20 Chapter 18

Dari sekian banyak luka, kenapa harus kita?

_________

Anita perlahan membuka matanya, istirahatnya terganggu karena nada dering telepon seluler milik Arka. Sekilas ia melihat jam di dindingnya, jarum jam menunjukkan angka 21.00 WIB. Saat Anita membuka mata, Arka lah yang ia lihat lebih dulu. Dengan posisi seperti itu Arka tertidur dengan nyenyak. Ini kedua kalinya Anita melihat Arka yang sedang tidur.

Dering ponselnya tidak juga berhenti sedari tadi. Anita menyentuh pundak Arka dan menggoyangnya pelan.

"Arka, Arka" Panggil Anita pelan.

Perlahan Arka membuka matanya dan mengucek matanya. "Kenapa, Anita? Kau haus?"

"Ponselmu berisik, Arka."

"Ah iya, Maaf." Arka mengambil ponselnya di saku celananya. Ia kembali mengucek matanya untuk melihat dengan jelas siapa yang meneleponnya.

Arka mengangkat teleponnya.

"Kenapa bu?"

"....."

"Aku sedang menemani pacarku bu."

"....."

Wajah Arka merenggut mendengar perkataan dari sebrang sana.

"Iya bu Sara. Tunggu Aku."

Arka langsung menutup telepon dan melempar ponselnya asal. Anita yang melihat itu agak tersentak. Ia ingin bertanya tentang perihal apa yang membuat Arka marah seperti ini. Tapi, Anita takut untuk menanyakan itu.

Arka menghela nafasnya kasar. "Maaf, Anita. Aku harus pulang." Ia berdiri dan mengambil kunci mobilnya di meja nakas lalu Arka mengusap rambut Anita "Aku akan kembali besok pagi."

"Hmm i-iya. Arka tolong kunci pintunya dari luar. Aku tidak kuat untuk berdiri."

Arka mengangguk, ia mengambil kunci rumahnya di meja.

"Hati-hati." Anita tersenyum tipis.

Arka mengangguk kembali lalu pergi keluar dari rumah Anita. Arka pergi dan mengabaikan ponselnya yang ia lempar barusan. Anita ingin sekali memanggilnya. Karena, ponselnya masih tertinggal disini. Tapi, Ia memilih diam dan dengan terpaksa Anita beranjak dari kasurnya lalu mengambil ponsel Arka yang tergeletak di lantai.

Anita menghela nafasnya. "Dasar. Ada apa dengannya?" Anita menyimpan ponselnya di meja. Dan ia kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur.

_________

Arka berjalan cepat masuk ke dalam rumahnya. Ia berlari di dalam ruangan untuk mencari keberadaan ayah dan adiknya. Langkah kakinya terhenti saat Arka mendengar sesuatu dari dalam kamar mandi. Arka segera membuka pintunya kasar dan terlihatlah pemandangan yang sangat mengganggu penglihatannya.

Ia melihat ayahnya tengah menenggelamkan adiknya, Yezkiel ; di bath tub. Ia langsung mendorong ayahnya dan menarik Yezkiel ke belakang punggungnya.

Yezkiel memeluk Arka ketakutan sambil menangis sesenggukan. "Ka-kakak, ki-kiel ta-takut."

"Berhenti Ayah! Aku sudah muak!!" Arka meninggikan suaranya.

"Minggir, Arka. Ayah harus memberi pelajaran untuk anak sialan ini." Ayah Arka alias Gerald berusaha menarik Yezkiel di belakang Arka. Tapi, Arka mencegahnya.

Arka membawa Yezkiel keluar kamar mandi dan menyuruh bu Sara untuk mengurus Yezkiel. Sedangkan Arka, ia masih ingin berbicara pada Ayahnya ini.

"Kenapa kau selalu menghalangiku?!"

"Cukup Ayah! Jangan pernah melakukan hal itu lagi pada Adikku Siapa pun Ayah kandungnya, Dia tetaplah Adikku. Sampai kapan pun, Aku tidak akan membiarkanmu melukainya." Arka menggertakkan giginya.

"Cih! Masih untung anak itu aku biayai. Tapi, untuk belajar saja tidak becus. Melihat wajahnya saja Aku sangat ingin membunuhnya"

"Tidak perlu! Ayah tidak perlu membiayai kami sekolah. Aku sudah muak. Besok aku dan Kiel akan pergi dari rumah ini."

Gerald bertepuk tangan. "Silahkan. Kenapa harus besok? Lebih cepat lebih bagus."

Arka mengangguk. "Iya, terima kasih sudah merawatku dengan baik, Ayah. Maafkan Aku. Karena, tidak menjadi anak yang baik bagimu." Ucapnya dengan mata yang sudah memerah.

"Kalian tidak tahu di untung!" Gerald pergi meleos dan sedikit mendorong pundak Arka.

Arka melangkahkan kakinya menuju kamar Yezkiel. Saat tiba di kamarnya, bu Sara sedang memakaikan pakaian pada Yezkiel.

"Bu, terima kasih sudah menghubungiku tadi." Lirih Arka pada asisten rumah tangganya.

"Iya, Arka. Ibu takut kiel kenapa-kenapa. Tapi, ibu juga tidak berani menegur Ayahmu" Sara mengusap kepala Yezkiel. "Kiel anak yang baik. Ibu juga sudah menganggapnya seperti anak kandung ibu." Lanjutnya.

"Aku dan Kiel akan pergi dari rumah ini, sekarang juga." Arka memasukan beberapa baju milik adiknya ke dalam koper. "Ada yang ingin kau bawa, kiel?"

Kiel masih sesenggukan, ia mengangguk dan mengambil album foto di laci.

"Sudah? Hanya itu?" Tanya Arka. Yezkiel mengangguk.

"Kalian akan tinggal dimana?" Tanya Sara lirih.

Arka menggeleng. "Aku juga tidak tau bu." Arka tersenyum miris.

__________

Kini Mereka berdua sedang berada dalam perjalanan. Arka mengendarai mobilnya pelan, tangan sebelahnya tetap setia mengusap rambut Yezkiel.

"Kita mau kemana kak?" Tanya Yezkiel yang terus memeluk foto albumnya.

Tujuannya saat ini hanya rumah Anita. "Ke rumah kak Anita." Arka tersenyum dan menoleh pada adiknya.

"Wah senangnya." Yezkiel tersenyum lebar.

Arka tersenyum. Hatinya sakit melihat Adiknya selalu menjadi pelampiasan amarah Ayahnya. Setetes cairan bening tiba-tiba terjatuh dari pelupuk matanya.

Arka tidak ingin dia (Gerald) menyakiti Yezkiel seperti dia (Gerald) menyakiti ibunya yang kini sudah terkurung di dalam rumah sakit jiwa. Memang sebelum keberadaan Yezkiel di kehidupannya. Keluarga Arka termasuk keluarga yang begitu harmonis. Semua itu berubah saat Ibunya tengah hamil karena laki-laki lain. Saat itu Arka juga masih kelas 3 SMP.

Ibunya bilang itu adalah kecelakaan, dia di perkosa. Saat itu ibunya di undang untuk bermain piano di cafe tersebut. Setelah itu pemilik cafe tersebut bilang bahwa dia akan mengantarkannya pulang. Namun, berakhirlah seperti itu. Tapi, ayahnya tidak pernah mempercayai itu.

Kurang dari 20 menit, Mereka sudah tiba di rumah Anita. Arka mematikan mesinnya dan mereka berdua turun dari mobil.

"Jadi, disini rumah kak Anita?"

"Iya, ayo!" Arka merogoh saku celananya untuk mengambil kunci. Setelah itu ia membukanya. Arka dan Yezkiel masuk ke dalam.

"Kok kuncinya sama kakak?"

"Iya." Arka hanya mengucapkan itu dan menutup kembali pintunya.

Arka masuk ke dalam kamar Anita dan Yezkiel mengekor di belakangnya. Arka mendekatkan dirinya pada Anita  lalu memanggilnya pelan.

"Anita, sayang," Arka mengusap rambutnya. Sebenarnya Arka merasa tidak enak karena harus mengganggu tidurnya. Tapi, ia ingin meminta izin untuk bermalam disini.

"Kak Anita," Yezkiel menggoyangkan tubuh Anita pelan.

Anita yang sensitif terhadap suara dan sentuhan langsung membuka matanya. Dan terkejut melihat kakak beradik ini berada di hadapannya.

"Arka? Kau bukannya tadi sudah pulang? Dan kenapa Yezkiel bisa berada disini?"

Yezkiel tersenyum. "Hallo, kak!"

Anita membalas senyumnya. "Iya, Kiel."

"Anita, Aku dan Kiel boleh bermalam disini?"

"Ha? Ke-- ah iya tidak apa." Anita sebenarnya ingin bertanya. Tapi, ini bukan waktu yang tepat. Pikirnya. "Kemari Kiel, Kau tidur di sampingku." Anita menepuk tempat sebelahnya. Yezkiel juga langsung naik ke kasur dan tidur di sebelah Anita.

"Kakak tidur disana." Yezkiel menunjuk sofa yang berada di sudut ruangan.

Arka dan Anita terkekeh. "Terima kasih, Anita."

"Iya."

__________

Keesokkan paginya Arka sudah siap untuk berangkat kuliah. Kondisi Anita masih belum sehat. Jadi, Anita akan absen hari ini. Dan Yezkiel juga tidak bersekolah dulu dikarenakan, alat sekolah serta seragamnya lupa Arka bawa.

"Aku berangkat ya, pintunya tidak aku kunci. Aku mungkin akan pulang malam. Karena, harus berlatih."

"Iya."

Arka berjalan memutari kasur untuk mengusap kepala adiknya dan mencium keningnya. Yezkiel masih tertidur dengan tangan yang memeluk guling. Hatinya meringis mengingat saat ayahnya mencoba membunuh Yezkiel semalam.

Setelah itu Arka kembali memutari kasurnya dan berjongkok di depan Anita. "Anita,"

"A-apa?"

"Tanganmu,"

Anita mengeluarkan tangannya dari selimut dan mengulurkannya pada Arka. Arka langsung memegang tangannya dan menuntun tangan Anita untuk mengusap kepalanya. Anita yang mengerti maksudnya, langsung menggerakkan tangannya untuk mengusap rambut Arka. Arka memejamkan matanya, merasakan sensasi hangat sentuhannya. Ia merasa nyaman dan pikirannya juga sedikit lebih tenang. Sebulir air mata jatuh dari pelupuk matanya.

Anita agak terkejut, tangannya turun ke pipi dan menyeka air matanya. "Arka? Ada apa?" Ucapnya sembari mengusap pipi Arka dengan ibu jarinya.

Arka tersenyum, ia memegang tangan Anita yang berada di pipinya lalu mencium telapak tangannya. "Aku tidak apa-apa." Arka bangun dari posisi jongkoknya. "Aku berangkat."

Anita mengangguk, setelah itu Arka menghilang di balik pintu.

"Kau berhutang cerita padaku, Arka." ucapnya sembari membalikkan tubuhnya menghadap Yezkiel lalu memeluknya dan mencium kepalanya. "Kuharap kalian baik-baik saja"

💜💜💜

semoga kalian nggk lupa sama tulisan acak adul-ku ini.. makasih yg udah setia baca ceritaku ini. Thnks for one thousand readers. Aku seneng bgt :")

Terima kasih yang sudah meninggalkan jejaknya ⭐

avataravatar