1 1. Aletha

Pria itu semakin menundukkan wajahnya sembari menghirup aroma yang menguar dari cekungan leher wanita dihadapannya, sementara satu tangannya yang lain merayap menyusuri bagian belakang tubuhnya, dan memberi sedikit remasan pada pantatnya yang sekal.

"Coba katakan sekali lagi padaku, kalau kau akan meninggalkan semua kenikmatan ini!"

Bibirnya tersenyum culas saat dilihatnya wanita dihadapannya menelan ludah pertanda ia sedang gugup.

"Inilah dirimu sesungguhnya, persetan dengan semua omongan orang lain, kau menikmatinya!"

Setelah mengatakan hal itu, ia mendorong tubuh wanita dihadapannya dan suasana semakin memanas.

Aletha melihat adegan demi adegan yang kini ia lihat semakin panas saja.

Adegan yang kini ia tonton tak ayal membuat sesuatu yang ada di bawah sana ikut bergetar merasakan sensasinya.

Usianya saat ini hampir memasuki seperempat abad dan alih-alih mencari pendamping untuk masa depannya ia malah menghabiskan waktu senggangnya untuk menonton film panas. Aletha mengangkat bahunya acuh. Ini sama saja, hasratnya telah terlampiaskan, meski hanya sedikit.

Aletha menguap lebar, pertanda tubuhnya sudah lelah dan perlu istirahat, matanya melirik jam beker yang berada di nakas, sekarang sudah pukul 3 pagi. Pantas saja.

Ia kemudian mematikan laptopnya karena kini rasa kantuknya sudah tak dapat ia bendung lagi, setelah meletakkan laptopnya di nakas dan mematikan lampu tidur, perlahan ia memejamkan mata.

****

Aletha menjalani pagi harinya dengan tergesa-gesa, semua karena jam beker yang biasa ia pakai ternyata habis baterai, ia hanya sempat untuk mandi bebek dan menyemprotkan parfum yang banyak, setelah memastikan penampilannya layak untuk dilihat, ia langsung berangkat ke kantor.

"Huh... untung saja aku hanya terlambat 5 menit!" Aletha mengusap peluh yang mengalir di dahinya.

Aletha mengusap pelan perutnya saat rasa lapar mulai menyergap. Seketika itu pula Aletha memutuskan untuk mampir terlebih dahulu ke tempat pantry, karena jika tengah kelaparan seperti ini, otaknya sulit untuk diajak berpikir.

"Enaknya sarapan sama apa ya?" Ucapnya bermonolog, kemudian keputusannya jatuh pada sebungkus roti cokelat dan juga sebungkus kopi instan.

Aletha membalikkan tubuhnya ke belakang saat mendengar langkah kaki yang mengarah padanya dan mendapati sesosok pria jangkung disana. Ia adalah Ryshaka menjabat sebagai General manager di perusahaan multinasional, seorang pria flamboyan dan juga pecinta wanita.

"Selamat pagi pak Ryshaka, Bapak mau saya buatkan kopi?" Sebuah sapaan basa-basi yang Aletha lontarkan untuk memecah keheningan.

"Terima kasih, tapi saya sedang mengurangi kafein." Tolak Ryshaka.

Suasana sesaat terasa canggung karena tidak ada lagi kata yang keluar dari bibir keduanya.

"Kamu akan tetap disini dan melanjutkan sesi sarapan pagi?" Ucap Ryshaka akhirnya membuka suara.

Perut Aletha yang berbunyi nyaring telah menjawab pertanyaan Ryshaka.

"Baiklah kamu bisa lanjutkan, tapi saya ada sedikit pertanyaan untukmu."

"Ini hanya pemikiran yang selintas lewat dalam benak saya, semoga saya hanya salah dalam menafsirkan."

Aletha menaikkan sebelah alisnya pertanda ia ingin Ryshaka melanjutkan perkataannya.

"Saya sudah berkata sebelumnya bahwa ini hanya penafsiran saya!"

"Saya tidak membuat penyangkalan apapun!" Ucap Aletha mulai jengkel dengan tingkah laku atasannya tersebut.

"Apa kamu berniat menggodaku dengan pakaian asal yang kamu kenakan sekarang?"

Aletha mengikuti pandangan Ryshaka menuju kemeja putihnya yang transparan sehingga memperlihatkan dengan samar motif bra renda yang kini ia kenakan. Tangannya secara reflek berusaha untuk menutupinya, yang pastinya hanya sia-sia.

"Tentu saja tidak!"

"Benarkah kamu tidak ada niat sama sekali?"

"Sungguh pemikiran yang konservatif, menilai kepribadian seseorang dari baju yang mereka kenakan!"

"Ini hanya pendapat saya." Ryshaka melihat penampilan Aletha secara menyeluruh, bibirnya tersungging membentuk senyuman yang tak dapat Aletha maknai apa maksud dibaliknya.

"Bukankah kamu menggunakan umpan yang terlalu murah untuk sebuah tangkapan yang besar?"

Aletha memahami perkataan Ryshaka tentang umpan merujuk pada dirinya yang berpenampilan seperti wanita penggoda.

Ia merasa dadanya bergemuruh kencang, siap meluapkan amarah atas penilaian sepihak Ryshaka.

"Apapun yang saya lakukan anda tidak berhak untuk ikut campur!" Ucap Aletha dengan nada suara yang berapi-api.

Aletha meninggalkan ruang pantry dengan langkah tegap penuh percaya diri, persetan dengan perutnya yang keroncongan.

Sekarang ia sedang berpikir bagaimana cara mematahkan segala argumen negatif Ryshaka padanya.

Langkahnya tertuju pada meja kerja yang sudah 2 tahun lebih ia tempati.

"Selamat pagi Aletha, apa kau sedang demam? Wajahmu sudah semerah tomat." Dashi salah rekan Aletha di perusahaan yang kini ia tempati, selalu bersikap lembut dan penuh perhatian.

"Aku baik-baik saja, kurasa."

Aletha memutar kursinya menghadap ke arah Dashi.

"Menurutmu, apakah pakaian yang ku kenakan sekarang terlalu seductive?"

"Apa yang membuatmu berpikir seperti itu? usiamu hampir memasuki seperempat abad, berpakaian sedikit seductive akan membuatmu lebih mudah menarik perhatian pria."

"Secara tidak langsung kamu beranggapan bahwa aku seperti wanita penggoda."

"Aku tidak bermaksud mengatakan demikian."

"Tadi Pak Ryshaka mengirim email, ia meminta supaya kau menyiapkan proposal pengajuan dana investor."

"Really?"

"What makes you think I've been lying to you?"

"Aku tidak menuduhmu berbohong, tapi sebelum ini aku sudah berpapasan dengan Pak Ryshaka, dan dia tidak membahas masalah proposal sama sekali."

Dan jawaban Dashi hanya mengedikan bahu, ia memang tidak tahu.

"Baiklah, tidak masalah jika pria arrogant itu terus mengibarkan bendera perang, dia pikir aku takut?" Aletha bergumam pelan, sembari menekan tombol keyboard keras-keras, ia butuh sesuatu sebagai pelampiasan.

"Kau bicara apa Aletha?"

"Tidak, aku sedang bersenandung." Jawab Aletha tersenyum manis.

"Aletha, aku memintamu membawa proposal pengajuan dana investor, why you ignored my words?"

"Saya tidak merasa Bapak memintanya pada saya." Ucap Aletha, pandangannya mengarah pada Ryshaka.

"Tidakkah Dashi menyampaikannya padamu?"

"Itu masalahnya, kenapa Bapak malah menyampaikan pada Dashi alih-alih langsung pada saya?"

Dashi menyadari ada aura permusuhan yang kental diantara keduanya, ia hanya duduk diam di meja kerjanya tidak ingin terlibat.

"Dashi minta tolong sampaikan pada Aletha, saya mau proposalnya ada di meja saya sekarang!" Ucap Ryshaka kaku, setelah mengatakan itu ia langsung membalikkan badan menuju ruangannya, disusul dengan bunyi gebrakan pintu yang ditutup keras.

"Tidakkah kau mendengarnya sendiri?" Ucap Dashi pelan, ia lelah menghadapi pertikaian di depannya.

"Tentu saja!" Ucap Aletha sembari berjalan menuju ruangan Ryshaka, tidak lupa membawa proposal yang sebelumnya telah diminta.

Aletha masih punya sedikit sopan santun, ia mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk.

"Masuk!" Aletha mendengar suara sahutan dari dalam.

Aletha duduk berhadapan dengan Ryshaka dan semua keberanian diri untuk memberontak menguap seketika.

Jika sedang dalam mode serius seperti ini, aura maskulinitas atasannya ini tak main-main. Apalagi dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.

Atasannya ini mempunyai wajah rupawan dengan garis rahang yang kuat, kulitnya berwarna kecoklatan, mungkin karena ia suka dengan aktivitas outdoor, serta alisnya melengkung indah menaungi sepasang matanya yang suka mengintimidasi, tapi bagian yang paling menggoda terletak pada bibirnya, terlihat penuh pada bagian bawah.

Aletha berusaha menahan dirinya agar tidak terjatuh pada pesonanya yang mematikan.

avataravatar
Next chapter