webnovel

1. Penemuan Mayat Asih

"Aya mayit, aya mayit...." (Ada mayat, ada mayat) ucap seorang warga yang sedang berkeliling ronda malam.

Sambil membunyikan kentungan, Pak Asep berteriak-teriak memberitahukan ada penemuan mayat yang bergelantungan di atas pohon mangga yang tak begitu tinggi, di depan rumah seorang warga yang bernama Asih.

Semua warga berhamburan keluar rumah, terutama warga yang dekat dengan rumah Asih.

"Mayit saha eta Pak?" (mayat siapa itu, Pak?) Tanya Bu Wati.

Bu Wati pun melangkah ke arah depan mayat yang masih bergelantungan itu.

"Astagfirullah Asih! Pang turun keun atuh eta hey ulah icing wae! Gera tulungan karunya neng Asih." (astagfirullah Asih! Tolong turunkan mayatnya jangan diam saja! Kasihan neng Asih.) Lanjut Bu Wati, tetangga sebelah rumah Asih.

Penemuan mayat itu ternyata adalah mayatnya Asih, wanita muda yang cantik dan berbakat dalam kesenian tari goyang Karawang.

Asih adalah gadis belia yang cantik dan baik hati, semasa hidupnya banyak sekali di sukai oleh orang-orang. Terutama kaum adam, banyak sekali pria yang tergila-gila dengan Asih.

Bahkan bapak-bapak yang sudah punya istri pun banyak yang mengejar-ngejar Asih, ada pula yang berani kurang ajar kepada Asih.

Ya begitulah hidup seorang wanita cantik nan rupawan, ke mana pun selalu di kejar-kejar oleh lelaki hidung belang.

Meskipun Asih anak yang sopan dan santun, tetapi banyak sekali ibu-ibu yang memusuhi Asih dengan alasan karena suaminya selalu menggoda Asih, meskipun Asih tidak pernah menanggapinya sama sekali.

Kini mayat Asih di eksekusi warga, tubuhnya di temukan terbujur kaku menggelantung dipohon mangga depan rumahnya sendiri.

Dengan keadaan tubuh yang pucat, dan sudah penuh dengan lebam, juga leher yang memanjang mungkin karena Asih yang gantung diri dipohon.

Membuat warga kampung desa di salah satu kabupaten Karawang pun menjadi geger.

Kejadian penemuan mayat itu terjadi sekitar jam dua malam, saat Pak Asep berkeliling malam untuk ronda dia pun melewati rumah Asih dan melihat mayat yang bergelantungan itu tepat di depan rumah Asih.

Pak Asep yang sendirian berkeliling pun panik, antara panik dan takut akhirnya Pak Asep berteriak kepada warga sehingga seluruh warga pun berhamburan keluar rumah.

Asih hidup sebatang kara, kedua orang tuanya sudah meninggal ketika Asih masih berumur delapan tahun. Awalnya Asih tinggal dengan paman dan juga bibinya, tetapi karena ada perlakuan yang tidak baik dari paman dan bibinya, akhirnya paman dan bibinya pun di usir oleh warga kampung dan Asih tinggal sendirian hingga ajal menjemput.

Jadi mayat Asih di urus oleh warga setempat secara beramai-ramai sebelum paman dan bibinya Asih datang besok pagi.

Mayat Asih di mandikan subuh dini hari, tepatnya jam empat subuh. Warga yang memandikannya tidak kuat dengan rupa mayatnya Asih.

Lehernya memanjang serta matanya melotot, membuat penampakan mayat Asih lebih seram dibandingkan mayat lain pada umumnya.

"Astagfirullah Asih, naha atuh neng Asih teh jadi kos kieu? Asaan mah tadi sore teh masih keneh ngobrol jeung neng Asih!" (Astagfirullah Asih, kenapa neng Asih jadi kayak gini? Perasaan tadi sore masih ngobrol sama neng Asih!) Ucap Bu Wati.

"Nya ngarana ge umur atuh Ceu, teu aya nu teurang iraha dongkap na." (Ya namanya juga umur Ceu, gak ada yang tahu kapan datangnya.) Ujar salah seorang pemandi mayat Asih.

"Budak teh bageur pisan ieu mah Wa, ngan sayang loba di pusuhan ku pamajikan batur. Pedah loba suami-suamina nu ngagoda Asih, padahal mah si Asih teh tara pernah nanggapan pisan." (Anak ini tuh baik banget Wa, cuman sayangnya aja banyak dimusuhin sama ibu-ibu, Cuma karena para suami-suaminya yang ngegoda Asih, padahal si Asihnya mah gak pernah nanggapin sama sekali.) Kata Bu Wati.

"Mantakan hese Ceu jadi jalmi geulis mah, kudu bisa mawas diri." (mangkanya susah Ceu, jadi orang cantik itu harus bisa jaga diri.) Kata tukang mandiin mayat.

Mereka bergosip tentang Asih sambil memandikan mayat Asih, namun tiba-tiba tubuh Asih kejang dan matanya melotot.

"Astagfirullah jurig... Jurig...." (Astagfirullah setan... setan....) Teriak Bu Wati.

"Allahu Akbar, eta hirup keneh neng Asih! Tulungan...." (Allahu Akbar, itu masih hidup neng Asihnya! Tolongin....) teriak Wa Eros-- pemandi jenazah

Sontak semua terkejut mendengar teriakan dari Bu Wati dan Wa Eros.

"Kunaon Wa? Aya naon?"(Kenapa Wa? Ada apa?) tanya salah seorang warga yang hadir di pemandian jenazah Asih.

"Eta mayit neng Asih kejang-kejang." (Itu Mayat neng Asih kejang-kejang.) Wa Eros berbicara sembari menunjuk ke arah tempat pemandian mayat Asih, tubuhnya yang sudah tak lagi muda kini bergetar melihat kejadian menyeramkan itu.

Ketika warga berkerumun di tempat pemandian, mayat Asih sudah tergeletak di bawah dengan posisi mata yang masih melotot serta lidahnya yang menjulur.

Semua warga ketakutan melihat mayat Asih yang tak normal, bagi warga kampung jika ada seorang yang meninggal bunuh diri, maka arwahnya tidak bisa tenang bahkan akan sering bergentayangan.

Kini Pak RT pun maju, beliau mengajak para ibu-ibu untuk membantu menutupi tubuh Asih yang telanjang bulat akibat jatuh saat dimandikan tadi.

Ibu-ibu yang ada di sana tidak berani mendekati Asih, bahkan ada yang mencibirnya karena dia meninggal secara tidak wajar. Ibu-ibu yang mencibirnya adalah ibu-ibu yang tidak suka kepada Asih dimasa hidupnya Asih dulu.

Lagi-lagi hanya Wa Eros dan Bu Wati yang mau membantu pelaksanaan pemandian mayat Asih.

Tubuh Asih di selimuti kain oleh Bu Wati dan Wa Eros, lalu di angkat kembali oleh bapak-bapak yang lain. Dan akhirnya proses pemandian jenazah Asih pun selesai tanpa ada kendala lagi, setelah di jampi-jampi oleh orang yang mengerti akan hal gaib di kampung ini.

"Alhamdulillah, akhirna nya selese oge euy. Sing tenang geulis, ulah mikiran nanaon deui. Uwa meni teu percaya neng Asih tos uwih ayeuna."(Alhamdulillah, akhirnya sudah selesai juga. Semoga tenang ya cantik, gak usah mikirin apa-apa lagi. Uwa serasa gak percaya neng Asih sekarang udah pulang.) Ucap Bu Wati

"Sok mangga, nu bade macaan surat Yasin sakeur neng Asih mangga ka lebet." (Ayo, yang mau baca surat Yassin buat neng Asih langsung saja masuk ke dalam.) Ujar Wa Eros.

Mayat Asih sudah selesai di kain kafankan, kini tinggal di beri doa Yasin oleh para pelayat yang hadir.

Waktu sudah menunjukkan jam enam pagi, tetapi paman dan bibinya belum juga hadir di rumah duka.

Wa Eros mencoba menelepon pamannya, dan ketika menelepon ternyata pamannya tidak mau hadir di pemakaman sang keponakan.

Akhirnya semua proses pemakaman, murni bantuan para warga setempat. Dengan di gerakan oleh Pak Joko selaku ketua RT.

Next chapter