan Ruka masuk, dia pun pergi begitu saja.

"A-Ada apa, Ruka?" tanyaku yang seketika merasa malu sehingga memalingkan pandanganku.

"Eh? Bukankah Kiki-san yang memanggil Ruka kemari?" balasnya yang kebingungan.

"Be-Benarkah? Ah… sepertinya aku lupa, hahahahaha," balasku dengan diakhiri tawa kering.

Sepertinya ini adalah ulah Gadis-chan. Dia pasti yang memanggil Ruka kemari saat aku menceritakan hal itu.

"Kiki-san… Apa Kiki-san membenci Ruka…?"

Mendengar pertanyaan yang menggunakan nada sedih itu. Aku pun langsung melihat ke arah Ruka. Aku bisa melihat Ruka sedang berdiri menundukkan kepala dengan ekpresi murung seolah sedang sedih.

"I-Itu tidak benar! Aku tidak membenci Ruka!" balasku dengan tegas.

"Ka-Kalau begitu… kenapa belakangan ini Kiki-san selalu menghindari Ruka…? Apa Ruka melakukan kesalahan sehingga Kiki-san marah?"

"Ti-Tidak!" bantahku langsung dengan keras. "Ruka tidak salah apapun… Aku… tidak membenci Ruka!"

Perlahan, Ruka pun mengangkat kepalanya. Aku bisa melihat kedua bola matanya berkaca-kaca sehingga aku bisa merasakan kesedihan yang dirasakannya sedari tadi.

"Be-Benarkah?" tanya Ruka dengan nada lembut. "Kiki-san tidak membenci Ruka?"

"Iya. Aku tidak membencimu! Karena… aku… menyukaimu juga!"

Sebenarnya rasa sukaku ini adalah murni perasaan suka dalam arti cinta. Aku bisa seyakin ini karena mengingat perasaanku saat bersamanya. Aku selalu merasa senang bersamanya serta akan marah kalau Ruka diganggu oleh laki-laki lain. Itulah yang kusadari selama merenungkan kebodohanku karena selalu menghindarinya.

"Syukurlah kalau begitu…" ujar Ruka yang merasa lega sambil mengusap matanya seolah menyeka air matanya. "Ruka juga… menyukai Kiki-san."

Yah, aku tahu kalau kalimatnya itu bukan dalam arti cinta. Lagipula, dia juga pasti mengira kalau pernyataanku tadi bukan dalam arti cinta, namun dalam arti lain. Jadi, aku tidak berubah menjadi pacar Ruka.

"Oh iya, Ruka. Kamu mau menemaniku jalan-jalan? Sampai waktu makan malam tiba."

"Hm, mau!"

Kemudian, dengan ekpresi yang ceria kembali, seperti Ruka yang kukenal selama ini. Kami pun pergi untuk jalan-jalan atau bisa kuanggap dalam pikiranku sendiri adalah kencan.

Aku sadar kalau aku terlalu berlebihan memiliki pemikiran seperti itu. Apalagi kita ini tidak sedang pacaran. Tapi, setidaknya biarkanlah aku menyenangkan diri dalam pikiranku ini.

Walau mungkin nantinya aku tidak akan menjadi pacarnya atau bahkan perasaanku ini tidak sampai kepadanya. Setidaknya, aku akan menikmati apa yang terjadi bersama dengannya.

avataravatar