1 Prologue

Gadis itu terbangun dengan keadaan lemah. Malam hari kemarin, dia baru saja masuk ke rumah sakit ini karena divonis mengidap penyakit berat.

Wajahnya yang tadinya merona, sekarang menjadi pucat. Bahkan bibirnya yang biasanya merah berubah menjadi pucat dengan bibir yang pecah-pecah.

Alicia Nathasha Jesslyn.

Gadis berumur 16 tahun yang masih duduk di kelas 2 SMA Permata Bangsa. Seorang aktivis di sekolahnya. Yang dikenal sebagai wakil ketua PMR di sekolahnya. Dia juga salah satu murid teladan di sekolahnya. Mungkin selain itu semua, Alicia juga mempunyai paras yang cantik yang membuat banyak teman laki-laki di sekolahnya jatuh hati pada Alicia. Walaupun begitu, Alicia bukan lah siswi yang sombong. Dia tetap rendah hati.

Dia juga menginginkan segalanya sempurna di dalam hidupnya. Itu yang membuat ketika dia divonis memiliki penyakit, semangat hidupnya turun. Bahkan dia tidak berminat lagi untuk masuk ke sekolah.

Dia memutuskan untuk beristirahat dari kegiatannya sementara waktu di rumah sakit.

💎💎💎

Pagi itu setelah dia terbangun, dia memutuskan untuk mengambil buku hariannya dan menggoreskan tinta bolpoint nya di kertas buku itu. Di buku itu tertuang berbagai macam rencana yang ia akan buat. Mulai dari agenda harian, sampai tujuan yang akan dia lakukan. Dia juga menuliskan bagaimana perasaanya di hari itu. Dan hari ini, dia menuliskan bagaimana kecewanya dia saat mengetahui bahwa dia terkena penyakit yang mungkin bisa saja menghalangi cita-citanya.

Ya, Alicia memang memiliki cita-cita untuk menjadi seorang dokter. Tapi bagaimana ia akan menjadi dokter jika dia sakit?

Alicia berfikir jika dia tak akan bisa meraih mimpinya kembali. Namun ia tetap percaya jika Tuhan mempunyai rencana yang lebih baik untuknya di kemudian hari.

Setelah selesai menulis buku hariannya, dia membuka handphonenya yang berada di nakas sebelah kasurnya. Dia membuka satu demi satu pesan line yang masuk ke handphonenya.

Dia dengan lincah membalas pesan teman-temannya yang akan datang ke rumah sakit sore nanti.

Sebelum teman-temannya datang, dia berusaha merapikan dirinya. Dia tidak mau terlihat sakit dihadapan orang lain. Dia ingin tetap terlihat sehat.

Dia turun dari kasur, menuju ke kamar mandi kemudian baru mengambil tas nya yang berisi berbagai macam alat kecantikan. Tentunya dengan infus di tangannya.

Tidak harus menor. Dia hanya memoles wajahnya dengan bedak, lalu mengoleskan lipgloss di bibir mungilnya. Itu sudah membuat penampilan Alicia lebih baik dari sebelumnya.

Sebenarnya tak ada yang ditunggu Alicia untuk datang ke rumah sakit. Dia tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun. Mungkin sesekali dia berdecak kagum pada ketampanan laki-laki. Tapi itu pun sangat jarang. Kadang, dia dipanggil sebagai ratu aneh di sekolahnya. Karena jika kebanyakan siswi di sekolah mengejar para 'cowo ganteng', namun tidak dengan Alicia, dia lebih memilih untuk duduk di ruang perpustakaan sambil membaca novel yang selalu ia bawa. Alicia memang penggemar novel. Sesekali ia menulis, tapi ia tidak pernah puas dengan apa yang ia tulis. Dia lebih suka membaca daripada menulis.

💎💎💎

"Hai Alicia, bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih membaik?" Tanya Jevin, abangnya.

"Sudah lebih baik, nanti teman-temanku akan berkunjung kesini, Bang." Balas Alicia.

Jevin menganggukan kepalanya, dia mengusap puncak kepala.

Memang hanya abangnya yang saat ini tinggal dengannya. Ayah Mamanya sudah berada di surga sejak Alicia masih berumur 10 tahun. Hal itu menjadi kenangan pahit bagi Alicia.

"Hai Alicia..." Sapa temannya yang baru saja masuk ke kamarnya.

"Hei.. ayo masuk." Alicia tersenyum.

Waktu mereka habiskan untuk bersenda gurau bersama Alicia.

Sebenarnya ada seseorang yang menyukai Alicia. Namun, dia pandai untuk menutupi perasaannya. Dia tetap berlagak tidak mau tau tentang Alicia, bahkan saat di kamar rawat, dia lebih memilih untuk duduk di sofa sambil memainkan handphonenya. Tapi siapa yang tau jika dia mempunyai perasaan pada Alicia?

"Daff," panggil Alicia.

Lelaki yang merasa memiliki nama itu langsung menghadap ke arah Alicia.

"Lo kenapa daritadi gue liat kok main hp terus sih? Yang lain pada disini, kenapa lo malah di sofa?" Alicia melanjutkan perkataannya.

Daffa hanya tersenyum mendengar ucapan Alicia.

"Cia, gue disini juga denger kok kalian ngomong apa, lagian gue disini juga nemenin Jevin." Balas lelaki itu.

"Yauda deh terserah kamu."

'Cia' panggilan kecil Daffa untuk Alicia. Mereka berdua sudah kenal sejak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan saat orang tua Alicia tidak ada, hanya Daffa, teman Alicia yang masih mau menemani Alicia hingga perempuan itu selesai menangis. Dia mempunyai cara sendiri untuk menenangkan hati gadis itu, dan sampai sekarang pun cara itu masih ampuh untuk mengobati hati Alicia jika dia ada masalah.

💎💎💎

Ketika semua teman-teman Alicia sudah pulang, hanya Daffa yang masih setia di ruangan. Walaupun terlihat acuh, dia sebenarnya mengkhawatirkan gadisnya tersebut. Dia sudah pernah berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu ada di sisi gadisnya tersebut bahkan sampai di akhir hidupnya. Bahkan dia rela mengorbankan nyawanya sendiri demi melihat gadisnya hidup bahagia.

"Bang, Cia mau ngomong berdua dulu sama Daffa boleh?" Alicia membuka suara di tengah keheningan.

Abangnya mengangguk, "oke, abang keluar dulu. Kalian ada yang mau nitip makanan? Biar abang beliin sekalian."

"Gausa bang, thanks." Jawab Daffa

"Cia juga ngga." Sambung gadis itu.

"Yaudah abang tinggal dulu ya. Daff, abang titip Cia ya." Jevin langsung keluar dari ruangan Alicia dan meninggalkan sepasang sahabat itu berdua.

Daffa berdiri dari posisi duduknya, dia berjalan ke arah Alicia. Dia duduk di sebelah kasur Alicia.

Alicia memandangi wajah sahabatnya itu. Sudah lama dia tidak berhadapan seperti ini dengan Daffa. Bahkan ini pertama kalinya dia berhadapan langsung dengan Daffa setelah masuk SMA. Entah kenapa perlakuan Daffa ke Alicia berubah setelah laki-laki itu memiliki pacar.

"Gue tau gue ganteng, tapi ngeliatinnya gausah sampe kayak gitu juga kali Cia." Daffa membuka suara.

"Dih apaan coba orang gue lagi ngeliatin tembok."

"Gausa sok gitu deh... Gue tau lo lagi liatin gue. Lagian lo kenapa sih masuk rumah sakit? Kemaren lo mimisan tapi tetep aja ikut rapat pengurus kelas. Kalo udah tau sakit tu jangan dipaksain."

"Gue... masih kuat kok. Lagian siapa juga yang maksain. Btw, thanks udah mau care sama gue."

Daffa tersenyum.

"Lo inget kan gue akan selalu ada buat lo apapun yang terjadi?"

Alicia mengangguk.

"Yauda, mending sekarang lo tidur. Ntar sore gue ajak lo jalan-jalan di taman."

"Oke daff."

Bersambungg...

avataravatar
Next chapter