2 KISAH KEDUA: AWAL KISAHKU

Kiki POV

Aku membuka kelopak mata dengan perlahan, sebuah langit ruangan yang baru-baru ini aku lihat tampak jelas. Aku pun membangunkan tubuh dengan perlahan dan mengumpulkan kesadaran. Sampai akhirnya aku bisa melihat beberapa perabotan yang bisa dipastikan ini adalah ruang tidur, tepatnya kamar baruku. Mulai sekarang aku resmi menjadi pengurus asrama khusus perempuan bernama ATNIL. Kemarin malam, kakakku sudah pergi, memberikan tanggung jawabnya sebagai pengurus asrama kepadaku.

"Hari pertama kisahku! Rute apa yang akan aku lalui… Ah, apa mungkin rute Avira-san? Atau mungkin Ruka?" gumamku semangat. "Baiklah, langsung saja pergi!"

Sekarang jam menujukkan pukul setengah lima pagi. Oh iya, sebelumnya aku diberitahu tentang peraturan di asrama ini dan apa saja yang harus aku lakukan sebagai pengurus asrama oleh kakakku. Salah satunya, di jam lima pagi penghuni asrama yang mendapatkan tugas memasak harus segera masak. Tugas memasak dilakukan secara rolling, jadi semua penghuni kebagian, termasuk dengan pengurus asrama. Kebetulan hari ini aku sebagai pengurus asrama dan beberapa penghuni asrama bertugas memasak.

Aku turun ke bawah, mencuci wajah di kamar mandi dan menggosok gigi, lalu berjalan menuju pintu keluar dari rumah khusus pengurus asrama ini. Saat membuka pintu, gadis cantik yang tak lama ini aku kenal berada di depanku. Dia adalah Avira-san yang memakai seragam sekolahnya. Sepertinya tadi dia ingin mengetuk pintu, terlihat dari tangan kanannya yang ditekuk memperlihatkan punggung tangan yang dikepalkan.

"Ah, Rifki-kun, kau sudah bangun. Selamat pagi," ucap Avira-san dengan ekpresi sedikit terkejut. "Padahal tadi aku ingin membangunkanmu."

"Pagi," balasku. "Yah… di negaraku, sekolahnya jam tujuh pagi, jadi aku sudah biasa bangun pagi sekali untuk siap-siap."

"Kalau begitu, ayo kita pergi ke dapur, Rifki-kun."

Kami berdua pun berjalan menuju asrama, tepatnya ke dapur. Sesampainya di dalam asrama seorang gadis iris mata berwarna biru laut, rambut pirang panjang, one piece belang-belang merah putih, celana biru pendek, stocking hijau panjang berada di hadapan kami.

"Selamat pagi, Avira-san~!" sapa gadis itu ceria dan penuh semangat.

"Selamat pagi, Shaga-chan," balas Avira-san.

"Se-Selamat pagi, Ca-Candy-san," sapaku sedikit gugup.

"Avira-san," ucap Candy-san mengabaikanku dan berjalan mendekati Avira-san. "Ayo kita segera memasak~"

"Sebelum itu, Rifki-kun tadi menyapamu, kau harus membalasnya."

Dengan wajah yang datar, gadis bernama Candy Shaga melihat ke arahku. Padahal sebelumnya dia kelihatan senang dan bersemangat. Tentu saja itu membuatku semakin gugup, mungkin tepatnya sedikit takut.

"Selamat pagi, Rifki Kiki-san," balas sapa Candy-san dengan nada datar dan terdengar malas. "Kalau begitu, ayo kita pergi, Avira-san~!" ucapnya kembali semangat dan senang sekaligus membawa Avira-san pergi.

Mendapatkan perlakukan seperti itu, aku hanya bisa berdiri diam dan menghela napas tidak suka dengan perlakukannya itu. Tapi, aku mengerti kenapa dia bersikap begitu. Jadi, aku tidak terlalu kesal, semua harus dilakukan secara perlahan.

"Menyapa. Selamat pagi, Rifki Kiki."

Mendengar sapaan itu, aku melihat ke samping, ternyata salah satu penghuni asrama ini. Dia gadis berambut coklat tua panjang dikepang sembarang, iris mata coklat tua, pakaian merah muda berlengan panjang, rok hitam selutut. Namanya Kiyomizu Aozora.

"Ah, selamat pagi, Kiyomizu-san."

"Meminta. Panggil saja aku Aozora. Aku akan memanggilmu Kiki-kun."

"Baiklah… Selamat pagi, Aozora."

"Membalas. Selamat pagi, Kiki-kun. Memberitahu. Hari ini, kita akan memasak bersama. Memohon. Mohon bantuannya." Aozora membungkukkan badannya sedikit.

"Iya, aku juga mohon bantuannya."

"Bertanya. Apa Kiki-kun sering memasak?"

"Hmm… aku tidak terlalu sering memasak, kalau memasak mie instan dan nasi goreng aku sering."

"Menawarkan. Aku akan membantumu bila ada kesulitan, jadi bilang saja kepadaku."

"Baik, mohon bantuannya."

"Meminta izin. Kalau begitu, aku pergi ke dapur duluan."

Aozora pun pergi meninggalkanku. Yah, kesan awalku dia adalah gadis yang tertutup. Tapi, ternyata dia ramah, bahkan dia langsung berbicara denganku saat pertama kali bertemu. Selain itu, caranya bicara yang unik itu menjadi nilai tambah keimutannya.

Saat mataku masih melihat ke arah punggung Aozora yang sedang berjalan ke dapur, seorang gadis rambut hitam pekat pendek, memakai pakaian rajut panjang dengan lengan panjang, celana abu panjang, kulit putih, dan topeng hitam menutupi seluruh wajahnya kecuali mulut. Orang itu berjalan melewati pandanganku.

"Ah, se-selamat pagi… eto… Ookamoto Aki…" sapaku kepada gadis itu.

Gadis itu menghentikan langkahnya, lalu melihat ke arahku. Setelah beberapa detik melihat ke arahku, dengan tatapan datar dari topengnya, dia berbalik dan melanjutkan jalannya. Bahkan dia tidak mengangguk atau mengucapkan satu patah kata pun yang menandakan balasan sapaanku.

Aku tidak tahu kenapa dia memakai topeng itu, tapi aku memiliki dua pemikiran. Pertama, wajahnya mengalami kecelakaan atau ada hal yang tidak ingin dilihat kepada sembarang orang dari wajahnya. Kedua, dia memang suka memakai topeng. Tapi setelah dipikir lagi, kurasa akan aneh kalau memakai topeng setiap saat, bisa saja dianggap sebagai penjahat bertopeng atau orang aneh. Jadi, kurasa anggapan pertama alasan dia memakai topeng itu.

Aku pun kembali berjalan menuju dapur. Sesampainya di sana, Avira-san, Candy¬-san, Aozora, dan dua gadis penghuni asrama. Satu gadis rambut hitam pekat, iris mata merah, ada pita merah di kepala seperti telinga kecil kelinci, memakai seragam putih, rompi abu-abu, dasi merah panjang, rok hitam sedikit putih pendek yang sama seperti Avira-san pakai dan namanya Tsusakiyama Kirika. Satu lagi gadis iris mata biru, rambut biru laut panjang sepinggang, pakaian biru, memakai rompi terbuka lengan panjang abu-abu, celana putih selutut dan namanya Hasegawa Naruka. Mereka penghuni asrama yang juga bertugas memasak bersamaku.

"Ah, selamat pagi, Rifki-san," sapa gadis rambut biru laut panjang bernama Hasegawa-san.

"Kau ini, kami sudah menunggumu!" kesal gadis hitam pekat, bernama Tsusakiyama-san. "Kita harus segera membuat sarapan secepatnya!"

"Ma-Maaf," balasku.

Kami pun memasak sarapan. Ini pertama kalinya aku memasak bersama dengan orang lain, kecuali keluarga. Karena itu, aku sedikit canggung saat memasak, untungnya mereka mengarahkanku cara memasak makanan yang dimasak hari ini. Menunya nikujaga dan omelet.

Selesai memasak, kami semua menghidangkan hidangannya di atas meja makan. Semua orang sudah berkumpul dan duduk di kursi masing-masing. Selesai menyimpan hidangan, kami duduk di kursi kami. Aku kebagian duduk di paling ujung. Dari sini, aku bisa melihat mereka semua duduk rapi menjajar. Entah kenapa, aku merasa seperti seorang raja yang sedang melihat anak-anakku berada di kursi meja makan. Jadi keingat juga dengan film… Ah, sudah lupakan.

"Selamat makan!" ucap kami bersamaan dengan nada yang berbeda-beda.

"Gadis¬-chan, jangan main handphone, kita sedang makan," peringat Sasaki-san.

"Sebentar, aku sedang memposting foto makanan buatan dari pengurus asrama baru," jawab Gadis-chan sambil memainkan handphone-nya.

"Rifki-kun, kenapa tidak dimakan?" tanya Avira-san. "Apa kau baik-baik saja? Kau terlihat pucat."

"Ah, iya… aku baik-baik saja. Selamat makan!"

Sebenarnya, aku merasa gugup dan tegang. Bukan karena ini pertama kalinya makan bersama dengan beberapa gadis, kecuali dari keluargaku. Melainkan karena tatapan tajam dari seorang gadis rambut merah tua panjang sebahu, iris mata merah mudah, kulit putih, memakai baju abu-abu keputihan, celana biru panjang, namanya adalah Tetsuna Tanakashi. Dia terlihat sangat mengerikan, rasanya seperti dia ingin membunuhku. Tapi, mungkin sebenarnya dia hanya kesal saja karena tempat duduk yang kududuki sekarang adalah tempat kak Intan yang sekarang menjadi tempat dudukku, ini tempat duduk untuk pengurus asrama. Alasannya supaya pengurus asrama bisa melihat seluruh penghuni asrama sedang makan, mungkin ada kejadian yang tidak diinginkan, jadi bisa diketahui.

Selesai sarapan, giliran yang bertugas mencuci peralatan makan beraksi. Tugas ini ditunjuk untuk penghuni asrama yang mau dan tidak ada kerjaan, kalau di hari sabtu dan minggu. Untuk hari biasa, dilakukan setelah pulang sekolah oleh yang pulang duluan. Walau sebenarnya saat kak Intan masih di sini, dialah yang bertugas mencuci peralatan makan, karena dia tidak langsung melanjutkan ke perguruan tinggi setelah lulus.

Hari ini adalah sabtu, beberapa dari mereka tidak sekolah karena libur dan ada yang sekolah. Salah satunya adalah Avira-san, hari ini dia harus pergi ke sekolah. Walau sebenarnya hari ini sekolah libur, dia ke sekolah karena kegitan paduan suara. Dan, aku juga harus pergi ke sekolah untuk mendaftarkan diri.

Sekarang aku sedang di dalam bus, bersama dengan Avira-san yang duduk di sebelahku. Tentu saja aku bareng Avira-san karena aku daftar di sekolah yang sama dengannya. Selain itu, Sasaki-san, Gadis-chan, Rain-san, Allyn, dan Tsusikayama-san juga satu sekolah. Selama di perjalanan, Avira-san sedikit bercerita tentang sekolah.

Beberapa saat kemudian, akhirnya kami sampai di pemberhentian bus. Dari tempat ini, kami harus berjalan sedikit menuju sekolah. Jaraknya cukup jauh, tapi hal ini bagus karena aku bisa jalan berdua dengan Avira-san dan mengobrol lebih lama lagi. Dan untuk selanjutnya, setiap pergi sekolah aku akan jalan bersamanya. Rute mulai terlihat.

"Nah, kita sudah sampai."

Aku langsung melihat ke depan. Gedung sekolahnya besar sekali, begitu juga dengan gerbangnya yang panjang. Rasanya seperti sekolah elit. Entah kenapa setelah memikirkan kemungkinan ini adalah sekolah elit, aku jadi merasa merinding… apa mungkin karena kemampuan belajarku yang terbilang biasa?

"Kalau begitu, ayo kita pergi ke ruang guru."

"Ah, biar aku sendiri saja. Kau kan ada kegiatan panduan suara."

"Kau yakin? Apa kau tidak akan tersesat?"

"Tenang saja, aku pasti akan menemukannya. Aku tidak seceroboh kau, jadi tidak perlu takut aku tersesat."

"Mouu, aku tidak ceroboh," protes Avira-san dengan wajah memerah.

"Heheheh, iya-iya. Kalau begitu, cepatlah pergi."

"Kalau begitu, aku pergi dulu." Avira-san pun pergi.

Sebenarnya, alasanku menyuruh Avira-san pergi duluan supaya aku bisa berkeliling dulu dan mungkin saja nanti malah membuat dia menjadi telat kumpul paduan suara. Sekarang aku sedang berjalan di belakang gedung sekolah, ada beberapa tanaman tumbuh rapih di sini. Selain itu, ada seorang anak laki-laki memakai kaos putih gambar robot, celana pendek biru, dan rambut hijau pendek. Anak itu sedang mengayunkan pedang kayu kecil yang digenggam kedua tangannya, sepertinya dia sedang berlatih mengayunkan pedang atau bermain dengan pedang kayu itu.

Tiba-tiba, dia menghentikan mengayunkan pedang kayu. Kemudian, dia melihat ke arahku dan berlari mendekatiku. "Hmm… kau siapa? Rasanya aku belum pernah melihatmu," ucapnya.

Sepertinya, dia anak guru di sini yang kebetulan dibawa kemari. Dari yang dikatakannya, sepertinya dia sering kemari. Mungkin setiap selesai sekolah, anak ini dibawa oleh orangtuanya kemari.

"Ah, iya, aku baru mau mendaftar di sini."

"Apa kau bisa beladiri?"

"Sedikit…"

"Kalau begitu, ayo kita bertarung!!" ajaknya semangat sambil mengarahkan mata pedang kayunya ke arahku.

"Eh, a-" Kalimatku terpotong karena dia tiba-tiba mengayunkan pedang kayunya, tapi untung aku bisa menghindar dengan meloncat ke belakang tepat waktu.

"Hm, refleks yang bagus, kau memang rivalku."

"Hah?"

"Bersiaplah!" Anak itu kembali berlari ke arahku, bersiap menyerangku.

Sebuah ayunan vertikal siap menyerangku, aku langsung hadap kanan untuk menghindarinya. Dengan cepat aku mengangkat kaki kiri cukup tinggi, diarahkan tepat di depan wajah anak itu. Kalau saja ini pertarungan sesungguhnya, aku sudah menendang keras wajahnya.

"Aku… kalah…" ucap anak itu.

Aku menurunkan kaki kiriku. "Ah, maaf, kau pasti kaget."

"Di pertemuan selanjutnya, aku tidak akan kalah!! Bersiaplah!" Kemudian, anak itu lari begitu saja, seperti penjahat yang melarikan diri setelah dikalahkan oleh pahlawan.

Sepertinya, anak itu mengidap penyakit berkhayal yang berlebihan, atau biasa dikenal dengan chuunibyou. Tapi, karena anak itu masih kecil, jadi kurasa dia tidak masuk dalam kategori mengalami hal itu dan dibilang wajar berkhayal seperti itu. Tapi, aku tidak menyangka tiba-tiba dia menjadikanku sebagai rival imajinasinya. Padahal kita baru bertemu.

"Kuharap kejadian tadi tidak membuatku ditolak di sekolah ini…" gumamku sedikit menyesal karena malah menganggap serius pertarungan itu.

Padahal, mungkin bagusnya kalau aku tadi tidak menghindar dan membiarkan dia menang. Tapi, rasanya itu tidak sopan. Walau dia anak kecil, tatapannya begitu serius sekali, sehingga membuatku ikut serius. Kurasa, hal tadi bisa membuatnya termotivasi menjadi kuat untuk melindungi orang yang dia sayangi, terutama orangtuanya.

"Onii-san. Onii-san."

Aku merasa sesuatu yang lembut menarik bagian bawah kaosku. Kemudian aku melihat ke arah bawah, tepatnya ke tempat yang aku merasa sesuatu menarik bagian bawah kaosku.

"Onii-san, maukah kau membantuku?"

Seketika, aku merasa jantungku berhenti berdetak. Karena…Karena…

GADIS KECIL SUPER MANIS BERADA DI DEKATKUUUUUU!!!

avataravatar
Next chapter