4 Si Mulut Beracun

"Ketua osis tapi masuk anggota geng?"

"Hm. Kenapa? Lo pasti mikirnya nggak pantes, kan? Tapi asal lo tahu, meski Alvaro anak geng, tapi dia nggak pernah abai sama tugasnya. Semua kegiatan di sekolah ini pasti berjalan lancar dan selalu dapet pujian dari guru-guru."

Arsena mengangguk-anggukkan kepala berulang kali. Aileen menceritakan banyak hal tentang geng The Boys yang dipimpin langsung oleh Arkala.

Gadis itu kembali menatap punggung Arkala. Aneh sekali, bahkan di saat suasana kelas berisik seperti ini pun dia bisa tidur dengan lelap.

"Arsena, lo mau nyanyi bareng kita, nggak?"

Arsena spontan menoleh pada Iqbaal dan Gavin yang sudah bersiap dengan alat musik palsu mereka.

"Gue nggak bisa nyanyi," ucap Arsena malu-malu.

"Bohong. Orang Bandung itu suaranya pasti bagus dan lembut. Kayak peyeum."

Arsena tertawa begitu saja. Iqbaal dan Gavin sepertinya adalah maskot di kelas sebelas ips dua tersebut. Akhirnya dia beranjak dan menghampiri dua laki-laki aneh yang sudah menyambut kedatangannya dengan baik.

"Oke, karena lo berdua udah baik sama gue, jadi gue bakal nyanyi buat kalian semua!"

Suara tepuk tangan memenuhi seisi kelas. Membuat Arkala yang tengah tertidur bergerak gelisah.

"Musik!"

Gavin mulai memukul meja dan menjadikannya sebagai drum. Sedangkan Iqbaal memegang sapu dan menjadikannya sebagai gitar. Musik yang sebenarnya mengalun dari ponsel Eriko.

Lho, bukannya si ketua kelas tadi marah-marah? Lantas kenapa sekarang malah memutar musik dengan suara penuh?

"Aku bukanlah superman, aku juga bisa nangis. Ji... ka kekasih hatiku, pergi... meninggalkan aku."

Arsena mulai mengeluarkan bakat yang selama ini terpendam sangat dalam. Dia bergaya layaknya penyanyi profesional yang tengah melakukan konser tunggal dengan ratusan ribu penonton.

Kepalanya bergerak lincah, membuat rambut panjang Arsena berkibar ke sana kemari.

"Stop, stop!" Iqbaal memberi interupsi.

"Ngapa, dah? Itu suaranya Arsena bagus," ucap Eriko yang sudah menghentikan musik di ponselnya.

"Jam segini enaknya dangdutan. Lo punya lagu dangdut, kan?"

"Punya dong! Sikat!"

Eriko adalah keturunan Chinese yang memiliki mata minimalis. Namun selera musiknya sangat tidak bisa diduga. Silakan saja cek ponselnya, ada banyak deretan lagu dangdut dari mulai original hingga koplo dan remix dugem.

Lagu pun kembali terdengar. Sebagai gadis yang memiliki banyak talenta, Arsena langsung bergoyang seperti para biduan dan meminta saweran pada tiap siswa yang tengah bersorak.

Aileen yang masih duduk di tempatnya hanya bisa menggelengkan kepala bingung. Arsena adalah siswi yang baru saja bergabung dua puluh menit yang lalu, namun dia sudah bisa berbaur dengan Gavin dan Iqbaal yang memiliki tingkat kegilaan tidak terbendung.

"Kayaknya si Sena punya kelainan," gumam Aileen sambil terus menggeleng.

"Ayang, ayo sini gabung!" teriak Gavin memanggil Aileen.

Aileen yang merasa namanya dipanggil hanya menggeleng ogah. Terlebih ia melihat Matteo yang tengah melihat ke arahnya.

"Ngapain lo ngeliatin gue? Suka lo sama gue?"

Eh, Sayang sekali Aileen hanya bisa mengatakannya di dalam hati. Bukan tidak berani, hanya saja wajah Matteo terlihat lebih menyeramkan dari biasanya.

"Satu jam saja, kudekat denganmu. Satu jam saja, ku dimanja kamu. Satu jam saja, ku dicumbu rayu, satu jam saja bercinta denganmu."

Lagu Cinta Satu Jam Saja yang dipopulerkan oleh penyanyi dangdut Zaskia Gotik terdengar merdu dinyanyikan oleh Arsena. Gadis itu mendapat banyak saweran dari para siswa yang kelebihan uang jajan.

Iqbaal dan Gavin semakin bersemangat memainkan alat musik imitasi mereka, ketika melihat lembaran uang dua ribuan di tangan Arsena sudah hampir penuh.

BRAK!

Tubuh mereka tersentak tiba-tiba. Arsena bahkan menelan ludah dalam-dalam, ketika melihat Arkala menggebrak meja dengan penuh emosi.

"Mampus, si Bos udah marah," gumam Gavin, kembali pada posisi duduknya semula.

"Baal, gimana nih?" tanya Arsena panik, sembari menggoyangkan lengan Iqbaal.

Pasalnya, semua orang yang tadi ikut bernyanyi dengannya sudah kembali ke tempat mereka masing-masing. Hanya Arsena yang masih berdiri di samping kursi Iqbaal.

"Lo balik sana," usir Iqbaal dengan ekspresi cemas.

"Lo siswi baru, kan?" tanya Arkala yang sudah berdiri sambil menunjuk Arsena dengan dagunya.

Gadis itu berdeham lalu mengangguk.

"Lo masih baru, tapi kenapa udah bikin ribut?"

"Gue nggak bikin ribut. Lagian semua orang di sini seneng, kok. Kenapa lo doang yang marah?"

Luar biasa! Selama satu tahun Aileen sekolah di PASUTRI, belum pernah dia melihat ada orang yang berani melawan Arkala. Apalagi di saat emosi Arkala meledak seperti ini.

"Gue lagi tidur. Nggak bisa diganggu sama suara lo yang mirip kaleng rombeng!"

Arsena menganga tidak percaya. Keningnya bertaut hampir bersentuhan. "Apa? Lo bilang suara gue mirip kaleng rombeng? Suara gue ini bagus, woy! Iya kan, Baal? Iya kan, Vin?"

Iqbaal dan Gavin justru memalingkan wajah ke arah lain, mencari aman. Mereka tidak ingin menjadi sasaran emosi Arkala.

"Liat, apa ada yang bilang suara lo bagus?"

Napas Arsena menderu hingga dadanya naik turun. Gadis itu berjalan menghampiri Arkala tanpa rasa takut sedikit pun.

"Lo kenapa sih julid banget? Mulut lo itu beracun. Apa lo nggak sadar?"

Sebelah alis Arkala terangkat, sembari menatap wajah Arsena yang tengah mendongak ke arahnya. "Lo baru tahu? Mulut gue emang beracun. Makanya, lo jangan cari masalah sama gue."

Gavin menepuk-nepuk bahu Iqbaal supaya menoleh. "Baal, gue khawatir kalau si Arsena nggak bakal selamat," ucapnya berbisik.

"Sama. Si Arkala kayaknya marah beneran deh. Coba lo bujuk. Kasih balon atau apa kek."

"Lo kira si Arkala anak kecil? Dia itu sukanya cireng Mpok Wati. Kalau gue beliin satu, apa dia bakal berhenti marah, ya?"

Matteo menggeleng heran melihat kelakuan Gavin dan Iqbaal yang tidak pernah beres. Laki-laki itu menarik bahu Gavin agar kembali duduk dengan sempurna.

"Lo tenang aja, si Arkala nggak akan ngapa-ngapain cewek itu."

"Lo serius? Kalau nggak salah inget, terakhir kali si Arkala berurusan sama cewek, dia siram cewek itu pake air cuci piring punya Mpok Wati," ucap Gavin sambil bergidik ngeri, mengingat kejadian satu minggu yang lalu.

"Lo percaya sama gue."

"Lagian ini tuh sekolah, tempat belajar. Kalau lo mau tidur, mending balik. Kayak sekolah punya orangtua lo aja!"

"Emang sekolah ini punya bokap gue. Kenapa, hm?"

Wajah Arsena berubah kikuk. Kenapa dia bisa lupa, tentang posisi Arkala di sekolah ini? Aileen sudah mengatakan, bahwa Arkala adalah anak dari pemiliki SMA PASUTRI.

"Kalau gitu... lo boleh lakuin apa yang lo mau!"

Baru saja kaki Arsena melangkah, Arkala sudah lebih dulu menarik lengan gadis itu. Membuat tubuh Arsena hilang keseimbangan dan jatuh di atas lantai, tepat di bawah kaki Arkala.

"Awh!"

Semua orang di dalam kelas terkejut dan langsung berdiri. Penasaran dengan kondisi Arsena di bawah sana. Terutama Aileen, gadis itu menutup wajah dengan kedua tangan. Tidak tega melihat teman barunya disiksa oleh Arkala.

"Sakit, hm? Gue bisa bikin lebih sakit dari ini."

avataravatar
Next chapter