1 Prolog

Seorang anak perempuan menyandarkan tangannya di pepohonan yang besar dan tinggi dengan napas terengah-engah sembari memanggil anak laki-laki yang berlari agak jauh di depannya itu. "Kyu-kun jangan cepat-cepat!" teriaknya.

Anak laki-laki itu memutar badannya dan mengejek perempuan itu. "Kau aja yang lambat, heheheh."

"Mooo." Perempuan itupun menggembungkan pipinya.

Mimpi apa ini? Apakah ini adalah ingatan sebelum kecelakaan enam tahun yang lalu? Pasti karena benturan di kepalaku-lah yang membuat ingatan masa kecilku ini hilang. Tapi kenapa ingatan ini muncul kembali?

Pemandangan pun tiba-tiba berubah, yang tadinya aku melihat seorang anak laki-laki dengan perempuan berada di dataran pegunungan. Kini terlihat, aku berada di dapur yang cukup besar sambil mengunyah makanan yang ada di mulutku.

Tiba-tiba seorang perempuan datang dari balik ruangan sambil membawa mainan yang berada di tangan kanannya. "Kyu-kun, ayo ke rumahku main masak-masakan."

Aku tidak tahu seperti apa wajahnya itu, karena saat aku melihat, wajahnya langsung menjadi buram.

Akupun menjawabnya dengan mulut yang terisi makanan. "Tuwnggu akwu lgwi mwakwan."

Dia tertawa dan menjatuhkan sebagian mainannya. "Pfftt, hahaha."

Siapa anak kecil ini? Aku tidak bisa mengingat wajahnya maupun namanya. Apa dia teman masa kecilku? Jika dia memang benar teman masa kecilku, mungkin aku bisa minta bantuan dia untuk mengetahui kejadian enam tahun yang lalu.

Pemandangan di dalam ruangan pun, tiba-tiba berubah menjadi pemandang villa yang terbakar dengan mengerikan dan terlihat, seorang anak perempuan yang mengulurkan tangannya. Anak perempuan itu berada di antara reruntuhan kayu yang terbakar.

Wajah perempuan itu sedikit berlumuran darah sambil mengulurkan tangannya itu. "Tolong aku, Kyu-kun!"

Suara ini, ini adalah suara dari kecelakaan enam tahun yang lalu. Kenapa aku mendengar suara ini?

Pemandangan villa terbakar mengerikan itu yang diiringi dengan suara anak perempuan yang meminta tolong beberapa kali. Secara berangsur-angsur pemandangan itu semakin memburam dan kini yang terlihat di depanku ada sebuah lampu berukuran sedang, menempel di dinding berwarna coklat kehitam-hitaman.

Tidak lama kemudian aku sadar, kalau aku telah terbangun dari mimpi menyeramkan itu dan berada di kamarku.

Akupun membangungkan tubuh yang kaku ini sambil memegang kepalaku. "Geh… kenapa aku terus memimpikan hal ini?"

Apa aku kebanyakan begadang ya akhir-akhir ini? Lagipula, siapa anak perempuan itu? Apa dia teman masa kecilku?

Tanda tanya terus memenuhi otakku hingga tidak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka.

*Kreek

Mungkin itu Ibu. Mengapa aku berasumsi begitu? Karena tidak mungkin Adikku masuk ke kamar tanpa seijinku. Jika Adikku melanggar hal itu. Maka aku akan mengerjainya dengan mendinginkan air bak saat ia hendak mandi.

Kejam tapi efektif umtuk setan licik seperti dia.

Dengan raut wajah cemas dan bingung yang terpampang di wajah ibu. "Kyu-kun! Kamu kenapa berteriak gitu?"

Benarkan.

Sambil memegang kepalaku yang masih terasa sakit yang tidak aku ketahui apa penyebabnya. "Tidak apa-apa bu, hanya mimpi buruk."

Padahal hanya mimpi, tapi kenapa kepalaku terasa sakit seperti ini. Dan juga aku tidak begitu ingat dengan apa yang kukatakan saat mimpi tadi.

"Owh, kalau begitu cepat pakai bajumu!"

Sambil menggangguk. "O-Oke."

Kenapa ibu tidak menanyakan tentang mimpiku? Mungkin ibu berpikir, 'Mungkin Kyu bermimpi tentang hal mesum.'

Pikiran orang tua hehhh.

Ketika aku sudah selesai berasumsi yang aneh seperti itu. Aku cepat-cepat turun ke bawah melalui tangga yang berada di depan pintu kamarku untuk mencuci mukaku. Setelah selesai mencuci muka, aku berjalan ke kamarku untuk memakai kemeja putih lalu blazerku.

Namaku Kawahara Kyutsuki. Nama margaku yang sebelumnya adalah Moriyama, tapi empat tahun yang lalu Ayahku meninggal akibat sakit jantung yang dideritanya, sehingga ibupun menikah lagi agar dapat mencukupi kebutuhan kami.

Ibu juga tidak menikahi sembarang orang, ibu menikah dengan temannya ayahku yang bisa dibilang ia adalah single parent juga seperti ibu. Ayah juga sudah mempercayakan ibu pada temannya itu jadi kurasa itu tidak masalah bagiku.

Dan aku bersekolah di SMA Kagamihara yang berada di Prefektur Kagoshima, Kota Kagoshima. Untuk penampilan, aku memilki rambut yang agak acak-acakan berwarna hitam, badanku bisa dibilang ideal, tidak begitu gemuk dan kurus. Di atas alis kanan sampai bawah mataku terdapat sebuah luka bakar akibat kecelakaan enam tahun yang lalu dan aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi saat kecelakaan itu.

Saat aku menanyakan apa yang terjadi saat itu, Ibu dan Ayah selalu mengalihkan topik pembicaraan. Yang kuingat saat kecelakaan itu hanyalah aku tertimpa balok kayu besar yang terbakar.

Aku turun ke bawah menuju ke ruang makan untuk menyantap sarapan pagi yang telah disiapkan Ibuku. Saat aku sudah berada di dapur, aku sadar bahwa ada yang kurang, namun apa ya?

Akupun memegang daguku--memikirkan hal itu, sembari hendak duduk di kursiku.

Owh iya, aku baru ingat. Biasanya Adikku selalu menyapaku dengan wajah cerianya setiap kali kami bertemu untuk sarapan pagi. Kenapa ia tidak sekarang?

Aku menanyakan tentang Adikku pada Ibuku karena aku penasaran di mana ia berada. "Rin tidak sarapan ya?" tanyaku.

Rin itu adalah adik angkatku. Nama panjangnya Kawahara Rin dan dia adalah anak kandung dari Ayah tiriku. Dia juga satu sekolah dan seangkatan denganku. Ia memilki model rambut twintail yang dicat berwarna putih, tubuh kecil dan langsing dengan wajah yang keadikan. Jika dia menjadi gravure model, mungkin dia berada pada peringkat tiga ke atas.

Ibu menjawab sambil memasak ikan di dapur. "Katanya dia pergi lebih dulu soalnya pengen ngerjain tugasnya."

Dengan nada datar aku menjawab ibu. "Owh…"

Walaupun terlihat kalem, adikku itu selalu aktif dalam sosial. Kenapa aku bilang dia kalem? Karena adikku itu seperti hewan buas yang mudah jinak, jika tidak ada yang berbicara dengannya, dia seperti ular yang menunggu mangsa, tapi jika dia diajak berbicara, dia seperti kucing yang selalu dekat dengan siapapun. Mungkin seperti itulah sifat adikku.

Dia memang aneh.

Saat aku selesai menyantap sarapanku. Aku langsung berjalan ke depan pintu rumah untuk memakai kaos dan sepatu.

Setelah selesai memasang sepatu, aku berpamitan pada ibuku. "Aku pergi dulu ke sekolah."

Ibu melambaikan tisu dengan tangan kanannya dan itu terlihat sangat memalukan jika dilihat orang lain. "Hati-hati ya!"

Heh… seperti biasa. Ibu selalu membuat lelucon garingnya.

Aku membuka pintu rumah dan berjalan pergi menuju ke sekolah.

Sepertinya aku harus melewati neraka lagi. Yang aku maksud neraka itu adalah sekolahku. Jika novel ini bergenre fantasi, pasti neraka diarahkan ke raja iblis atau semacamnya.

Pemikiran yang gila.

avataravatar