1 AWAL KISAH: ATNIL

Thrid POV

Seorang pemuda rambut hitam pendek, kulit hitam sawo, memakai kemeja merah kotak-kotak lengan panjang digulung pendek, celana abu-abu panjang penuh dengan saku, menarik koper roda di tangan kirinya, dan sedang berjalan dengan sekali-kali melihat secarik kertas yang dipegang tangan kanan. Sudah dipastikan, pemuda ini sedang mencari sebuah alamat yang akan ditujunya.

"Hmm… Di mana, ya…?" gumam pemuda itu. "Seharusnya Kak… Ah, di sini aku harus memanggilnya Onee-chan. Baiklah… Seharusnya Onee-chan membuatkan sebuah peta juga," lanjut gumam pemuda itu.

Pemuda itu terlihat sedikit gelisah karena kesulitan mencari alamat yang dimaksud kertas di tangannya. Sampai akhirnya, dia memutuskan untuk menanyakan orang-orang di sekitar. Walau awalnya pemuda ini kesulitan menanyakan dengan jelas alamat yang dituju kepada orang-orang, tapi seiring waktu dia semakin mudah dan sopan saat bertanya kepada orang asing.

Setelah beberapa kali bertanya kepada orang-orang, berbelok-belok, melewati beberapa toko-toko, dan lainnya. Akhirnya pemuda ini sampai di tujuan, tepatnya di depan pagar hitam besar. Pemuda itu hanya diam mematung, dari wajahnya dia tidak percaya dengan apa yang di depannya, tepatnya sesuatu di baliknya.

"Hehhhhh?!" teriak dia.

Wajar saja pemuda itu terkejut, karena sebuah mansion besar, seperti istana ala barat berdiri di sana. Selain itu, di sekeliling penuh dengan hamparan rumput dan beberapa tanaman bunga yang tumbuh di pinggir jalan setapak sebagai hiasan. Benar-benar terlihat sangat seperti tempat tinggal kerajaan bangsawan. Ditambah, letaknya yang cukup jauh dari perkotaan, membuat kesan daerah sekitar ini adalah tanah milik pemilik mansion besar itu.

"Ohh, kau sudah datang!"

Mendengar itu, pemuda itu langsung melihat ke sumber suara, yaitu di depan sebuah bangunan kecil terlihat seperti rumah. Rumah kecil ini berada di pinggir dekat gerbang. Seorang perempuan memakai kaos belang hijau putih, celana jeans biru gelap pendek, rambut hitam panjang diikat ekor kuda, kulit putih, iris mata coklat, dan memakai sandal merah muda sedang berdiri di depan rumah kecil itu.

"Ah, Kak Intan," ucap pemuda itu.

Perempuan yang dipanggil Kak Intan itu berjalan mendekati pagar. "Sudah kubilang, kalau di sini sesuaikan panggilannya. Mereka pasti akan mengira namaku 'Kak Intan' bukan Intan Putri," balas perempuan itu.

"Maaf, Kak- Maksudku, Onee-chan."

"Nah, begitu. Ayo, cepat masuk!" Perempuan itu membuka pagar.

Mereka berdua pun berjalan menuju rumah kecil itu, dan memasukinya. Saat masuk, pemuda ini bisa melihat beberapa kursi, meja panjang, tv, tangga, dan pintu ruang lain. Dipastikan, ini adalah ruang tamu. Kemudian, pemuda itu pun duduk di salah satu kursi setelah Intan menyuruhnya duduk. Sedangkan Intan masuk ke ruangan lain.

Setelah menunggu beberapa saat, Intan kembali dengan dua gelas berisi air minum. "Kau pasti haus setelah mencari ke mana-mana alamatnya," ucap Intan sambil menyodorkan gelas di tangan kanan.

"Ah, iya. Terima kasih," balas pemuda itu sambil menerima gelas berisi air itu.

Intan pun duduk di kursi sebelahnya. "Sepertinya kau kesulitan mencari alamat ini."

"Begitulah, karena tidak banyak yang tahu tempat ini."

"Aku merasa tidak enak menyuruhmu kemari jauh-jauh dari Indonesia."

"Tak apa, ini juga keputusanku sendiri. Ditambah, Kak… Maksudku, Onee-chan harus melanjutkan ke perguruan tinggi dan Ayah Ibu merindukanmu."

"Kau memang adikku yang baik!" Intan dengan senyuman lebar mengelus rambut pemuda itu semangat, mungkin tepatnya mengacak-ngacak rambut pemuda itu.

"Hentikan, aku bukan anak kecil lagi!"

"Maaf-maaf." Intan pun menghentikan 'mengacak-ngacak' rambut pemuda itu. "Mereka semua memang memiliki sifat berbeda-beda, tapi aku harap kau nyaman di sini."

"Tentu saja, ini adalah saatnya awal kisah ha-" Kalimat pemuda itu terhenti karena sentilan tepat di dahi oleh Intan.

"Hahhh, kau ini tidak berubah juga… Aku tahu kau senang sekali mendapatkan situasi seperti ini, tapi awas kalau aku dapat laporan kisahmu berubah dari galge menjadi eroge."

"Tenang saja, aku tidak akan melakukan 'itu' sebelum aku menikahi salah satu heroine-ku!"

Intan kembali menyentil dahi pemuda itu. "Bermimpilah, wahai pemuda yang terobsesi dengan cerita harem."

"Ck ck ck, Onee-chan, kau terlalu berpikiran sempit. Walau aku seperti ini, aku yakin… aku pasti akan mendapatkan harem yang kuimpikan!! Akan kutaklukkan semua rute-nya dan mendapatkan heroine pilihanku!" ucap semangat pemuda itu.

"Hah… terserah. Tapi, aku kurang yakin kau bisa mendapatkan satu gadis yang memiliki perasaan kepadamu dengan sikapmu itu."

Pemuda yang tadinya terlihat dan memancarkan semangat, sekarang menundukkan kepala murung dan aura putus asa terpancar. "Onee-chan… setidaknya dukung atau jangan bilang begitu…"

"Maaf-maaf. Kalau begitu, semangatlah." Intan pun berdiri. "Biar aku yang urus barang bawaanmu. Sekarang kau langsung saja perkenalkan dirimu kepada seluruh penghuni asrama."

"Hmm… kurasa kurang tepat disebut asrama… Bagiku ini seperti villa atau mansion."

"Kau menganggap tempat ini apa, itu tidak penting. Nanti kau akan bersama dengan salah satu penghuni asrama ini, dia akan mengantarkamu dan menemanimu untuk memperkenalkan diri."

Seketika, pemuda itu kembali terlihat semangat dengan mata terbinar-binar. "Padahal baru pembukaan, tapi sudah bisa mendapatkan rute lagi!"

Intan kembali menyentil dahi pemuda itu. Bersamaan itu, suara ketukan pintu terdengar. "Oh, silahkan masuk!"

Perlahan daun pintu terbuka, lalu seseorang mulai memasuki ruangan. Tapi, saat baru melangkah masuk, dia tersandung dan jatuh dengan wajah mendarat ke lantai.

"Woooo, ternyata gadis ceroboh!"

Dengan keras, Intan menjitak kepala pemuda itu. "Kau ini, bukannya ditolong atau bertanya apakah dia baik-baik saja! Malah kumat!"

Perlahan gadis itu berdiri dengan wajah menahan kesakitan di wajah, kemudian dia melihat ke arah mereka berdua. Rambut hitam panjang sebahu, iris mata coklat, memakai setelan lengan pendek coklat panjang selutut, pakaian putih lengan pendek di baliknya, penjepit rambut kecil menempel di samping rambutnya. Selain itu, wajahnya yang memerah akibat malu membuat di mata pemuda itu terlihat manis.

"Ti-Tidak apa-apa, Intan-san," ucap gadis itu. "Senang bertemu denganmu. Namaku Nayukami Avira."

"Eh, ah!" Pemuda itu tersadar dari lamunannya. "Namaku Rifki Kiki, senang bertemu denganmu juga, heheheheh," balas pemuda itu sambil mengusap kepalanya yang masih sakit akibat jitakan kakaknya dan senyuman salah tingkah.

"Nah, Avira-chan. Maaf merepotkanmu. Tolong bantu adikku yang aneh ini, ya."

"Argh," reaksi Kiki mendengar itu.

"Tak apa, aku senang bisa menolong," balas lembut Avira. "Eto… Rifki-kun, untuk ke depannya mohon bantuannya." Avira membungkukkan badannya.

"Ah, aku juga! Mohon bantuannya!" Dengan cepat Kiki pun ikut membungkukkan badannya.

Mereka berdua pun keluar dari rumah itu, dan berjalan menuju asrama yang bagi Kiki adalah mansion. Sedangkan, Intan mengurus semua barang bawaan Kiki.

Dalam perjalanan, Kiki terlihat gugup sekali, seperti semangat yang tadi dikeluarkannya tidak pernah terjadi. Akibatnya, tidak ada pembicaraan terjadi di antara mereka untuk menemani perjalanan menuju asrama itu. Gara-gara itu juga, Kiki jadi merasa tidak enak dengan gadis yang berjalan di sebelahnya, ingin rasanya setidaknya tidak membuat gadis itu merasa tidak nyaman. Dengan mengumpulkan keberanian, Kiki pun siap untuk memulai pembicaraan. Namun, tiba-tiba Avira menghentikan langkahnya. Melihat itu, Kiki ikut menghentikan langkahnya.

"Ah, Avira-chan, selamat sore."

Mendengar itu, Kiki langsung fokus ke arah suara itu, yaitu di depan. Seorang gadis berambut pirang panjang sepinggang bergelombang pada ujungnya, iris mata biru langit, kaos abu-abu lengan pendek, rok biru gelap selutut, dan wajahnya memancarkan senyuman. Gadis itu perlahan mendekati mereka berdua.

"Selamat sore, Rain-san," balas Avira. "Oh iya, Rain-san. Perkenalkan, dia Rifki Kiki. Dia adik Intan-san yang akan menggantikan pekerjaannya."

"Salam kenal, Rifki-kun. Namaku Kotomi Rain. Panggil saja Rain, senang bertemu denganmu."

"Sa-Salam kenal, Rain-san. Namaku Rifki Kiki, aku akan menggantikan pekerjaan Onee-chan. Mohon bantuannya!" Dengan cepat Kiki membungkukkan badannya.

"Hihihihi, tidak perlu gugup begitu, Rifki-kun. Untuk kedepannya, mohon bantuannya."

"Rain¬¬-san, kau akan kerja sambilan, ya?" tanya Avira.

"Iya. Kalau begitu saya permisi." Kemudian Rain pun pergi.

Kiki pun kembali menegakkan badannya. "Avira-san… Ah, aku boleh memanggilmu begitu?"

"Boleh."

"Avira-san, apakah Rain-san dari keluarga kerajaan?" tanya Kiki.

"Kenapa kau bisa berpikir begitu?"

"Hmm… aku merasa ada aura tuan putri yang terpancar dari senyuman dan gaya bicaranya tadi. Tapi, aku hanya menebak sesuai dengan anime yang aku tonton."

Avira menggerakkan bola matanya ke sisi lain, mengalihkan pandangannya. Kemudian, matanya kembali fokus ke Kiki. "Ayo, kita lanjutkan."

"Ah, i-iya…"

Mereka berdua pun kembali jalan menuju asrama. Setelah sampai di depan daun pintunya yang terlihat bagus, Avira membuka daun pintu itu. Sebuah ruangan yang sangat luas sekali, terlihat mewah, ada beberapa sofa di samping, tv besar, meja kaca, tangga besar di kedua sisi, dan beberapa daun pintu.

"Be-Besar dan terlihat mewah sekali…" kagum pelan Kiki.

"Gadis-chan, Yura-san," panggil Avira.

Kiki pun melihat ke arah tempat sofa, tepatnya dua orang gadis yang tadi sedang asik berbincang. Kedua gadis itu kemudian berdiri setelah mereka berdua datang menghampiri. Satu gadis berambut ungu sehabu, iris mata coklat kehitaman, jaket ungu gelap lengan panjang, rok putih corak kotak-kotak garis ungu sedikit di atas lutut. Satu lagi memiliki iris mata biru laut, rambut pendek coklat susu, pakaian putih lengan panjang dihiasi pita biru, rok biru pendek selutut, bondu biru berenda putih.

"Ah, apa laki-laki ini adalah pengganti Intan-chyan?" tanya gadis berambut ungu sebahu.

"Chyan?" bingung Kiki.

"Iya, dia adalah adik Intan-san. Namanya Rifki Kiki. Rifki-kun, perkenalkan, dia Cantika Gadis." Gadis berambut ungu sebahu memberikan peace dengan senyuman ceria. "Dan dia Sasaki Yura." Gadis satu lagi hanya sedikit menganggukan kepalanya dengan wajah datar.

"Namaku Rifki Kiki, salam kenal!" Lagi-lagi Kiki dengan cepat membungkukkan badannya.

"Kenapa kau terlihat gugup begitu, Ki-chi? Apa kau sedang ingin buang air?" balas Gadis dengan nada bercanda.

"Eh, ah… Aku hanya gugup!" balas Kiki sedikit keras.

"Hahahah, seharusnya kau gugup itu di saat ingin menyatakan cinta kepada perempuan. Oh, apa kau jatuh cinta kepadaku pada pandangan pertama?" lanjut Gadis menggoda.

"I-I-Itu…" Tentu saja hal itu membuat wajah Kiki memerah dan semakin gugup.

"Hentikan, Gadis. Kau membuat dia jadi panas," bela Yura.

"Maaf-maaf, Ki-chi. Anggap saja, ini adalah salam dariku!" Gadis melakukan peace dengan senyuman bahagia.

"Ah, iya… tak apa. Aku malah senang bisa akrab dengan kalian."

"Kalau begitu, kita lanjut lagi, Rifki-kun."

Mereka berdua pun berjalan menuju daun pintu di samping kanan. Saat dibuka, sebuah ruangan dengan meja panjang, beberapa kursi berada di sisinya, dan hiasan lainnya. Dipastikan, ruangan ini adalah ruang makan, mungkin tepatnya ruang makan ala bangsawan. Ada seorang gadis, tepatnya gadis kecil sedang duduk di salah satu kursi meja makan. Dia berambut sebahu warna biru tua agak gelap, iris mata hitam legam, memakai kacamata hitam longgar, bibir tipis, kaos hijau sedikit tebal berlengan panjang, rok hitam selutut, stocking belang-belang biru putih.

"Shiina-san," panggil Avira. "Bisa kemari sebentar?"

Gadis kecil bernama Shiina itu melihat ke arah mereka berdua, kemudian berdiri dan berjalan mendekati mereka. Saat di depan Kiki, dia bisa melihat gadis ini mungkin masih SD. Selain karena tingginya yang pendek, wajahnya yang terlihat muda seperti anak kecil membuat Kiki berasumsi seperti itu.

"Shiina-san, dia adalah pengganti Intan-san. Namanya Rifki Kiki. Rifki-kun, perkenalkan dia Takahashi Shiina."

"Salam kenal," sapa Kiki dengan nada biasa tidak seperti sebelumnya.

"Hmm… ternyata hanya laki-laki biasa. Aku rasa dia tidak lebih baik dariku, ditambah kau sepertinya tidak terlalu pintar. Aku tidak yakin kau akan berguna di tempat ini," balas gadis itu dengan ekpersi wajah terlihat meremehkan. Setelah itu, dia pergi melewati mereka.

"A-Ano… ja-jangan dipikirkan ucapan Shiina-san tadi. Dia tidak bermaksud buruk…"

"Ti-Tidak apa-apa, justru hal itu bisa menjadi tantangan bagiku untuk menaklukkannya!"

"Me-Menaklukkannya? Apa maksudmu?"

"Ehm, lupakan. Bagaimana kalau kita lanjutkan?"

Selanjutnya mereka berada di dapur. Di sana, ada seorang gadis berambut panjang sepunggung warna hitam, iris mata biru laut, kulit pucat, jaket hitam lengan panjang, celana abu panjang. Dari yang terlihat, gadis itu sedang mencuci tangan. Mereka berdua pun menghampiri dia.

"Allyn-chan," panggil Avira. Gadis bernama Allyn itu melihat ke arah mereka, dengan wajah datar. "Perkenalkan, dia Rifki Kiki, orang yang menggantikan Intan-san."

"Sa-Salam kenal," sapa Kiki.

Allyn menatap dalam-dalam penampilan Kiki dengan wajah datar. "Hm, salam kenal," balasnya dengan nada datar. Setelah itu, dia berjalan melewati mereka berdua.

"Oh iya, apa nama lengkapnya?" tanya Kiki kepada Avira.

"Aku tidak tahu, karena tidak terlalu dekat dengannya. Saat pertama bertemu dia hanya bilang namanya 'Allyn'."

"Begitu… Hm, semakin menarik saja…"

"Kau mengatakan sesuatu, Rifki-kun?"

"Tidak, bukan apa-apa!"

Mereka berdua pun berjalan menuju pintu keluar dari dapur, tapi saat mau membuka tiba-tiba daun pintunya terbuka sendiri. Seorang gadis berambut hitam panjang sepinggang, iris mata warna biru, setelan pendek lengan pendek sekali, memakai celana pendek hitam (tertutup sehingga terlihat seperti hanya memakai setelan pendeknya). Gadis inilah yang membuka daun pintu.

"Kebetulan sekali. Ruka, perkenalkan, dia pengganti Intan-san, Rifki Kiki. Rifki-kun, dia Haruka Tsukuyomi."

"Sa-Salam kenal…" Kiki terpana dengan penampilan terbilang seksi gadis di depannya.

"Hm, salam kenal. Kau boleh memanggilku Ruka. Untuk ke depannya, mohon bantuannya," balasnya sambil tersenyum ramah.

Mereka berdua pun berjalan menelusuri asrama ini, tapi tidak bertemu lagi dengan penghuni lainnya. Sekarang mereka sedang berjalan menuju rumah yang akan ditinggali Kiki.

"Sepertinya mereka masih belum pulang karena ada kegiatan di sekolah," ucap Avira.

"Begitu, ternyata banyak sekali yang tinggal di asrama ini… Tapi, kurasa tidak aneh mengingat asramanya mirip mansion…"

"Hihihi, memang be-" Kalimatnya terhenti dan langkahnya juga.

Kiki pun ikut berhenti. "Kenapa berhenti, Avira-san?"

"Ma-Maafkan aku!" Avira langsung membungkukkan badannya. "Se-Seharusnya tadi saat memperkenalkan diri, aku memberitahumu tentang letak-letak ruang di asrama juga! Maaf!"

"Ternyata… kau ceroboh juga."

"Ma-Maafkan aku…"

"Tidak apa-apa. Entah kenapa aku bisa mengira kau akan ceroboh seperti itu, jadi selama di perjalanan aku menghapal ruangan-ruangannya."

Avira mengangkat kepalanya. "Ma-Maaf… Aku memang ceroboh…"

"Tidak perlu minta maaf lagi. Sedikit tidak sopan… tapi dengan begini aku sedikit lebih mengenalmu, Avira-san."

Perlahan bibir Avira bergerak menjadi sebuah senyuman. "Terima kasih, Rifki-kun. Aku harap bisa lebih mengenalmu juga."

avataravatar
Next chapter