webnovel

1

Adrian duduk di bangku kerjanya. Sebuah tangan tiba-tiba hinggap di bahunya.

"Bro. Sedang apa?"

Adrian yang ditanya menjawab malas.

"Ada apa?"

Si pemilik tangan terkekeh. Nevan, dengan satu tangan masih berada di pundak sang sobat karib menggerakkan tangan satunya mengambil ponsel miliknya dari saku celana. Ponsel itu dinyalakan. Menampilkan sebuah artikel.

Nevan membawa layar ponselnya ke depan wajah si sobat karib. Adrian mengernyit. Apa yang temannya itu ingin tunjukkan?

Nevan yang tahu hal yang sedang dipikirkan oleh si pemuda seumurannya menyeringai. "Kita sudah di umur wajar untuk menikah. Aku dan Grace berencana untuk menikah dua tahun lagi. Bagaimana denganmu?"

Adrian menyimak perkataan temannya itu sembari membaca artikel yang ditunjukkan oleh Nevan.

Artikel itu berisi tentang cara-cara menjadi suami yang baik.

Adrian membacanya dengan wajah datar. Nevan yang mengetahui hal itu kembali terkekeh dan mulai menarik kembali hp nya. Memasukannya kedalam saku celananya. Nevan menepuk nepuk bahu Adrian. "Apa kau mau aku membantumu mencari seseorang? Grace punya banyak teman. Kita juga masih punya kontak teman-teman sekolah kita. Mereka semua menyukaimu. Mereka pasti akan dengan sangat, senang hati mencarikanmu pasangan hidup."

Adrian terdiam. Matanya memandangi layar komputer di depannya, tapi pikirannya bergerak terhadap perkataan pemilik tangan di bahunya.

Harus Adrian akui. Dia tidak mengerti kenapa teman-temannya begitu menyukainya. Mereka semua sangat senang untuk berada di dekatnya, dan seolah bersedia melakukan apapun demi dirinya.

Tapi tentu Adrian tidak pernah memanfaatkan itu. Dia tidak suka bergantung pada orang lain, tentu saja.

Dia memikirkan perkataan Nevan. Dia teringat masa lalu.

Ada begitu banyak perempuan yang mendekatkan diri mereka padanya.

Adrian tidak bodoh dan bebal. Dia menyadari alasan para perempuan itu mendekatinya. Mereka ingin menjadikan Adrian pasangan mereka.

Tapi dari semua perempuan itu, tidak ada satupun dari mereka yang Adrian rasa cocok.

Kebanyakan dari mereka adalah tipe perempuan agresif, tidak punya banyak malu, dan agak liar..

Adrian kurang suka dengan perempuan-perempuan seperti itu.

Nevan, dan beberapa teman-teman sekolahnya dulu, dan sekarang, sudah secara tak terhitung menunjuk beberapa perempuan yang menarik perhatian mereka, dan menunjukkan perempuan-perempuan itu pada Adrian.

Tapi Adrian belum pernah dibuat tertarik.

Nevan dan teman-temannya bahkan pernah menggodanya, apakah jangan-jangan Adrian adalah pria belok, tanpa dirinya sendiri sadari.

Tapi tidak. Adrian lah yang paling mengenal dirinya sendiri, dan dia yakin bukan itu kasusnya.

Dia hanya, belum menemukan sosok perempuan yang tepat.

Jam kerja sudah selesai. Adrian dan Nevan pulang ke rumah mereka masing-masing.

Adrian menyetir mobilnya menuju rumah, ketika dia teringat dengan ucapan Nevan.

Temannya itu memberitahunya bahwa tidak ada salahnya untuk berlatih menjadi seorang suami yang baik mulai dari sekarang. Adrian merasa itu masuk akal dan memiliki pemikiran untuk melakukannya.

Dia mengingat isi artikel pendek yang ditunjukkan oleh Nevan siang menjelang sore tadi.

Memposisikan istri sebagai partner, jangan pernah berbohong, menafkahi istri, menasihati istri secara lembut, menjaga rahasia istri, lalu,

Membantu istri melakukan pekerjaan rumah.

Adrian yakin dirinya bisa, dan secara natural akan melakukan semua langkah yang tadi dia baca. Kecuali yang terakhir.

Pekerjaan rumah. Adrian tentu tahu apa yang dimaksud dengan pekerjaan rumah.

Berbenah, mencuci baju dan peralatan makan. Dan,

Memasak.

Yang terakhirlah yang menjadi masalah.

Adrian menyadari ini dengan baik.

Dia menghabiskan banyak waktunya di luar rumah. Dia selalu makan di luar. Sudah lama sejak dirinya makan masakan rumah. Kecuali ketika dia berkunjung ke rumah orangtuanya, atau ketika ibunya mengunjungi rumahnya. Beliau akan membawa makanan, atau masak di rumah Adrian.

Orangtuanya sedang berlibur di Singapura. Entah kapan mereka akan kembali. Sudah setahun berlalu.

Mereka baik-baik saja. Ibunya selalu menghubunginya. Menyuruh Adrian menceritakan hari-harinya, dan, menanyakan apakah dia sudah mencari perempuan untuk dijadikan menantu oleh ibunya. Adrian akan menjawab dengan seadanya. Membuat sang ibu menggerutu, dan membicarakan sang putra pada suaminya, seolah sambungan teleponnya dengan Adrian sudah terputus. Adrian akan menyimak ocehan ibunya dengan senyum canggung.

Dirinya belum pernah berpacaran, bahkan ketika dia berkuliah, di kala teman-temannya yang lain dengan begitu aktif berganti-ganti pacar. Nevan sudah memiliki tujuh mantan kekasih, dan dia bilang, Grace adalah perempuan yang tepat baginya. Grace akan menjadi yang terakhir untuk selamanya.

Sedangkan Adrian, dia tidak mau seperti teman-temannya. Dia tidak akan menjalin hubungan dengan siapapun, sampai dia menemukan orang yang tepat, bahkan jika itu masih akan memakan waktu bertahun-tahun lagi.

Dia ingin menjadikan kekasihnya nanti, sebagai yang pertama dan terakhir. Seperti kedua orangtuanya. Kedua orangtuanya sangat mencintai satu sama lain, dan Adrian ingin meniru orangtuanya.

Ayahnya bertemu ibunya ketika mereka kuliah. Mereka langsung menikah begitu mereka lulus, dan memiliki Adrian lima tahun kemudian. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua mereka. Ayahnya memberitahunya kalau saat itu dia tidak mau waktunya besama ibu Adrian direbut oleh keberadaan anak, jadi ayahnya baru bersedia untuk memiliki anak lima tahun setelah pernikahan mereka. Dimana akhirnya Adrian lahir.

Adrian belum menemukan sosok perempuannya, jadi dia tidak terpikirkan soal bagaimana menjadi suami yang baik. Ocehan Nevan membuatnya mulai berpikir soal itu.

Memasak. Dia ingin melatih dirinya untuk memasak. Agar nanti, dia bisa memuaskan istrinya dengan masakannya.

Dia tidak mau membuang-buang waktu. Dia membawa mobilnya kearah supermarket terdekat. Begitu mobilnya terparkir di area bangunan tempat berbelanja itu, dia mengambil hp nya, mencari suatu resep masakan yang mungkin bisa dia coba sebagai permulaan.

Dia teringat dengan resep makanan yang pernah dikirim oleh ibunya. Dia menekan aplikasi file, mencari kata resep, dan menemukan file dokumen yang dinamai resep omelet.

Adrian mengangguk kecil pada dirinya sendiri. Omelet adalah telur dadar, namun dengan tingkat kesulitan yang sedikit lebih tinggi.

Begitu pikirnya.

Merasa makanan yang akan dibuat sudah ditetapkan, dia keluar dari mobilnya, memasuki bangunan supermarket setelah melewati kawasan area parkir.

Dia berpikir kalau dia tidak akan berbelanja banyak, berdasarkan daftar bahan yang tertera di file dari ibunya itu. Jadi dia hanya mengambil keranjang jinjing.

Kapan terakhir dirinya mendatangi sebuah supermarket, dia mengingat ingat.

Dia dengan konyol melangkahkan kakinya ke ujung kiri area supermarket, beniat untuk menelusuri seluruh barisan rak untuk mencari bahan-bahan yang dia butuhkan.

Setelah menelusuri berbagai macam rak, mulai dari rak area kosmetik, skincare, peralatan mandi, dan peralatan masak, dia menghampiri area tempat penyimpanan daging. Dia mengambil satu wadah styrofoam yang berisi daging cincang mentah. Dia menghampiri rak lain dan mengambil wadah plastik berisi jamur.

Setelah menelusuri banyak rak, mengambil beberapa macam bahan makanan mentah, dia kembali mengambil hp di saku celananya.

Dia memastikan bahwa dia sudah mengumpulkan semua bahan yang diperlukan. Kecuali keju.

Dia menolehkan wajahnya ke penjuru area supermarket, hingga akhirnya dia menemukan wadah kotak yang familiar baginya.

Dia langsung menghampiri rak dimana dia menemukan satu buah kotak keju permesan itu. Satu-satunya yang tersisa.

Dia mengulurkan tangannya. Hendak mengambil. Ketika tiba-tiba sebuah tangan ramping terulur ke benda yang sama. Membuat tangannya tertabrak pelan oleh tangan ramping itu.

Adrian menoleh ke arah di mana tangan yang masih terjulur di samping tangannya berasal.

Seorang perempuan. Dia berwajah menarik dan berambut panjang yang diikat longgar. Sebagian helai rambut bertengger di kedua bahu yang lebih sempit dari bahu milik Adrian.

Adrian selama beberapa detik terdiam di tempatnya. Tanpa sadar terpana dengan kecantikan sang perempuan. Suara si pemilik tangan ramping tadi lah yang menyadarkannya.

"Mas butuh?"

Adrian berkedip. Di luar dugaannya, wanita di sampingnya itu memiliki sikap cuek. Dia berujar pada Adrian tanpa senyum sedikit pun.

"T.. Tidak."

"Kalau begitu saya yang ambil."

Si perempuan tiba-tiba tersenyum licik. Dia mengambil keju yang tadi hendak dirinya ambil dan berbalik pergi tanpa mengatakan apapun lagi. Meninggalkan orang yang tadi bicara padanya.

Adrian diam ditempatnya. Terlonjak dengan senyum yang dilihatnya dalam waktu singkat itu.

Jantungnya berdetak lebih cepat.

Dia berdiri kaku memandangi bagaimana perempuan tadi berjalan menjauh. Hingga akhirnya menghilang dari visinya begitu dia berbelok ke balik rak lain.

Instingnya tiba-tiba membawa kakinya melangkah. Tubuhnya berjalan kearah di mana si perempuan menghilang.

Dia berbelok. Hanya untuk melihat kalau wanita tadi tidak lagi ada disana. Dia menjauhi rak. Menolehkan kepalanya ke penjuru supermarket yang tertangkap di visinya. Namun dia tidak menemukan si pemilik tangan ramping pengambil keju.

Dia mengelilingi supermarket sekali lagi, tapi dengan tujuan yang berbeda. Namun setelah berkeliling pun, dia tidak menemukan figur si perempuan.

04/06/2022

Measly033

Next chapter