webnovel

Prolog

"KAKEK!! KAKEK!! NOMI MAU JADI ASTRONOM AJA!" teriak Nomi pada sela-sela pembicaraannya dengan kakek tua bertopi. 

"Katanya mau jadi penulis? Kok berubah?" 

Nomi cengar-cengir, "Aku mulai tertarik dari cerita Kakek. Aku rasa, jadi astronom nggak ada salahnya juga." 

"Nggak ada salahnya kamu mau jadi apa pun, yang penting cita-citamu itu bermanfaat buat kamu dan keluargamu." 

Nomi mengulas senyum, "Tapi Kakek kok malah ke bandara? Kan Kakek bisa naik roket." 

Kakek yang berada di depan Nomi tertawa sampai matanya segaris. "Roket bukan buat main-main, Nomi. Hanya para astronaut yang mendapat tugas ke luar angkasa saja." 

"Oh begitu ya." Bundanya Nomi,Wirda, menghampiri, lalu mengajak Nomi pergi begitu saja tanpa berpamitan dengan Kakek bertopi yang tadi mengajak Nomi mengobrol. 

"Kakek aku duluan, ya. Roket ke Australia udah sampai tuh." Tunjuk Nomi pada pesawat yang baru mendarat beberapa menit yang lalu. 

Kakek bertopi itu melambaikan tangan, "Eh tunggu Nomi!" 

"Kenapa, Kek?" Nomi berjalan ke arah kakek bertopi yang masih terduduk sedang mengodok isi tasnya. Nomi menyadari kakek itu tidak mungkin mengejarnya, karena tadi ia bercerita kalau kakinya gampang keram. 

"Nomi, ayo cepet! Pesawatnya udah nunggu!" teriak Wirda, bunda Nomi. 

Nomi melepas genggaman Wirda. "Bentar Bun, Kakek manggil aku. Bunda duluan aja nanti aku nyusul." 

Wirda berdecak sebal, dengan berat hati dia menunggu Nomi yang berlari ke arah kakek tua bertopi di tempat duduk seberang. Sepenting itukah orang asing yang bahkan baru dikenal Nomi tadi daripada keterlambatan pesawat? 

"Ini buat Nomi, sebagai kenang-kenangan. Dan tanda terima kasih karena mau nemenin dan ngajak Kakek ngobrol." Kakek tua bertopi itu memberikan gantungan yang berbentuk astronaut dan buku sains tebal yang isinya tentang ilmu Astronomi. 

Nomi terkesan senang. "Makasih banyak Kek, tapi emang nggak akan dipakai lagi sama Kakek?" 

"Nggak kok, kebetulan Kakek udah pensiun. Dan daripada nggak terpakai, jadi buat Nomi aja," jawab kakek itu sambil mengusap rambut Nomi, menganggap Nomi seperti cucunya sendiri. 

"NOMII!!" Entakan dari Wirda membuat Nomi membuyar dari lamunannya, ia berkhayal kalau dirinya bias seperti kakek itu. 

"Iya Bun, iya. Kek aku duluan ya. Oh ya, nama Kakek siapa? Siapa tau suatu saat nanti kita ketemu," tanya Nomi sambil cengengesan. 

"Nama Kakek, Dani," jawab Dani sambil mengulas senyum sampai matanya menyipit lagi. 

"Oh oke, Kek, nama Kakek nggak kalah bagus dari nama Nomi. Nomi duluan ya, Kek. Ibu udah marah soalnya," ucap Nomi sambil mengambil hadiah kenang-kenangan dari kakek tua yang bernama Dani. 

"Oke, see you Nomi, kapan-kapan Kakek kenalin sama cucu Kakek ya!" teriak Dani saat Nomi menjauh pergi. 

"Oke siap, Kek!!" Nomi memberikan tanda hormat kepada Kakek Dani, hormat sebagai tanda perpisahan, yang mungkin tak akan pernah usai.