2 2. Belajar Tata Krama

Upacara penobatan selesai dengan diakhiri sesi makan-makan dengan cara prasmanan. Beberapa juga ada yang asyik saling berdansa bersama pasangan. Para tamu antar kerajaan diberikan ruang yang berbeda dan lebih luas. Sementara para tamu dari kalangan warga biasa tetap berada di samping kursi tamu yang mereka duduki tadi.

Ariadne melihat semuanya tampak sibuk sendiri-sendiri. Ada yang mengambil makanan begitu banyak. Ada yang makannya brutal seperti orang yang tidak pernah makan. Ariadne meringis geli ketika tidak sengaja menatap pria bertumbuh gendut yang sedang duduk di lantai di antara para orang-orang yang berdiri mengambil makanan. Pria itu sangat gendut, ia makan begitu lahap sambil memegang satu ekor ayam panggang.

Ariadne memilih berjalan menjauh dari kursi singgasananya. Padahal di sini semua orang sedang merayakan penobatannya, namun dirinya malah dibiarkan sendirian. Badan Ariadne yang kecil namun sedang memakai gaun yang sangat mekar itu berusaha keluar dari kerumunan orang-orang. Ia berusaha menyibak kerumunan itu untuk mempermudah jalannya.

Orang-orang yang sedang makan itu langsung saja memberi Ariadne jalan. Mereka menundukkan kepala tanda hormat kepada Ariadne.

"Membungkuklah tuan putri, membungkuklah sedikit untuk membalas tanda hormat mereka." Bisik Darian yang entah mengapa tiba-tiba sudah berada di sisi kiri Ariadne.

Ariadne mengernyit tak paham. "Mengapa aku harus membalas tundukan mereka dengan membungkuk?" Tanyanya kemudian.

"Karena jika tuan putri tidak membalasnya, mereka tidak akan menegakkan tubuhnya sama sekali. Tetap akan seperti itu sampai tuan putri membalas tanda hormat mereka."

Mendengar itu Ariadne lantas membungkuk singkat, dan setelah itu dapat ia lihat bahwa orang-orang memang tidak lagi menunduk padanya. Semuanya tersenyum ke arah Ariadne, seolah sedang melihat dewi yang sangat cantik.

"Bawa aku keluar Darian. Aku tidak suka ditatap oleh mereka semua." Pinta Ariadne dengan rasa sedikit ketakutan. Baru kali ini Ariadne menghadapi tatapan banyak orang. Meskipun mereka semua tersenyum, rasanya Ariadne tidak pernah merasa aman.

Darian langsung mengangguk dan menuruti permintaan Ariadne tersebut. Lelaki itu memimpin jalan di depan Ariadne dan membawa tuan putri itu menuju ke taman depan istana. Taman istana yang begitu luas dengan banyak tumbuhan bunga yang cantik dan harum. Sedangkan di sebelah taman tersebut ada taman labirin yang hanya ditumbuhi tanaman dedaunan dibentuk balok.

Ariadne belum pernah memasuki taman labirin itu. Karena tumbuhan dedaunan pada taman labirin itu baginya sangat tinggi. Taman labirin itu berbentuk lingkaran. Tentu saja kalau masuk ke dalam sana rasanya memang seperti masuk ke dalam labirin. Kalau tidak hafal peta pasti akan tersesat. Hanya tukang kebun yang sangat hafal area itu.

"Ada apa tuan putri? Apakah tuan putri mau main ke sana?" Tanya Darian ingin tahu. Karena ia melihat arah pandangan kedua mata Ariadne yang terpikat pada taman labirin.

Ariadne menggeleng pelan. "Tidak. Aku tidak suka gelap dan tersesat."

"Tidak akan tersesat kalau tuan putri membawa peta."

"Tidak. Aku tidak mau ke sana. Aku mau di sini saja." Ucap Ariadne yang kemudian langsung terduduk di kursi taman yang mewah.

Sedangkan Darian hanya mengangguk saja, kemudian berdiri tegap di sisi kanan samping kursi taman.

"Mengapa kamu tidak duduk Darian? Apa lututmu tidak pernah lelah?" Tanya Ariadne yang selalu melihat Darian berdiri. Darian tidak pernah duduk ketika sedang berada di dekat Ariadne.

"Tidak tuan putri. Jangan khawatirkan aku. Aku di sini ada untuk menjagamu tuan putri." Ucap Darian tegas.

"Kapan pestanya akan berakhir?" Tanya Ariadne.

"Sepertinya siang ini. Tepat saat matahari berada di atas kepala."

"Badanku lelah dan gaun ini cukup berat. Aku ingin tidur siang. Perutku juga lapar. Sebenarnya mereka semua hanya makan sendiri dan sibuk sendiri. Tidak ada yang menanyaiku atau memperhatikanku. Aku tidak suka berdiam duduk di kursi mewah itu dengan hanya menatap seperti patung." Oceh Ariadne kesal.

"Tenang saja tuan putri, setelah ini tuan putri akan bisa tidur siang. Ibuku akan menjemput tuan putri ke sini."

"Elie?" Tanya Ariadne.

Darian mengangguk sebagai jawaban. Mata biru milik Darian sempat membuat Ariadne tertarik sekilas. Karena kedua mata Ariadne tidak berwarna biru seerti Darian, kedua mata Ariadne berwarna coklat keemasan.

"Sejak kapan Elie tahu aku berada di taman?" Tanya Ariadne lagi.

"Ibuku selalu tahu di manapun tuan putri berada. Dan aku juga akan selalu ada di samping tuan putri jika ibuku sedang sibuk."

Setelah mendengar itu Ariadne memilih untuk diam saja. Ia agak bosan berbicara dengan Darian yang jawabannya itu-itu saja. Ariadne hanya ingin bergaul dengan Darian seperti layaknya anak kecil warga biasa yang bisa bermain lari-larian dan tertawa lepas.

Namun Ariadne menyadari dirinya sendiri kalau ia tidak bisa seperti anak warga biasa yang bergerak bebas. Kini bahkan tubuhnya memakai gaun yang sangat mekar dan berat. Apalagi aksesoris yang banyak seperti gelang, cincin, anting, bahkan kalung. Ditambah lagi sebuah mahkota berlian yang kini bertengger manis di atas kepalanya. Membuatnya tidak bisa menunduk karena takut mahkotanya akan terjatuh. Pergerakan Ariadne saja sudah sangat terbatas. Mana mungkin ia bisa berlarian dan tertawa sepelas itu. Bahkan teman saja Ariadne tidak punya. Hanya Darian dan Darian lagi yang berada di sampingnya.

Sesuai perkataan Darian, kini Elie datang dan menunduk hormat pada Ariadne yang masih duduk di kursi taman. "Pesta penobatan sudah selesai tuan putri. Mari ikut denganku." Ujar Elie kemudian memimpin jalannya lebih dulu.

Sedangkan Darian langsung pergi menuju ke lapangan latihan berkuda di belakang istana. Bergabung bersama anak-anak lelaki yang lain.

Elie mempersilakan Ariadne duduk di kursi meja makan bagian ujung. Tersedia berbagai macam makanan yang sudah Ariadne tunggu-tunggu sejak tadi. Perutnya sangat lapar sekali.

Namun pergerakan tangan kanan Ariadne yang ingin mengambil makanan itu berhenti ketika Elie menginterupsinya tegas. "Bukan begitu tuan putri. Makanlah dengan tata krama yang benar." Ujar Elie sambil membimbing pergerakan tangan Ariadne untuk mengambil garpu dan pisau makan.

"Untuk apa begini? Aku hanya ingin cepat-cepat makan dan tidur siang. Aku rindu dengan kamarku Elie." Rengek Ariadne yang rasanya sudah ingin menangis.

"Berhenti tuan putri. Seorang tuan putri dilarang menangis sembarangan. Tahan air matamu. Bersikaplah dengan elegan. Makanlah dengan tata cara yang benar. Duduklah yang tegak hingga punggung belakangmu lurus seperti dinding. Dilarang membungkuk dan tegakkan dagumu." Ujar Elie menyeru dengan tegas.

Kedua mata Ariadne berkaca-kaca. Biasanya tidak pernah seperti ini. Jika ia lapar dan ingin makan pasti Ibunya akan dengan segera menyuapinya sendiri. Ariadne tidak suka diperintah.

BRAK!!

Pisau makan dan garpu yang terbuat dari perak itu dibanting oleh Ariadne dengan keras. Dan Ariadne kemudian memilih turun dari kursi. Gadis itu berlari sekencang mungkin sambil mengangkat sedikit gaunnya. Ariadne memilih menuju kamarnya dan menutup segera, juga menguncinya dari dalam. Ariadne ingin sendirian.

***

avataravatar
Next chapter