webnovel

3. Hampir Saja

Ryshaka menundukkan wajah, hendak mengulangi aktivitas yang membuat libidonya naik.

Ia sangat menyukai aroma yang menguar dalam tubuh Aletha, semacam aroma vanilla yang manis, lidahnya menjulur ke arah lehernya untuk sekedar mencecap. Apakah rasanya juga sama nikmatnya? Bibirnya tersenyum mendengar gadis di bawahnya melontarkan suara erangan yang begitu eksotis, dan jemarinya melakukan tugasnya dengan baik, ia menanggalkan kancing baju yang menghalangi pandangannya, netranya kini dimanjakan dengan indahnya tubuh Aletha, meskipun masih tertutup oleh bra yang ia kenakan.

Tangannya hendak melepas kaitan yang menyangga payudaranya, namun tubuhnya di dorong pelan oleh tangan lembut Aletha.

"Kau ingin aku menghentikan ini?"

Tidak ada respon yang keluar dari bibir manis Aletha, matanya yang sayu hanya menatapnya dalam keheningan.

Ryshaka menjulurkan tangannya, namun lagi-lagi ia mendapat penolakan dari Aletha.

"Ada apa?"

"Saya rasa anda tahu apa masalahnya."

Ucapan formal Aletha membuat aura intim yang terjalin di antara keduanya menjadi canggung. Ryshaka menyunggar rambut dengan jemarinya, raut wajahnya tak bisa disembunyikan, ia terlihat frustasi.

"Tolong jangan bicara terlalu formal!"

Seketika Aletha menegakkan tubuhnya, tertarik mendengar kalimat yang keluar dari bibir Ryshaka.

"Kenapa sekarang saya tidak boleh, apakah anda berpikir bahwa hubungan kita istimewa? hanya karena hal ini?" Aletha meloloskan tawanya merasa terhibur dengan situasi yang ada.

Ryshaka menggertakkan giginya kuat, untuk pertama kali dalam hidupnya ada yang berani mengusik egonya.

"Saya tidak menutup mata dengan kejadian yang ada di sekitar saya, anda melakukan hal tabu seperti ini layaknya rutinitas lainnya!"

Ryshaka tak dapat mengelak dari ucapan yang telah dilontarkan Aletha, karena memang benar adanya.

"Sedang berpikir bahwa perkataanku tepat sasaran?"

Ryshaka mulai jengkel dengan Aletha yang terus-menerus menyerang ego-nya, jika saja diijinkan ia akan dengan senang hati menyumpal bibir merah itu dengan bibirnya sendiri, seperti yang beberapa saat lalu telah mereka lakukan.

"Tapi yang kau lihat hanyalah bagian permukaannya saja yang dilanjutkan oleh omong kosong orang lain, tanpa benar-benar tahu apa yang terjadi."

"Anda bermaksud untuk menyangkalnya?"

"Tidak sama sekali, aku hanya memberimu peringatan, pasti kau tau istilah don't judge a book by it's cover."

"Kalau begitu terima kasih banyak atas peringatannya, sungguh sangat berguna."

Ryshaka merasa bahwa perkataan Aletha tidak sejalan dengan mimik wajahnya, raut itu terlihat mencemoohnya.

"Lebih baik kita sudahi saja pertikaian ini, saya sudah lelah."

"Apakah itu artinya anda mengaku kalah?"

"Anggap saja begitu."

Senyuman manis tersinggung di bibir Aletha hanya dengan mendengarnya.

Ryshaka sendiri merasa heran dengan Aletha, mengapa ia suka sekali beradu argument dengannya.

"Kau sudah cukup lama tidak sadarkan diri, dan sekarang sudah pukul 12 siang."

Aletha membelakkan matanya, selama itukah ia tak sadarkan diri?

"Selama itukah?"

"Sebenarnya tidak, karena aku tidak bisa memastikan apa kau benar-benar tidak sadarkan diri atau sekedar terbuai dalam alam mimpi."

"Tentu saja pingsan sungguhan, saya mempunyai maag kronis, terlambat makan sedikit saja akan membuat saya selemah itu."

"Dan kau melewatkan sesi sarapan pagi?"

"Anda tahu mengapa saya melewatinya, apakah perlu dijelaskan kembali?"

"Tidak! Terima kasih banyak." Ia tak mau membuka topik pembicaraan yang mengundang adu pendapat.

"Apa kau tidak ingin pergi dari ruangan saya sekedar untuk makan siang?"

Terlalu lama berada dalam ruangan yang sama bersama Aletha tidaklah bagus. Sesuatu yang sebelumnya bangun di bawah sana masih terasa berdenyut nyeri.

"Maukah Bapak melakukannya untuk saya? menyiapkan makan siang maksudnya."

Sudah dikasi hati malah minta jantung, Aletha memang se-tidak tahu diri itu.

"Saya sama sekali tidak keberatan untuk itu, tapi tidakkah kau berpikir dengan adanya kita berdua di ruangan ini terlalu riskan?"

Rona merah menjalari wajah Aletha, ia masih ingat dengan adegan di atas kompor yang mereka lakukan sebelumnya. Namun sungguh, ia sedang tidak sedang berusaha menggoda, ia hanya tak punya tenaga untuk bangkit dari tempat duduk.

"Badan saya masih terlalu lemah." Aletha berujar pelan.

"Baiklah, Akan saya pesankan makanan, apakah ada pengecualian?"

"Iya, saya alergi seafood."

Ryshaka terlihat mengutak-atik handphonenya, sejenak suasana mendadak hening dan Aletha sangat tidak menyukai-nya. Biasanya saat bosan seperti ini ia akan bermain dengan gawai-nya, namun ia sedang tidak membawanya.

Aletha mengedikan bahunya, lebih baik tidur lagi.

Ryshaka melihat apa yang dilakukan Aletha lewat ekor matanya, mengapa ia tidak merasa canggung saat berduaan dengan lawan jenis? Semoga karena ia mempercayai-nya, bukan karena sesuatu yang lain. Seperti sudah sering selibat dengan lawan jenis, contohnya.

Ryshaka melangkahkan kakinya menuju Aletha, ujung jemarinya terulur untuk menyentuh tubuh bagian atas Aletha yang terbuka. Senyum penuh makna tersungging di bibirnya, tidakkah Aletha menyadari bahwa kini bagian leher dan payudara atasnya penuh oleh tanda merah yang ia buat.

Tok tok tok..

"Masuk!" Ryshaka mengira bahwa office boy yang sedang mengetuk pintu untuk mengantarkan makanan, sehingga kini perhatiannya masih mengarah penuh pada Aletha.

Langkah kaki terdengar menuju arahnya, Ryshaka mengernyitkan kedua alisnya, mengapa seperti ketukan bunyi high heels.

Kepalanya menoleh pada wanita yang kini bersedekap, matanya memicing sinis melihat apa yang ia lakukan pada Aletha.

"Inikah yang kau lakukan dengan mengabaikan semua pesanku?"

Ryshaka memutar matanya jengah. Kini yang berdiri di hadapannya adalah Jasmine-anak bungsu dari mama tirinya dan seperti kebanyakan si bungsu lainnya ia selalu bertingkah menjengkelkan dan selalu minta perhatian.

"Tolong jangan beri tahu Mom masalah ini!"

Jasmine mengetukkan jemari yang dipoles kutex warna pastel pada dagunya.

"Aku tidak tahu apakah bisa menjaga kebohongan ini dengan benar."

"Bagaimana dengan tas Chanel keluaran terbaru?"

"Deal!" Jasmine berucap senang, karena memang itulah tujuan dirinya datang kemari.

"Jangan lupa gunakan kondom, aku masih belum siap menjadi aunty!" Jasmine berucap di telinga Ryshaka dengan nada suara yang tidak bisa dikatakan pelan seraya mengecup sebelah pipinya.

"Kau tahu aku tidak se-brengsek itu!" Ucap Ryshaka menggeram kesal.

"Masih belum, pasti akan tiba saatnya semua kendali dirimu lepas."

Ryshaka tidak menanggapi kalimat Jasmine.

"Selamat tinggal my lovely brother!" Jasmine meninggalkan ruangan Ryshaka dengan langkah ceria.

Ryshaka mengecek handphone untuk mencari tahu sudah sampai mana makanan yang ia pesan, ternyata sudah sampai lokasi.

Ketukan pintu terdengar tak lama setelahnya.

Ryshaka bangkit dari duduknya ia tidak mau kejadian seperti sebelumnya terulang, untung saja tadi yang datang adalah Jasmine, ia cukup bisa menjaga rahasia, meski imbalannya lumayan menguras kantong.

"Silahkan, Pak! makan siangnya." Pandangan mata office boy tersebut mengarah pada isi ruangan Ryshaka, ia terlihat penasaran siapakah gerangan yang tidur nyenyak di ruangan Bosnya itu, yang terlihat hanyalah kaki mulusnya saja.

"Apa yang kau lihat?"

Office boy tersebut menggelengkan kepalanya, sorot mata tajam Ryshaka cukup mengerikan.

Next chapter