42 Ampuni Mereka

"Ghh.. Kau bajingan! Atas nama Dewi Aristia.  Kau pikir aku akan membiarkannya."

"Hahaha Dewi aristia? Siapa tuh? Kau menyebutku bajingan, bukan? Lalu kau apa? Kau membunuh orang-orangku dengan seenak jidatmu dan kau menyebutku bajingan atas nama Dewi? Lucu sekali!"

Mungkin jika aku dapat bercermin, kini mukaku benar-benar menunjukan kebencian yang amat mendalam dan bisa dibilang menakutkan.

Atas nama Dewi dia bilang? Hah. Jangan bercanda denganku!

"Penjahat sepertimu pantas mat-"

"Haha ngoceh apaan lagi kau? Baiklah. Akan kutunjukan apa yang bisa dilakukan penjahat ini ke kalian! Pertama. Setelah mengalahkanmu disini, akan kukuliti anak buahmu satu persatu! Kedua-"

"CUKUP! Kau.. Kau memang tidak bisa kubiarkan hidup."

Dia mulai berlari menghapus jarak dan mengayunkan senjatanya kearahku.

Mantap! Sesuai rencanaku.

Kami bertukar serangan secara cepat. Tidak, daripada dibilang bertukaran serangan, ini bisa dibilang kalau aku hanya fokus bertahan.

Dengan api amarah di matanya, dia menyerangku secara membabi buta yang bahkan dapat mendorongku terus mundur.

Bagus.. Sekarang tinggal mencari apa yang sebenarnya.. Ketemu!!

Dukk  Cling..

Suara  benda melayang diudara kemudian terjatuh ditanah sesaat kemudian cairan berwarna merah merembes dari benda itu.

Dengan tampang kosong, lawanku hanya dapat menatap benda itu.

Hmm Dia shock kah?

"Huh?... Arggg!"

Dengan tampang kesakitan dan ketakutan bersatu jadi satu, dia melihat benda itu kemudian tangan kanannya lalu diriku secara bergantian.

"Ada apa? Bukankah kau akan menghukumku? Sekarang bagaimana kau akan melakukannya?"

Menahan sakit, dia mengigit bibir bawahnya. Ia tumbang dan berlutut memegang tangannya yang terus meneteskan darah.

"Ku-"

"Hah? Apa? Sudah menyerah kah? Bukankah kau masih punya tangan kiri? Kau tidak mau bangun? Dan melawan lagi?"

"Ku-kumohon.. Ampuni bahawanku! Mereka tidak ada sangkut pautnya dengan ini!"

Cih, dia menangis. Mau bagaimana pun dia tetap wanita kah? Sial.

Menunduk. Aku berusaha tidak melihatnya secara langsung. Sepertinya mentalku mulai terpengaruh.

" Maaf. Tetap saja aku tidak dapat melakukan itu. Bagaimana pun mereka juga harus mati!"

Sembari menahan rasa sakitnya dia terus berusaha memohon.

Kalau seperti ini, aku terlihat seperti penjahan beneran. Sialan.

Yah Nasi dah jadi bubur juga.

"Kumohon. Mereka punya keluarga yang harus mereka hidupi. Cukup tukar aku dengan nyawa mereka."

Keluarga.. keluarga?

" Itu benar Glen! Ibuku memang sangat cantik. Dan meskipun aku tidak terlalu akrab dengan ayahku tapi nanti akan kupertemukan kau dengannya. Dia pasti senang dengan bantuan yang kau berikan. Oh ya. Kalau buku-buku tentang sihir ibuku punya banyak. Nanti kalau kau bisa ke kerajaanku akan kuperlihatkan buku-buku peninggalan beliau." Tiba-tiba ingatan tentang percakapanku dengan Luxia muncul.

Aku hanya dapat tersenyum kecut.

" Keluarga kau bilang? Kalau memang mereka memiliki keluarga, mereka seharusnya tahu resiko dimedan perang bukan? Kaupikir hanya mereka yang punya keluarga ? Haha lucu sekali. Tapi tenang saja, akan kuberi keringanan. Akan kuberikan mereka kematian dengan tanpa rasa sakit. Akan kupenggal mereka."

Mendengar jawabanku, Sepertinya dia sangat terkejut dan ketakutan secara bersamaan.

Kalau kau tidak siap berperang jangan mengangkat senjata dan ke medan perang. Itu adalah hukum mutlak. Aku yang sangat mengerti bagaimana kejamnya medan perang cukup yakin dengan jawabanku.

Tanpa diduga dia tiba-tiba berusaha pergi dan meraih pedang yang berada didekat tangan kanannya yang terpotong. Saat ia berhasil meraih pedang itu dengan tangan kirinya.

Jlebb. . .

Aku menusukan pedangku ke punggungnya.

"Guuhh.. " Dia tersentak karna tusukan ini.

" Membelakangi musuh adalah kesalahan besar seorang prajurit. Seharusnya kau tahu itu! Sekarang beristirahalah dengan tenang!"

Aku mencabut pedangku dari punggungya. Darah segar menempel dipedangku dan darah segar pula merembes dibawahnya.

"Uhuk.." Batuk darah keluar dari mulutnya.

Dengan terengah-engah dan dengan sisa tenaganya dia bergumam..

"To.. long am-puni.. mere..ka.." nafasnya pun berhenti.

Jujur dalam hati perasaan campur aduk menghinggapiku saat ini, ketika melihatnya menghembuskan nafas terakhir dengan berlumuran air mata itu.

Kebencian dan rasa bersalah seolah bercampur menjadi satu.

Kurasa sudah lama sekali aku tidak merasakan perasaan seperti ini.

Dengan perasaan campur aduk yang kurasakan ini, aku meninggalkan tubuh wanita berarmor ini dan menghampiri luxia yang terbujur kaku.

Author Note :

Sepertinya adegan pertarungan perlu dibikin lebih intens lagi,kan?

avataravatar
Next chapter