1 Sekuntum mawar di atas kubangan lumpur

Dikala itu ada seorang wanita cantik primadona para lelaki bujang. Kecantikannya lebih mencolok dari para wanita-wanita di tempat dia berasal, setiap dia keluar seluruh mata tak lepas dari pandang, setiap dia menebar senyum setiap lelaki selalu ingin datang mendekat.

Tetapi di balik kesempurnaan si wanita itu selalu ada rasa iri dan dengki dari para wanita lain kepadanya. Mereka yang memiliki rasa terpendam menyimpan dendam yang mendalam.

"Tau enggak sih kalian, melihat gayanya itu membuat aku jijik, dia itu cocoknya menjadi wanita penghibur," ujarnya kepada teman-temannya.

"apa mungkin, dia memang wanita penghibur yah, kan setiap malam dia selalu keluar dari rumahnya?," ucapnya untuk membuat suasana semakin memanas.

"yah bisa jadi, tapi biarin aja deh kan bukan urusan kita kan, lagian juga enggak ada faedahnya buat kita kan."

"tapi jika sampai pria yang kita sukai terpikat dengannya. kalian mau enggak pasangan kalian yang kalian cintai setengah mati itu di ambil si Laras yang kegatalan itu."

"ya enggak maulah," ucap mereka.

"Kalau begitu dukung dong aku untuk membuka sifatnya aslinya si laras itu."

Esok harinya yang cerah, kicauan burung semerdu bagai harmonis biola, angin berhembus membelai lembut suasana, orang-orang sedang beraktivitas seperti biasa. Namun yang tak seperti biasanya Laras yang di tengah jalan tiba-tiba dihadang sekelompok wanita yang sudah menunggunya sejak di pasar.

Laras bingung mengapa dia dihadang, apakah dia memiliki kesalahan ataukah ke tidak senggajaan tanpa dia ketahui sebelumnya.

"hai Laras, kamu habis belanja yah? Kok banyak yah, emang untuk kamu makan sendiri!"

"enggak kok San, ini juga untuk..."

Laras menyangga ucapan Laras, "Apa? Untuk ke para normal agar di beri mantra, habis itu kamu kasi ke para lelaki di sini agar mereka terpikat dengan mu. Begitukan."

Laras tidak menduga dengan tuduhan yang Santi berikan kepadanya, "apa sih maksud kamu San, demi tuhan aku membeli sebanyak ini agar aku bisa...."

Sekali lagi Santi memotong ucapan Laras, "omong kosong, ucapan mu itu omong kosong Laras."

"iya benar apa yang dikatakan Santi, setiap pukul 08:30 malam kami selalu melihat mu pergi keluar rumah, dan membawa makanan ke dalam rumah tua yang berada di hujung tempat tinggal itu kan."

Indah pun ikut begitu saja menebak tanpa bukti yang pasti, "atau yang pastinya, kamu memberikan sesajenkan. Iyakan untuk membuat dirimu cantik, dasar wanita ilmu hitam."

Mereka mendorong Laras hingga terjatuh, semua barang belanjaan miliknya berceceran, siyapa yang tidak merasa sedih di fitnah bahkan di lukai secara pisik tanpa tahu seluk-beluk kesalahannya.

Sungguh kasihan Laras yang mencoba bangun mengambil satu persatu barang belanjaannya. Dia pergi terpincang-pincang air mata sepanjang jalan mengalir dengan rasa sabar.

"udah deh San, enggak tega juga lihat dia sampai begitu."

"enggak akan, aku enggak akan berhenti sampai dia benar-benar terpojok. Apapun itu caranya."

Tibalah malam, seperti biasa pukul 08:30 malam, Laras pergi dengan membawa sekeranjang makanan menuju rumah tua itu, namun malam ini menjadi malam ke tidak beruntungannya. Santi, indah, dan teman-teman yang lain telah menyiapkan perangkap tali untuk membuat dirinya celaka. Tentu saja saat Laras tiba di tempat mereka dia tersandung, makanan yang dibawanya tumpah tak satu pun yang tersisa, tangisnya begitu mendalam seakan dia akan menyesal apa yang akan terjadi nantinya.

Dia secepatnya kembali pergi ke rumahnya, entah apa yang dia lakukan. Sedangkan Santi merasa puas dengan perbuatannya, namun belum cukup baginya, "sedikit lagi aku pasti akan menemukan bukti yang pasti tentang si Laras itu," ujarnya dengan wajah kusamnya.

Lima hari setelah kejadian itu.

Wajah Laras terlihat pucat dan tubuhnya sedikit kurus. Berjalan di kerumunan pasar orang-orang meliriknya seakan-akan Laras terlihat seperti orang asing.

Orang-orang saling berbisik seakan percaya dengan tuduhan yang di berikan kepada Laras.

Si tukang sayur yang penasaran bertanya kepada Laras, "mbak Laras kok kamu Makin kurusan yah, wajah kamu juga pucat!"

Laras tersenyum sayu, "enggak apa-apa kok kang mamang, saya kurang istirahat mungkin."

Setelah membeli Laras pergi kembali.

Namun penjual sayur memanggil kembali Laras, dikarenakan uang belanjaan Laras yang kurang, "mbak kurang banyak ni uangnya."

"maaf kang, kalau begitu saya beli beberapa saja deh."

Seperti biasanya setelah pukul 08:30 Laras pergi ke rumah itu lagi, mungkin saja kondisinya yang saat ini telah memburuk karena dia tidak bisa memenuhi lagi secara utuh permintaan sesajen sehingga sedikit demi sedikit kecantikan luntur.

Setelah beberapa hari kemudian Laras tidak lagi muncul di luar rumahnya, sehingga warga dan para wanita yang menuduhnya merasa curiga dengan yang terjadi pada dirinya.

"untuk memastikan kecurigaan kalian itu, alangkah baiknya kita datangi saja dulu rumah mbak Laras dengan baik-baik," tegas pak RT kepada warganya.

Mereka menuju rumah Laras dengan penuh rasa antusias untuk membuktikan kecurigaan mereka itu benar. Tetapi setelah tiba disana, pintu Yang tidak terkunci di buka oleh mereka. Kebenaran kini telah di hadapan mereka.

Laras telah meninggal dunia dengan keadaan memegang tasbih, bermakenah, terbaring di atas sajadah, serta air mata yang masih basah di pipinya. Tentu saja para warga tidak menyangka yang mereka bayangkan semuanya salah.

"demi Rab ini kah yang kalian katakan dengan keburukan!" ucap pak RT tersentuh melihatnya.

Pak RT melihat selembar kertas terselip selembar pesan di balik sajadahnya.

Demi Allah, apa yang kalian mungkin pikirkan tentang ku selama ini tidaklah benar, dan apa yang kalian lihat dengan perbuatanku tidaklah seperti pemikiran kalian. Disana, di hujung batas desa ini di rumah tua itu ada seorang ibu tua bisu dan kedua Anaknya masih belia yang kita abaikan selama ini sedang dalam kelaparan, menunggu bantuan dari anaknya yang tak kunjung kembali. Maka itu setiap pukul 08:30 ku sisihkan stok makanan untuk mereka, aku sudah berusaha keras menjelaskan kepada mereka yang tidak menyukai ku, namun malah tuduhan sebagai penganut ilmu hitam di berikan kepadaku. Aku mohon kasihanilah mereka walau sedikit nasi di tangan kalian.

Segera mungkin pak RT mengusulkan kepada para warga agar mau dengan memberikan harta maupun bahan makanan yang mereka miliki untuk ibu tua dan anak-anaknya.

Setiba disana, benar saja ada ibu tua dengan anak-anaknya yang tengah kelaparan menunggu kedatangan Laras memberikan bantuan lagi. Tetapi si ibu tidak mengetahui bahwa Laras telah meninggal dunia. Lantas sang ibu menangis dan berdoa dalam kebisuannya kemungkinan saja dalam doanya agar Laras di terima dengan damai di sisi sang maha kuasa.

Namun hal yang paling tidak terduga bahwa Santi adalah anak dari sang ibu tersebut, dan kedua anak-anak itu adalah anaknya karena hubungannya yang terlarang. Semua warga pun tak menyangka setelah sang ibu menunjuk-nunjuk kepada Santi.

(Setiap perbuatan pasti akan berdampak terhadap yang melakukan, baik secara perlahan maupun cepat, baik di dunia, baik di akhirat ataupun kedua-duanya secara bersamaan.)

avataravatar
Next chapter