40 Kegelapan dan Keputusasaan

Sial. Kegelapan ini lagi. Apakah aku sudah mati lagi? Begitu lemah kah aku sampai mendapatkan kematian 2 kali secepat ini?

Ditengah kegelapan yang kurasakan saat ini, aku hanya bisa memikirkan kesalahan terbesar yang kulakukan.

Aku terlalu meremehkan lawanku! Akibat dari itu kini  hal ini terjadi.  Kegelapan benar-benar menyelimutiku. Untuk melihat kedua tanganku saja aku tidak bisa. Bahkan aku ragu, apakah aku sudah membuka mataku? Tetapi yang lebih mengerikan bukan hanya itu,kini bahkan aku tidak dapat merasakan semua inderaku. Rasanya seolah tubuhku sendiri tidaklah ada.

Sesal? Yah kurasa tidak ada gunanya juga menyesali sesuatu yang sudah sangat terlambat begini. Sekarang  yang sedang kupikirkan bukanlah rasa sesal itu, melainkan sampai kapan aku mengalami kegelapan ini? Apakah tidak ada yang dapat kulakukan?

Mengingat lebih jauh, bukankah sebelum aku mati, luxiria berusaha menolongku saat wanita brengsek itu hendak memengalku? Apa yang terjadi selanjutnya?    Kuharap dia tidak apa, mengingat sekilas aku juga melihat Orxsia berhasil menangkap wanita itu.

Memikirkan itu semua benar-benar membuat kepalaku pusing, Namun tidak lama berselang, aku melihat sebuah cahaya dikejauhan. Cahaya kecil itu seperti bergerak mendekatiku dan semakin lama semakin besar, hingga akhirnya cahaya yang menyilaukan itu menabrakku seolah hendak memakanku.

"Huh? Apa yang terjadi? Ouch. Darah? Kenapa perutku berlubang dan penuh darah? Ada apa dengan rasa sakit ini? Huh? Bukankah ini saat sebelum aku mati? Apa yang terjadi!!"

" Rupanya kau masih bisa mengoceh! Baiklah akan kubungkam mulutmu dan kuhilangkan rasa sakitmu!!"

Seolah menyadarkan aku dari lamunanku, wanita brengsek itu mengayunkan senjatanya berusaha memengal kepalaku.

Kenapa adegan ini terjadi lagi?

Bukannya memejamkan mata, kini aku memandang  wanita yang mengayunkan pedangnya itu dengan tampang kebingungan. Bukannya aku tidak takut  akan ayunan pedangnya yang hendak mengenai leherku, namun kebingunganlah yang lebih menguasaiku.

"Clang"

"Lu… xi?"

Kenapa lidahku menjadi terbata saat ini?

" Apa yang hendak kau lakukan? Bukankah kau Lihat dia sudah menyerah? Kenapa kau ingin membunuhnya?"

"Kau bilang kenapa? Bukankah dia perampok?"

"Dia bukankah perampok!"

"Hem, Jadi begitu. Kau kekasihnya rupanya. Tapi percuma, dia akan mati juga. Sebaiknya kau menyerah saja!" Wanita ber-armor itu menyuarakan suaranya walaupun masih dalam kuncian Orxsia.

"DIAM!! Cepat bawa dia pergi Orxsia, sebelum aku bunuh dia ditempat ini!"

"Seolah kau dapat melakukannya saja. [« wahai dewi air yang pengasih. Rubahlah airmu menjadi pisau yang memotong pendosa ini menjadi dua.Water Blade»]"

Sebuah semburan air muncul dari bawah diantara posisi orxsia dan wanita itu. Tanpa sempat menghindar, air itu berhasil memotong kedua tangan orxsia yang tengah memegang wanita itu juga beberapa rambut wanita itu ikut terpotong. Tanpa membuang waktu, wanita itu berbalik dan dengan pedangnya wanita itu menebas leher Orxsia dengan cepat. Kepala orxsia lepas dan darah hijau mengalir kebawah dari lehernya, tubuhnya pun ambruk dan kejang-kejang. Setelah melakukan itu, wanita itu mengibaskan pedangnya untuk menghilangkan darah orxsia yang menempel di bilah pedang itu.

"Apa? Orxsia!!"

Melihat hal itu, semua kebingungan dalam diriku lenyap. Kini, kebingungan itu berubah menjadi rasa takut yang amat mendalam. Faktor dari rasa takut itu bukanlah wanita yang barusan membunuh Orxsia, melainkan dari wanita yang kini berada didepanku, tidak lain dia adalah Luxia.

Dengan sisa kekuatanku, aku berusaha bangkit mati-matian. Namun percuma, tubuhku benar-benar sudah tidak dapat kugerakan. Bahkan akibat dari gerakan yang aku paksakan ini, luka di perutku makin menegang dan darah mengalir begitu deras. Rasanya benar-benar menyakitkan.

"Luxi, Aku mohon! Pergilah! Aku sudah percuma untuk diselamatkan. Selamatkan dirimu sendiri! Aku mohon pergilah! Aku mohon!" Dengan sisa kekuatanku, aku berusaha mengatakan itu.

Pandanganku mulai terasa kabur dan nafaskupun terasa amat berat dan menyakitkan.

"Apa yang kau bicarakan? Bukankah kita ditakdirkan bersama? Jika kau memang ditakdirkan untuk mati, maka aku akan mati bersamamu! Jangan meremehkan kekuatan Seorang Elf! Aku Tidak akan menyerah! Glen." Luxia mengakhiri kalimatnya sembari tersenyum ke arahku.

Tapi, seolah berlainan dengan apa yang barusan dia katakan, kini walaupun dengan kaburpun aku melihat tangannya sedikit gemetaran. Dia pasti tahu, bahwa orang yang dapat mengalahkan Aku dan Orxsia bukanlah orang yang dapat dianggap remeh. Tapi dia tetap berusaha berdiri didepanku untuk melindungiku.

SIAL! Kata-katanya bukanlah menenangkanku, melainkan malah membuatku semakin ketakutan. Oleh karena itu, aku tetap berusaha mengerakan tubuhku mencoba bangkit.

"Aku tidak peduli dengan percintaan bodoh kalian! Namun, jika kau mencoba mengganguku dan melindunginya, maka kau juga harus dihabisi!"

"Clang.. Clang.. " Kedua pedang mereka beradu.

Wanita itu mulai menyerang Luxia. Walaupun kekuatan Wanita itu telah melemah dan dala kondisi kelelahan, namun  wanita itu sepertinya masih cukup punya energi untuk bertarung dengan Luxia. Disisi Lain, omongan Luxia tentang kekuatan Ras Elf bukanlah sebuah omong kosong. Dengan bakat kelincahan alaminya dia mampu terus menerus menghindari serangan wanita itu dan mendaratkan serangan juga. Harus kuakui untuk segi kelincahan Luxia lebih baik dariku. Namun tetap saja, Untuk segi kekuatan Luxia benar-benar tidaklah unggul. Luka yang diberikan luxia tidaklah terlalu dalam.

Kini, Luxia berhasil memojokan wanita itu dengan terus-terusan menyerangnya. Namun seolah berlawanan dengan keadaan yang menguntungkan itu. Tiba-tiba..

JLEB

Perut  bagian atas Luxia tertembus bilah pedang.

"Sepertinya kau terlalu asik menyerang hingga membuka celah pertahananmu begitu lebar. Dasar amatir." Ucap wanita itu sembari menarik pedangnya.

" Uhuk" Luxia Mengeluarkan batuk darah dari mulutnya dan ambruk ke depan.

Berlainan dengan tubuhku yang dapat bertahan hingga sejauh ini, sepertinya tubuh Luxia tidaklah sekuat itu.

Aku Yang melihat itu benar-benar putus asa. Aku berusaha mengerakan tubuhku dengan paksaan, namun hasilnya tubuhku malah ambruk ke depan dengan wajah menghadap ke depan kearah Luxia. Merangkak pun tidak dapat kulakukan. sial.. sial .. sial.. kenapa aku begitu lemah!!

"Jan.. gan! K-Kumohon Hen.. tikan!! Cukup bunuh aku saja!" Dengan memohon penuh keputus-asaan sembari bercucuran air mata aku berusaha memohon  atas nyawa luxia ketika aku melihat wanita itu menaruh ujung bilah pedangnya tepat diatas leher Luxia.

"…"

"G-G..len.."

"Jleb" Pedang itu menusuk leher Luxia, aliran  darah mulai merembes dan mengalir dibawahnya. Pipi Putih Luxia kini berubah warna menjadi merah akibat genangan darah itu.

avataravatar
Next chapter