1 1. Penobatan

Suasana dini hari berubah menjadi mencekam dan runyam. Elie hanya bisa terduduk lemas ketika wanita yang tiga puluh tahun itu mengetahui sang Raja dan Ratu sudah tidak bernapas. Rutinitas Elie setiap dini hari adalah mengecek kondisi Raja dan Ratu. Mengingat penyakit mereka yang tidak ada obatnya. Jadi setiap hari Elie pasti terbangun untuk memeriksa kondisi mereka. Tentu saja Elie bangun disaat Darian sudah tertidur pulas.

Para pengawal, pelayan, sekaligus seekor anjing kesayangan kerajaan yang bulunya lebat itu menundukkan kepala. Mereka semua sedang bersedih hati atas meninggalnya Raja dan Ratu kerajaan berlian.

*

Kerajaan Berlian ini memang baru berdiri sejak pemerintahan Ayah Winston pertama kali. Kemudian Winston menikah dengan seorang perempuan tercantik yang ia pilih sendiri, yaitu Clemmie. Clemmie adalah seorang gadis cerdas dan memiliki pengetahuan yang sangat luas. Clemmie lahir dari keluarga sederhana di mana sang Ayah adalah seorang peternak domba, sementara Ibunya bekerja sebagai juru masak di salah satu rumah makan.

Winston sendiri lahir dari kedua orang tuanya yang memang sudah menjabat sebagai seorang Raja pertama di Kerjaan Berlian. Kedua orang tua Winston sudah meninggal dunia saat usianya masih 20 tahun. Ayahnya meninggal karena memang sakit. Dan Ibunya meninggal karena kecelakaan kapal saat berlabuh mengunjungi kerajaan lain. Dan akhirnya Winston yang dinobatkan menjadi satu-satunya Raja di Kerajaan Berlian. Hingga dirinya menikah dengan Clemmie dan dikaruniai seorang putri yang cantik bernama Ariadne.

*

"Darian? Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Ariadne yang terbangun karena Darian masuk ke dalam kamarnya. Suara pintu kamar Ariadne yang membuatnya terbangun dengan sedikit kaget.

Darian mendekati ranjang Ariadne sambil menempatkan jari telunjuknya pada mulutnya. Menyuruh Ariadne untuk jangan berisik. "Jangan berteriak. Aku di sini karena disuruh Ibu untuk menemanimu." Ujarnya.

Darian berdiri tegap seolah seperti seorang penjaga dan berdiri di samping ranjang Ariadne.

"Aku tidak butuh ditemani ataupun dijaga. Aku sudah besar. Bahkan umurku sudah sepuluh tahun. Aku juga sudah tidak suka dibacakan dongeng. Pergi saja sana!!" Usir Ariadne. Gadis itu terduduk dengan wajah cemberut tak suka.

Sementara Darian diam saja dan pandangannya lurus ke depan. Sungguh persis sekali seperti seorang penjaga yang patuh untuk diam.

"Aku menyuruhmu pergi Darian! Mengapa kau masih di sini? Sana pergi! Aku tidak bisa tidur jika ada seseorang yang berada di dalam kamarku." Ujar Ariadne sebal dan menatap Darian dengan tatapan marah.

Darian bergeming. Tak mendengarkan perintah Ariadne.

Dengan perasaannya yang sangat ingin marah, Ariadne langsung bangkit dari duduknya dan berdiri. "Pergi!" Usirnya sambil menunjuk ke arah pintu kamar yang besar dan tinggi dengan ukiran emas itu.

"Tidak bisa Ariadne. Aku diperintahkan untuk menjagamu di sini." Ucap Darian tetap menjalankan kepatuhannya terhadap perintah tersebut.

Ariadne bersedekap dada. "Untuk apa aku dijaga? Apakah akan ada perampok di kerajaan ini?" Tanyanya polos.

Darian tersenyum tipis. "Anggap saja seperti itu. Yang pasti aku akan menjagamu."

Mendengar itu Ariadne entah mengapa merasa tenang. Darian memang lebih tua tiga tahun diatasnya, namun tinggi badan mereka sama. Jadi, Ariadne seperti memiliki seorang kakak.

"Tidurlah Ariadne." Ucap Darian yang masih melihat Ariadne yang tak kunjung berbaring.

Arah pandang kedua mata Ariadne itu tertuju pada celah bawah pintu. Telinganya juga mendengar banyak langkah kaki yang terburu-buru seolah ada sesuatu yang harus dilihat. Ariadne cukup hafal jam bangun para pelayan. Dan saat dini hari seperti ini tidak mungkin ada yang sudah terbangun, apalagi banyak orang.

Ariadne melirik pada Darian yang bahasa tubuh lelaki itu seolah benar-benar menjaganya. Perlahan Ariadne memposisikan dirinya untuk berbaring. Gadis itu melirik ke arah Darian yang kini arah pandangnya kembali lurus seperti patung.

Langsung saja dengan cepat Ariadne menyibak selimutnya dan berlari sekencang mungkin hingga berhasil keluar dari kamar.

"ARIADNE!!! JANGAN KELUAR!!" Pekik Darian yang merasa dirinya lengah. Lelaki umur 13 tahun itu langsung mengejar Ariadne yang larinya cukup kencang.

Namun jejak Ariadne hilang. Kini Darian hanya bisa celingukan di antara tubuh para pelayan yang sibuk ke sana sini menyiapkan pemakaman. Istana kerajaan terlalu besar, dan Darian tidak akan semudah itu untuk menemukan keberadaan Ariadne. Darian belum hafal peta kerajaan, apalagi letak ruangan-ruangan yang biasa Ariadne kunjungi.

*

Napas Ariadne tersengal. Ia memegangi dadanya yang agak sesak akibat berlari dengan menembus kerumunan para pelayan yang berkumpul sampai di depan kamar orang tuanya. Rambut panjangnya kini berantakan, gaun tidurnya yang berwarna putih jadi kusut dan keringatnya membanjiri area leher dan dahi.

Langkah kaki Ariadne menjadi pelan ketika para pelayan secara otomatis memberikan jalan untuknya. Para pelayan yang jumlahnya banyak itu langsung menepi di sebelah kanan dan kiri lorong.

Pandangan Ariadne tertuju pada pintu kamar orang tuanya yang terbuka lebar. Gaun tidurnya yang panjang dan terseret itu sedikit diangkatnya untuk mempermudah langkah kakinya berjalan. Kedua kaki Ariadne serasa sangat dingin karena tidak memakai alas kaki apapun.

Sampai di ambang pintu kamar kedua orang tuanya, Ariadne langsung lemas. Terdiam dan tetap berdiri dengan pandangan yang kosong ke depan. Menatap tubuh kedua orang tuanya yang kini sudah ditutupi kain putih. Air matanya langsung terjatuh membasahi kedua pipi putihnya.

"AYAH!! IBU!!! TIDAK. TIDAK..." Teriak Ariadne tak percaya.

Elie langsung berlari ke arah Ariadne dan memeluk gadis itu dengan erat. Elie juga masih menangis tanpa suara. Pertahanan dirinya runtuh begitu melihat Ariadne yang mengetahui kejadian ini.

Patah hati terbesar untuk pertama kalinya dalam hidup Ariadne adalah kematian kedua orang tuanya. Dan Ariadne dipaksa untuk menjadi dewasa oleh Elie pengasuhnya.

***

Sudah satu minggu sejak kematian Raja Winston dan Ratu Clemmie. Pagi ini Ariadne masih meringkuk di atas kasurnya. Wajahnya pucat dan kedua matanya memiliki kantung mata yang menghitam. Ariadne tidak bisa tidur apalagi makan. Gadis itu hanya bisa menangis dan menangis, tidak bisa menerima kenyataan yang ia hadapi.

Klak!

Pintu kamarnya yang besar itu dibuka oleh seseorang. Elie masuk dengan membawa nampan lebar berisi makanan, minuman, dan juga buah segar. Ada Darian yang mengekori langkah Elie di belakangnya.

"Bangunlah nona.. aku sudah menyiapkan sarapan untukmu." Ujar Elie sopan dan menaruh nampan lebar itu di atas meja makan yang sudah Darian siapkan di atas kasur Ariadne.

"Bawa makanan itu keluar. Aku tidak berselera sama sekali." Ujar Ariadne malas.

Elie membungkuk. "Makanlah nona.. sejak Raja dan Ratu tidak ada, nona hanya makan sedikit sekali bahkan hampir tidak makan. Jika nona sakit, satu kerajaan ini juga ikut sakit." Bujuk Elie.

Darian mengangguk, membenarkan perkataan Ibunya. "Makanlah Ariadne. Pulihkan tenagamu dan kembalilah memarahiku seperti biasanya."

Mendengar itu Ariadne langsung terduduk. "Apakah aku bisa memarahimu sesuka hati ketika aku selesai makan?" Tanyanya.

Darian mengangguk saja dan tersenyum. "Makanlah saja dulu. Pancake yang dibanjiri madu itu kelihatannya lezat. Apalagi ada blueberry yang menghiasinya. Apa aku saja yang memakannya?" Tanya Darian yang juga sengaja menjulurkan tangannya hendak meraih blueberry yang ada di nampan.

Dengan cepat Ariadne langsung memukul tangan Darian keras. Tentu saja Darian meringis kesakitan. Setelah itu Ariadne memilih memakan pancake madunya sampai habis dan meminum segelas susu sapi yang segar. Sementara buah blueberry yang berada dalam mangkuk kecil itu dimakan terakhir.

Elie tersenyum ketika mengetahui isi nampan yang bersih. Hanya tertinggal alat makannya saja. Dengan sigap Darian membantu Elie membawa nampan berisi alat makan yang sudah kosong tersebut. Elie membiarkan putranya itu untuk keluar lebih dulu.

"Apa? Mengapa kau melihatku seperti itu Elie? Apalagi yang harus kulakukan? Makanan yang kau bawa sudah kuhabiskan. Maka pergilah jika tugasmu sudah selesai." Ucap Ariadne dengan polosnya.

Elie hanya tersenyum tipis. "Bersiaplah nona. Para pelayan akan masuk dan membawamu ke bak mandi. Kamu harus didandani secantik mungkin. Ini hari penobatanmu." Ucap Elie. Kemudian membungkuk hormat pada Ariadne yang masih tidak memahami perkataan Elie.

Penobatan? Apa itu penobatan? Belum selesai bertanya dalam batinnya sendiri, para pelayan yang diucapkan Elie tadi benar-benar masuk dan menyerbu tubuh Ariadne dengan pelan dan lembut. Mengantarkan Ariadne ke dalam bak mandi berbentuk lingkaran dan luas. Bak mandi tersebut sudah diisi dengan air hangat dan dipenuhi mahkota bunga mawar berwarna merah dan merah muda. Harum.

Selesai mandi, Ariadne langsung dihanduki dan para pelayan yang berjumlah sepuluh orang itu memakaikan lapisan demi lapian rok pada tubuhnya. Lapisan rok itu sangat banyak, bahkan Ariadne lupa dengan hitungannya. Lapisan rok tersebut jadi membentuk gaun yang sangat mekar.

Kemudian disusul dengan sebuah gaun indah berwarna keemasan dengan aksen bordiran yang elegan dan menonjol. Banyak hiasan bunga-bunga di bagian dada, serta jahitan manik berlian yang berada mengelilingi pinggang. Tampak sangat mewah sekali gaun yang dipakai Ariadne.

Rambut gadis itu juga dibentuk sangat cantik dengan disematkan beberapa jarum tusuk yang ujungnya berbentuk bunga mawar. Tentu saja jarum tusuk rambut itu terbuat dari emas dan memiliki mata berlian. Semua yang dipakaikan pada tubuh Ariadne itu layaknya harta karun berjalan. Bahkan satu mata berlian yang ada pada gaunnya jika dijual tentu saja bisa digunakan makan selama dua atau tiga bulan lebih. Itu jika digunakan oleh orang biasa dan sederhana. Bagi Ariadne, berlian tidak ada gunanya.

Para pelayan kerajaan itu memakan waktu hampir ada tiga jam lebih, hanya untuk mendandani Ariadne. Setelah dirasa siap dan Ariadne yang kini berubah secantik bak dewi kayangan langsung dituntun untuk menuju ke gedung penobatan.

Gadis berusia sepuluh tahun itu hanya bisa melihat sekitar dengan kedua mata indahnya dengan bulu lentik. Para pengawal kerajaan atau penjaga kerajaan langsung mengeluarkan pedang mereka dan diangkat ke atas. Mereka saling berjajar behadap-hadapan. Dan Ariadne berjalan pelan di tengah-tengah melintasi karpet merah yang terbentang lurus samai menuju ke satu kursi kerajaan yang terlihat begitu mewah.

Semuanya berjalan dengan lancar. Ariadne berdiri ketika sang pendeta yang didampingi dengan penasehat itu berdiri di depannya. Diikuti seorang kepala pelayan istana bernama Meghan yang sedang membawa mahkota berlian di atas sebuah nampan emas. Ariadne kenal perempuan tersebut.

"Dengan ini, kunobatkan engkau, Tuan Putri sebagai seorang putri kerajaan yang akan memimpin kami semua." Ujar sang pendeta dengan tegas.

Meghan langsung berjalan mendekat ke arah Ariadne yang terdiam. Kemudian sebuah mahkota emas dengan banyak berlian tersebut sukses mendarat di atas kepala Ariadne dengan baik. Hingga diikuti suara tepuk tangan warga yang duduk di banyak kursi.

*****

avataravatar
Next chapter