1 PROLOG

"Demoy!"

Demoy terpaksa harus membuka matanya begitu mendengar suara suara seseorang yang memanggilnya sambil menggedor pintu kamarnya yang membabi buta. Kepalanya masih terasa sakit karna dia baru tertidur dua jam sebelumnya. Diliriknya selintas jam digital yang berdiri manis di atas meja belajar di samping ranjangnya. Ya ilah baru jam empat pagi. Adzan subuh aja belom.

Setelah menghela nafas jengkel, Demoy menjejakkan kakinya ke lantai. Lalu dengan mata yang setengah terpejam, dia membuka pintunya. Dan begitu pintu terbuka, ubun-ubunnya langsung panas. Rasa kantuk yang daritadi memberat di matanya berganti emosi yang siap melempar bogem mentah ke seraut wajah ganteng di hadapan Demoy. "Lo gila ya? Jam berapa ini!"

Sepasang manik mata beradu pandang dengan tatapan teduh dari seseorang. Lengkap dengan senyum tanpa dosa. "Aku mau pulang, Yank."

"Trus?"

"Trus kamu gak mau nganter aku ke bandara?"

Demoy menghela nafas berat. Udah aja tidurnya keganggu gara-gara gedoran pintu, eh trus sekarang dengan gak berdosanya nih cowok minta dianter ke bandara? Lah ilah! "Gak. Gue masih ngantuk. Lo minta anter Mang Unang aja di bawah gih. Dia pasti udah bangun."

"Ayolah, Yank. Anterin aku ya. Please."

Balok mana balok?! Demoy bener-bener udah gak sabar pengin mukulin nih cowok di depannya sekarang. Astagaaaa! Mimpi apa dia tadi harus sepagi buta begini ngeladenin cowok bucin begini? Bikin Demoy jadi serba salah. Gak dianter ntar dia ngadu yang enggak-enggak ke Daddy sama Eomma, dianter juga buat apa? Keluarga bukan. Kerabat bukan. Pacar juga bukan.

"Please ya, Yank?"

*

"Demoy!"

Demoy mengerutkan keningnya sambil membalikkan tubuhnya dan mengepalkan tangannya. Ini udah yang kesekian kalinya Abe mengusik paginya. Mana pake sengaja cari kesempatan di pagi buta pula! Tadi pas dirumah bilangnya minta dianter ke bandara, eh giliran udah di tengah jalan malah minta dianter ke kantor. Gimana gak ngeselin coba tuh?

Namun belom sempet Demoy membuka mulutnya dan bertanya, tiba-tiba tuh cowok malah mendaratkan ciuman di bibir tipis Demoy. Membuat mata cewek itu melotot tajam. Ini pertama kalinya dia ..

Ah gila! Ini bener-bener gila! Demoy sama sekali gak nyangka kalo ciuman pertama yang selama ini diimpikannya malah berakhir begini.

"Lo gila ya?!", teriak Demoy frustasi begitu Abe mengakhiri ciuman bibirnya lalu mencium kening Demoy dengan lembut dan lama. "Lo pikir gue cewek apaan yang bisa lo sosor seenak jidat lo?"

"Eres el amor de mi vida." Abe mengelap kedua sudut bibir Demoy dengan jarinya, namun tetap membiarkan tatapan tajamnya tertuju ke manik mata Demoy. "Tunggu aku ya."

"Hah?" Demoy mengedipkan matanya. Dia barusan gak salah denger kan? Seorang Abercio David Wang memintanya untuk menunggunya? Kalo dipikir-pikir, buat apa juga Demoy harus nungguin Abe?

"Lo belom jawab pertanyaan gue dan sekarang bisa-bisanya lo nyuruh gue buat nungguin lo? Emang lo siapa gue?"

"Aku tunangan kamu, Yank.", sahut Abe sambil memasang senyum penuh pesona andalannya. "Kamu masa lupa sih?"

Demoy mendesah pelan. Rasanya bener-bener Demoy pengen terjun bebas dari rooftop tempatnya berdiri sekarang. "Udahlah. Udah cukup lo bikin gue gila pagi-pagi begini. Kalo emang lo mau pergi, sana buruan lo pergi! Gak usah lelaguan sok romantis gini."

"Loh aku kan emang cowok romantis, Yank. Tapi kan aku romantisnya cuma ke kamu. Bukan ke cewek lain. Oiya, kamu emang mau kemana sih? Kok nyuruh aku cepet-cepet pergi? Emangnya udah gak kangen sama aku?"

"Gue mau tidur, Be. Lo lupa ya kelakuan lo tadi yang gedor-gedor kamar gue kayak orang kalap? Subuh aja belom malah udah gedor-gedor kayak gitu. Kalo abis ini muka gue kayak muka panda, awas aja lo. Gak bakalan gue bukain pintu lagi."

"Ya maaf, Yank. Aku abisnya kelupaan bilang sama kamu kalo aku mau balik hari ini."

"Ya udah, makanya sana buruan pergi. Bukan malah ngajak gue ke sini."

Abe memasang senyum terbaiknya. Lalu, sekali lagi dia mencium kening Demoy sambil memejamkan matanya. "Iyaudah. Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di sini, jangan pacaran sama cowok laen. Inget loh."

"Ya ya ya ..." Demoy membuang tatapannya ke arah lain. Lain di mulut, lain di hati. Bodo amat. Yang penting sosok di hadapannya itu cepet pergi dan gak bikin ubun-ubun Demoy semakin mendidih. "Yaudah, sana cepetan pergi."

Abe gak menjawab. Cowok itu malah memeluk tubuh Demoy erat-erat sebelom akhirnya beranjak pergi, meninggalkan Demoy yang nyaris loncat-loncat kegirangan.

*

avataravatar
Next chapter