4 Masa Lalu

"Hei :)" pesannya sangat singkat tapi cukup membuatku terkejut saat melihat dia mengirimnya. Mungkin jika dia mengirimkan pesan itu dua atau tiga minggu yang lalu, aku pasti langsung menanggapinya. Aku mensenyapkan notifikasi handphone ku setelah tau bahwa kelas akan segera dimulai.

"Tidak ada waktu untuk cinta cintaan sekarang" begitu pikirku. Aku mengambil tas dan langsung berangkat ke kampus.

***

Jika mau jujur sebenarnya perasaanku pada Theo masih sedikit aneh. Tidak lagi dapat dikatakan cinta, lebih mengarah ke rasa penasaran kenapa dia mengirimkan pesan itu. Setelah selesai kelas akhirnya aku memutuskan untuk membalas pesannya. Harga diriku kalah oleh rasa penasaran yang meledak.

"Iya?" begitu singkatnya aku membalas pesannya. Hanya ingin melihat bagaimana respon dan alasan dia menghubungiku setelah sebulan mengabaikan semua panggilanku dan menghilang bagaikan ditelan bumi. Notifikasi pesan muncul dari Kevin, dia bertanya apakah aku masuk kuliah tepat waktu. Aku membalasnya dan kemudian memasukan handphoneku ke dalam tas setelah memastikan Theo tidak membalas pesanku.

Aku berjalan ke arah kantin bersama teman-temanku. Saat itu sudah lewat jam makan siang, tetapi kantin masih penuh dengan mahasiswa yang kebanyakan baru keluar dari kelasnya masing-masing. Kami duduk di pinggir ruangan yang tidak terlalu padat dan tidak berbatasan dengan tembok. Sambil menikmati pesanan yang kami beli masing-masing, kami mengobrol santai membahas kehidupan sekitar kampus dan keseharian kami.

"Eh put, lu udahan ya sama cowo yang waktu itu sempet lu update fotonya di instogram?" Willy tiba-tiba membuka topik obrolan yang sedang tidak ingin aku bahas.

"Iya, udah lama kok pisahnya" aku berusaha menanggapi sesantai mungkin padahal aku masih penasaran, apakah Theo sudah membalas pesanku atau belum.

"Yailah baru pacaran udah putus aja lu cepet banget" Gilang yang sedari tadi diam-diam saja berkomentar seperti itu.

"Ya mau gimana lagi namanya juga gak cocok, masa mau dipaksa sih" aku menutupi kenyataan sebenarnya agar tidak terlihat menyedihkan di depan mereka. Iya karena Theo lah yang meninggalkan diriku tanpa sebab ketika hubungan kami baik-baik saja. Aku tidak mau mereka mengejek atau mengasihani diriku karena hal itu.

"Yaudahlah besok-besok kalau mau cari pacar yang bener ya, jangan putus-putus kaya ginilah. Cari pacar yang baik-baik yaa" Gilang kembali menambahkan.

"Iya iya gak akan gini lagi kok" aku menyeruput kuah sotoku. Terkadang meskipun penampilan teman-temanku terkesan cuek dan tidak peduli kepada orang, sebenarnya mereka benar-benar teman yang baik dan bisa menjagaku. Mereka seperti bodyguard pribadi yang aku sewa dengan bayaran tertinggi. Mereka siap melawan semua orang yang menyakiti perasaan atau fisikku secara langsung. Karena itu bagaimanapun aku sangat menyayangi mereka.

***

Sore hari saat aku dan teman-temanku selesai kelas, kami duduk di gazebo yang terletak tidak jauh dari gedung perkuliahan ku. Biasanya kami menghabiskan senja disitu sambil bermain gitar dan bernyanyi bersama. Terkadang jika cuaca bagus, kami pergi ke pantai di dekat kampus untuk merasakan udara asin dan merelaksasi diri. Saat itu aku mengecek ponselku dan menemukan notifikasi pesan dari Theo. Dia bertanya bagaimana kabarku dan basa basi lainnya. Aku hanya membaca pesan tersebut dan tidak membalasnya.

Tak berapa lama ponselku berdering, itu Theo yang menelpon. Aku sempat ragu akan mengangkatnya atau tidak setelah aku putuskan untuk mengangkat telpon tersebut.

"Halo"

"Puutttt~" suaranya terdengar manja ketika memanggil namaku.

"Iya, ada apa?" aku berusaha menjaga ekspresi suaraku sedatar mungkin.

"Ih jutek banget sekarang ya, chat Theo juga cuma di read doang ya" nadanya seperti anak kecil yang sedang merajuk pada ibunya. Dari dulu dia memang tidak berubah sama sekali.

"Ngapain di bales, gak penting"

"Kan ngambek kan, udah sih jangan gitu yaa maafin yaa"

"Udahlah jangan hubungin lagi, nanti cewek lu yang sekarang marah kalo tau soal ini" iya aku memang tau kalau dia sudah memiliki perempuan lain. Bahkan sebelum meninggalkan diriku tanpa kabar.

"Apa sih. Cewek yang mana sih. Gak ada Theo main sama cewek, teman doang mereka semua itu" dia berusaha berkilah tapi aku sudah tau semuanya.

"Ooh jadi sekarang lagi jaman ya temenan tapi rangkul-rangkulan terus manja-manjaan satu sama lain" aku sudah tidak tahan dengan semua omong kosong miliknya. "Jangan pernah hubungin gue lagi kalo gak gue sendiri yang bakal kasih tau cewek lu kalau lu itu masih ngedeketin yang lain" aku mematikan telpon tanpa mendengar sedikitpun penjelasan darinya. Aku tidak peduli, aku sudah muak dengannya dan semua omong kosongnya. Sore itu kami bernyanyi sekencang-kencangnya demi melepas penat.

***

Aku pulang tidak terlalu larut malam itu. Aku masih punya beberapa tugas yang harus dikerjakan. Akhirnya aku memaksa diriku untuk bangun dari kasur dan mandi lalu langsung mengeluarkan semua tugas yang harus aku kerjakan malam itu. Pukul 10 malam saat aku mulai agak mengantuk tiba-tiba ponselku berbunyi, itu Kevin yang menelpon. Aku bisa memprediksi bahwa kami akan mengobrol panjang jadi aku memasang earphone agar masih bisa menulis.

"Weeeyyy dimana??" suara khasnya yang agak cempreng memenuhi telingaku.

"Udah dikamar ini lagi ngerjain tugas"

"Ah ngerjain tugas mulu lu mah. Kaya gue dong ngerjain tugas nanti aja kalo ada yang udah share jawabannya di grup hahahaha"

"Yeeee lu mah bego haha" benar seperti dugaanku obrolan kami sangat panjang hingga saat tugasku selesai kami masih mengobrol. Aku cukup terhibur dengan adanya Kevin yang menemaniku saat ini. Aku takut jika sendiri maka aku akan berpikir yang macam-macam lagi seperti tempo hari.

Hari-hari selanjutnya dia selalu begitu. Menemaniku kapanpun dan di manapun tanpa dapat diprediksi. Juga aku yang secara alami sudah menjadi alarm baginya saat dia meminta tolong untuk membangunkan dirinya jika ada kelas pagi. Hingga akhirnya Kevin bertanya sesuatu hal yang cukup mengejutkan diriku sendiri.

avataravatar