2 2. Don't Play On Me

Aletha tersadar dari lamunannya ketika mendengarkan bunyi deheman dari Ryshaka.

"Ehem, Aletha?"

Pandangan Aletha tertuju pada proposal yang ia buat susah payah kini penuh oleh coretan tangan.

Ia membelakkan matanya tak percaya.

"Apa kau sekarang sudah paham dimana kesalahannya?"

"Tidak!"

"Tentu saja tidak, karena kau menghabiskan waktu untuk memuja keindahan makhluk di hadapanmu."

Rasa mual mendadak menyerang perut Aletha, ia tidak pernah tahu kalau General Managernya bisa senarsis itu. Bagaimana kalau ia tahu imajinasi apa yang sekarang berputar di kepalanya?

"Setelah ini akan ada rapat dengan para investor, kau bisa keluar sekarang!"

"Baik Pak, saya akan bersiap." Ucap Aletha, karena ia biasanya berperan sebagai notulen.

"Untuk apa? lebih baik kau revisi saja proposalnya, saya bisa melakukannya sendiri."

Bibir Aletha terbuka seperti hendak protes.

" Ada sanggahan?"

"Tidak, kalau begitu saya permisi."

Dan hanya deheman singkat yang keluar dari bibir Ryshaka, DASAR.

Aletha berjalan sembari menghentakkan kaki, sementara satu tangannya yang lain melempar proposal ke arah meja kerjanya.

"Ada apa lagi sekarang?"

"GM kita satu itu, kelakuannya membuatku gemas." Aletha menunjukkan pada Dashi tentang proposalnya yang kini sudah tak berbentuk, namun meskipun ia sebal tak urung ia tetap merevisinya, walaupun bibirnya berkomat-kamit mengucapkan mantra agar orang itu terkena sial.

Aletha menancapkan flashdisk ke PC-nya, untung saja dirinya menyimpan file soft copy-nya dengan benar, setelah membuka file tersebut Aletha tersadar, ia telah melakukan kesalahan, namun bukan sesuatu yang fatal, hanya beberapa tanda baca yang kurang ia perhatikan selebihnya ia rasa sudah benar.

"kau sedang merevisi proposalnya?"

"Yap, aku rasa GM kita itu titisan Lucifer, ia menghancurkan proposalku karena aku sedikit lalai."

"Tapi kau bisa tenang sekarang, orang yang barusan kau sumpah serapahi sedang keluar ruangan."

"Iya, tadi dia mengatakan padaku akan pergi menemui para investor untuk membahas pengajuan dana."

"Aletha?"

"Iya?" Jawabnya Aletha singkat, perhatiannya sedang terfokus penuh pada layar komputer.

"Tidakkah kau merasa ada yang aneh?"

"Tidak ada yang lebih aneh dari kelakuan GM kita, tentunya."

Dashi memutar matanya jengah, rupanya pertikaian diantara keduanya sudah tak tertolong.

"Kau mengatakan padaku bahwa Pak Ryshaka pergi untuk menemui para investor, sedangkan yang kau lakukan sekarang adalah merevisi proposal pengajuannya."

Ketikan jari Aletha pada keyboard seketika terhenti.

Sial, mengapa dirinya mendadak dungu?

pasti orang itu kini tengah menertawai kebodohannya.

Aletha menelungkupkan wajah pada lipatan tangannya dan menjerit tertahan, meskipun sedang emosi ia tak ingin memecah konsentrasi rekannya yang lain.

Ia sudah lelah secara fisik dan mental, atas tumpukan pekerjaannya yang selalu dikejar deadline, maupun tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan atasannya sendiri, terkadang pemikiran untuk resign hinggap di kepalanya, hingga realita yang ada menghempas angannya, ia hanyalah seorang budak korporate, bukan anak konglomerat yang terlahir dengan sendok emas di mulut.

Tepukan pelan tangan Dashi terasa di punggungnya.

" Apa kau baik-baik saja?"

Aletha meresponnya dengan mengangkat jari jempolnya, namun tak urung sudut matanya mengeluarkan cairan bening.

"Aku mau ke toilet sebentar, kepalaku terasa panas."

"Mau kuantar?"

Aletha menggelengkan kepalany pelan, ia menyeret kakinya dengan tak bersemangat menuju toilet, mungkin ia juga akan mampir sebentar ke pantry-atau mungkin sedikit lama, ia sedang dalam mood yang tidak baik untuk mengerjakan tugasnya.

Aletha melihat penampilannya lewat pantulan kaca yang ada di dinding, auranya kini terlihat begitu suram, matanya yang sayu dengan mata panda yang terlihat jelas karena terlalu sering begadang mengerjakan deadline.

Tapi tetap saja miskin.

Aletha melangkahkan kakinya menuju pantry yang berada di ujung ruangan, ia merasa menyesal karena telah meninggalkan sarapan paginya, karena kini perutnya terasa nyeri pada bagian atas, mual dan ingin memuntahkan sesuatu, dirinya memang mempunyai maag kronis.

"Oh God, jangan sekarang!"

Aletha membungkukkan badannya, karena dirinya sudah tak mampu untuk menyokong bobot tubuhnya, kepalanya pun terasa pening seolah ada palu besar yang menghantam sisi kepalanya yang membuat pandangan matanya gelap seketika, dan mungkin dirinya sedang berhalusinasi saat melihat wajah orang yang ia rutuki menampilkan mimik cemas.

****

"Ibu, bolehkah aku pergi merantau ke kota besar?"

Mimik wajah Wulan-Ibu Aletha , terlihat sedih saat putrinya tercinta mengatakan hal itu, hidup di kota besar tidaklah semudah yang dibayangkan, jika tidak bisa menjaga diri bisa saja ia terjerumus dalam rayuan setan.

"Aku punya banyak mimpi ibu dan peluangnya akan lebih besar jika aku hidup di kota besar, bukan daerah pelosok seperti ini!" Ucap Aletha berusaha menyakinkan, ini demi kebaikan mereka berdua karena usia ibunya sudah renta. Aletha merasa tak tega jika tubuhnya harus dipaksa bekerja keras.

Aletha menggenggam tangan ibunya yang terasa kasar, karena ia biasanya juga bekerja sebagai buruh cuci.

Tak terasa sudut matanya mengeluarkan cairan bening, tekadnya untuk merubah nasib makin bulat sekarang.

"Aku berjanji pada ibu agar menjaga diri baik-baik." Ucapnya sembari terus menggenggam tangan renta ibunya.

Aletha menghela napas lega ketika Ibu Wulan menganggukkan kepala tanda persetujuan.

Ia memeluk erat tubuh ibunya, rasanya nyaman sekali berada dalam dekapannya. Kepalanya diusap pelan seperti yang biasa ibunya lakukan, ia makin betah saja berada di posisi ini. Namun Aletha mencium aroma lain yang menguar dari tubuh ibunya, semacam aroma citrus dan after shave yang lembut, Aletha mengedikan bahunya acuh.

Mungkin majikan ibunya menyukai aroma parfum laundry ini.

Aletha masih berada dalam dekapannya seraya satu tangannya menyusuri lengan Ibunya. Apakah karena ia seorang buruh cuci, sehingga lengan bagian atasnya se-kekar ini? Aletha menyunggingkan senyuman geli, saat jemari mampir pada bagian dadanya dan menemukan puting yang dulu- saat masih kecil, suka ia mainkan.

Bentuk tubuh mungkin saja bisa berubah karena kerasnya ia bekerja, tapi bukankah pita suara akan tetap sama? Karena kini ia mendengar suaranya Ibunya mengeluarkan bunyi geraman yang terdengar begitu maskulin.

"Sudah cukup Aletha!"

Alettha menggelengkan kepalanya kuat, ini belum cukup. Ia masih membutuhkan asupan energi untuk menghadapi kerasnya hidup.

"Baiklah kalau ini keinginanmu!"

Aletha merasa bibirnya dilumat dengan begitu intens, ia terlambat menyadari bahwa tubuh yang ia dekap begitu erat bukanlah tubuh Ibunya, melainkan atasannya yang suka mengeluarkan kata-kata pedas. Ia menarik kepala seolah ingin menghindar, namun sisi kepalanya telah ditahan oleh tangan kekar yang sebelumnya telah ia belai dengan begitu seductive.

Ryshaka menghentikan lumatan bibir pada gadis dihadapannya ketika Aletha memukul pelan dada bidangnya, mungkin ia sudah kehabisan napas.

Wajah Aletha kini sudah merah padam, bibirnya yang bengkak sedikit terbuka, ia membutuhkan pasokan oksigen yang sebelumnya sudah terserap habis.

Penampilan Aletha kini terlihat begitu menggoda dan Ryshaka tidak tahan untuk menyapukan lidahnya pada bibir merahnya.

avataravatar
Next chapter