21 TEMPAT BERSINGGAH I

Setelah berjalan seharian, akhirnya kami menemukan jalan keluar dari hutan ini.

Sebelumnya kami telah beristirahat sebanyak 3 kali dan berusaha mengobati atau meringankan sakit yang diderita 2 elf teman Luxia dengan tanaman obat dan mantra yang dibacakan Luxia.

Pada saat dia hendak mengobati aku selalu berusaha memakan sedikit tanaman obat itu untuk sekedar menghafal rasanya dan melihat bagaimana Luxia meracik serta memanjatkan mantra. Mungkin karena skill learn yang kumiliki, akhirnya sedikit demi sedikit aku bisa menghapalkannya kalimat mantra yang diucapkan Luxia serta menganalisis bagaimana cara melakukan hal serupa.

Awalnya dia protes saat aku selalu memandanginya bekerja, tapi lama-lama dia akhirnya membiarkanku melihat cara dia meracik.

Setelah melihat 6 x dia melakukan hal itu aku akhirnya mencoba melakukan hal yang sama dengan yang dilakukannya, tapi apa yang terjadi...

Aku belum berhasil..

Memang mantra yang diucapkan sudah benar, tetapi tetap saja lingkaran sihir hanya keluar samar-samar dan ukurannya tidak terlalu besar.

" Apakah ini karna aku baru mencobanya dan masih belum berhasil?"

[Jawaban. Skill learn> Proses: berjalan.Anda masih belum bisa menggunakan mantra penyembuh, Solusi. Teruslah berlatih!]

Sistem menjawab pertanyaananku dan menyarankan untuk terus berlatih.

'' Yah, masuk akal sih kalo masih kayak gitu, toh aku baru mulai''

Kembali ke posisi kita saat ini, kami telah berhasil menemukan jalan keluar dari hutan ini.

Saat benar-benar telah keluar dari pepohonan hutan aku melihat sebuah padang rumput yang sangat luas. Daratannya bewarna hijau khas musim semi. Cahaya oren mulai muncul dari mentari yang menandakan sekarang telah sore. Melihat lebih jauh sepertinya ada sebuah aliran sungai dan ada seperti sebuah pagar pematang didepan sekitar 200 meteran dari posisiku.

"Jika ada pematang bukannya itu berarti itu adalah ladang milik seseorang. Mungkinkah disana ada rumah penduduk?"

''Hey Luxia, apakah didepan sana ada desa? Apakah kau mengenal daerah sini? '' Aku bertanya kepada Luxia yang melihat takjub pemandangan Padang rumput didepan kita.

''Ti-Tidak, aku belum pernah keluar dari hutan sebelumnya''

" Hah kau tidak pernah keluar dari hutan? Apakah kau itu anak rumahan yang takut keluar sendirian? Dan seorang anak kecil yang terkagum hanya karena sebuah Padang rumput?

Yah sudahlah, ayo kita pergi ke sana, siapa tahu disana ada desa yang dapat kita singgahi. Orxsia, apa kau masih sanggup membawa mereka berdua? '' mengabaikan tatapan Luxia yang sepertinya marah karena aku menyebunya anak rumahan dan seorang anak kecil karena mengagumi Padang rumput, aku bertanya kepada Orxsia yang selama perjalanan ini telah membawa kedua elf yang sakit itu.

''Tidak masalah Tuan, tugas ringan seperti ini bisa anda serahkan kepada saya. Saya masih sanggup bahkan jika harus berjalan berkilo-kilo lagi.'' Orxsia menjawab pertanyaan ku dengan penuh semangat.

'' Hey sudah kubilang jangan menyingkat namaku!! Yang lebih penting, apa barusan kau menyebutku anak kecil? Dengar manusia, aku telah hidup bahkan lebih lama darimu.. jadi kalau seseorang dapat dianggap bocah pasti itu adalah dirimu! Kau dengar!!''

'' Baiklah ayo kita pergi kesana'' mengabaikan protes Luxia, aku mulai berjalan kedepan.

'' Jangan abaikan aku!!'' Luxia berteriak sembari matanya mulai berkaca-kaca.

" Bukannya dia bilang kalau dia telah dewasa? Apa-apaan sikap anak kecil yang dia perlihatkan itu?'' Tanpa memperdulikan sikap kekanak-kanakan nya aku terus berjalan maju.

Tidak lama setelah kami menyusuri sungai dan menemukan sebuah tempat yang sepertinya ladang basah belum ada tanamannya, kami menemukan Desa berpenduduk. Desa itu tersinari dari cahaya obor yang dipasang didepan rumah dan jalanan, sepertinya belum ada teknologi listrik didunia ini.

Saat kami memasuki desa, terlihat sepertinya arsitektur desa itu sangatlah sederhana. Kami berjalan santai menuju tengah-tengah desa tanpa melihat satu orang pun diluar rumah, mungkin karena memang sudah lumayan larut banyak penduduk desa yang sudah terlelap tidur.

Menurutku desa ini tidaklah besar dengan jumlah rumah yang masih dapat dihitung.

Saat kami sudah sampai ditengah desa, sepertinya kami menemukan penduduk yang bertugas berjaga malam.

Akupun memutuskan untuk berbicara dengan mereka. Tapi saat aku mulai mendekat..

'' Monster.. Cepat bunyikan alarm dan evakuasi penduduk..Cepat!! '' salah satu dari mereka mengucapkan hal itu dan 1 orang lagi sudah berlari kabur dengan paniknya, sepertinya dia hendak membunyikan alarm.

'' Hei.. Tenang.. Kami bukanlah orang yang jahat. Kami tidak berniat menyerang Desa ini. Kami bukanlah monster.. yah untuk bawahannya yang dibelakang itu memang monster sih.. Tapi..''

'' Teng..Teng..Teng..Teng'' .

Sebuah suara yang sepertinya adalah besi yang dipukul memotong perkataanku.

Karena mendengar alarm, para penduduk yang berada didalam rumah pun berhamburan keluar rumah. Para wanita dan anak-anak berlari menjauhi pusat desa sementara para pria datang kemari dengan senjata seadanya. Ada yang membawa sabit, pacul, kayu , bahkan sula jerami.

Mereka mulai mengepung kami, mungkin ada sekitar 25 Orang pria dewasa.

'' Monster.. Apa yang kau inginkan dari kami? Apakah kau akan merampok kami dan membunuh kami?'' salah seorang dari mereka mengucapkan pertanyaan itu.

'' Sudah kubilang kami bukanlah penjahat, kami hanya pengelana yang kebetulan singgah didesa ini. Kami bukanlah Mon..''

''Diam!! Kalian pasti adalah anak buah dari Para perambok hitam. Apakah upeti yang kami setorkan pada musim gugur kemarin kurang? Sehingga kalian datang dimusim semi seperti ini? Kami tidak akan tertipu lagi!!'' seorang pemuda berteriak dengan lantang memotong ucapan ku.

''Hei apakah kalian memang suka memotong pernyataan ku? Bukannya tadi kalian bilang untuk kami memperkenalkan diri? Menyebalkan!! Baiklah kalau itu keinginan kalian akan kukabulkan hal itu. '' karma aku memang sudah kelelahan,dan emosiku gampang terpancing akhirnya dengan kesal sembari menarik pedangku aku mengucapkan..

'' Jadi kalian tidak mau mendengarkan ya? Sungguh menyebalkan.. Baiklah aku tidak mempunyai pilihan lain. Kesabaranku sudah mencapai batasnya. Majulah, akan kupotong siapapun yang menyerangku!! karna kalian yang menyerang jadi itu bisa dianggap sebagi bentuk pertahanan diri. Orxsia, Lindungi Luxia dan para Elf itu, kekerasan ku ijin, hanya saja jangan sampai membunuh mereka. Mengerti?'' sembari mengacungkan senjataku aku memberi perintah kepada Orxsia.

'' Saya mengerti Tuan.''

Berbeda dengan ku yang menunjukan kemarahan, sepertinya mereka mulai menunjukan ketakutan setelah melihat aku mengacungkan senjataku kepada mereka. Mereka pasti mengerti bahwa pedang yang kupegang bukanlah pedang biasa mengingat ada sebuah listrik biru yang menyelimuti pedang ini.

Aku masih menunggu mereka menyerang tapi sepertinya tidak ada dari mereka yang mau maju duluan dan membuka pertarungan.

'' Sampai kapan hal ini berlangsung, mataku sudah ngantuk kampret!'' aku mengumpat dalam hati karena sepertinya mereka benar-benar tidak ada yang mau maju menyerang.. Dimanakah gertakan mereka tadi?

''Cukup.. jika tidak ada yang mau menyerang, maka aku yang akan menyerang..

.

.

Bersambung..

lanjutan sudah ada...

.

Suka cerita ini? Dukung penulis dengan cara kasih bintang (⭐) 5 dan Power stonenya (batu kuasa) ya?Tenang gratis kok.

Biar penulis makin semangat dan Cepat Updatenya.

Thanks

avataravatar
Next chapter