1 Cinta

"Cin, bantuin gue dong!"

Cinta yang sedang mengetik di laptopnya sontak menghentikan laporan yang sedang dikerjakannya dan menoleh ke arah suara itu berasal.

"Apaan Wen?" Tanyanya pelan.

Yang ditanya hanya mendengus pelan dengan muka kusut.

"Ini loh, dari tadi marginnya aneh, sumpah gue kesel!"

"Mana sini gue liat?" Wendy hanya mendorong pasrah laptopnya ke arah Cinta.

"Oalah, ini loh Wen, lu salah input di sini." Tukasnya seraya menunjuk satu bagian di format excel yang Wendy sedang kerjakan setelah memperhatikannya beberapa saat.

"Oh heeh ya. Untung lu notice sebelum gue submit, kalau ga matilah gue kena semprot Mbak Sandra." Wendy nyengir malu seraya menarik kembali laptop di tangan Cinta.

"Makanya, lu kalo apa-apa cek lagi, jangan langsung submit, ternyata banyak salah."

"Hehehe, iya mbak. Hampura Mbak." Wendy hanya senyam senyum malu ketika supervisor divisi mereka, Mbak Sandra tiba-tiba ada di belakang mereka.

"Yang lu gimana, Cin? On track?" Tanya Mbak Sandra.

"On track Mbak. Ini tinggal finalisasinya aja. Sorean bisa saya email, Mbak."

Sandra mengangguk puas mendengar jawaban mantap dari Cinta. Kalau saja semua anak departmentnya seperti Cinta, mudah hidupnya.

"Eh Mbak tumben lunch di kantor? Ga makan sama Pak-" Wendy nyengir jahil, tau bahwa ia berhasil menggoda Sandra setelah yang ditanya beringsut menjauh sambil bergidik geli.

"Gak, sejak kapan gue makan sama dia? Idihhh..."

Cinta mengulum senyum, supervisornya ini memang galak tapi lucu kadang-kadang, apalagi kalau dihadapkan dengan cowok.

"Kenapa Mbak? Pak Roy baik loh, apalagi sama Mbak." Tambah Joy, yang tiba-tiba nimbrung. Wajah keponya muncul di balik laptop di seberang meja Wendy.

"Heh, intern ga usah nimbrung." Balas Sandra pedas, "Urusin tuh laporan lu ke kampus, jangan sampe telat lagi. Nti gue yang kena omel HRD."

Yang ditegur hanya merengut sambil kembali membuka laptopnya dan mengetik kuat-kuat tiap keyboardnya, tanda silent protest terhadap kekejaman rezim Sandra pada intern seperti dirinya.

"Iya loh, Pak Roy bisa tuh dipertimbangkan, San." Jimmy, kepala department mereka, lewat sambil mengaduk kopi yang baru saja ia buat di pantry, menuju ke meja kerjanya di sebelah Wendy.

"Apa sih, Mas?" Sandra memutar bola matanya kesal tapi tidak dapat membalas. Maklum, Mas Jimmy adalah atasannya.

"Ya daripada gue liat lu swipe kiri terus di Tinder. Ya mending yang pasti-pasti ajalah." Jawaban santai Jimmy memancing tawa seluruh department dan Sandra hanya terdiam dengan wajah memerah akibat ke-gap atasannya main Tinder di kantor.

"Jim," sebuah suara memanggil Jimmy dari koridor, "bentar dong, gue mau ngomong."

"Mas Bro!" Daniel, salah satu intern, langsung auto nyengir melihat kedatangan Bryan, orang yang sudah banyak membantunya di Open Cart ini. Bryan adalah HR Manager idaman masa kini. Masih muda, gaul dan mudah akrab dengan staff lain. Lebih akrab di panggil Mas Bro karena "Lu pikir gue daleman apa dipanggil Mas Bra?" - Lah wong nama situ Bryan, Mas!

"Sini gabung lunch sama kita, Mas!"

Bryan hanya tersenyum kecut, "Ntaran deh ya. Gue ada perlu sama si Jimmy nih." Ujarnya pelan sebelum berbalik ke arah Jimmy, "Got time?"

Jimmy, yang menangkap raut wajah Bryan, langsung mengangguk, "Ke meeting room 1, Bro!"

Cinta memperhatikan saat kedua nya masuk ke meeting room, terlibat diskusi cukup serius, terlihat dari wajah kusut Mas Bro dan tatapan tidak setuju Mas Jimmy.

"Berat tuh pasti. Tumben-tumbenan si Mas Bro ngobrol sama Mas Jim privately." Sandra ternyata ikut memperhatikan.

"Iya, biasanya juga mereka berdua rapat sambil ngegudeg di sini." Tambah Wendy.

Kantor Open Cart menganut sistem open workspace, di mana setiap orang tidak dibatasi dengan kubikel, tapi bebas duduk di mana saja yang mereka mau untuk mendapatkan inspirasi, bahkan bergabung ke department lain.

Ini adalah kultur yang dibangun oleh pendiri dari Open Cart sendiri, Kevin Saputra, yang sekarang menjabat sebagai Chief Technology Officer dari Open Cart setelah start up company ternama Indonesia itu di beli oleh salah satu perusahaan konglomerasi baru-baru ini dan terjadi perubahan di management Open Cart. CEO nya tak lain dan tak bukan, digantikan oleh Pak Roy Wangsadirja yang terhormat, yang digosipkan naksir Sandra.

"Kalo bisa juga gue ga mau," kata Bryan sambil membuka pintu meeting room 1, Jimmy mengikuti di belakangnya dengan raut kesal, "cuman gimana ya, Bapak sudah memerintahkan."

"Ya oke lah. Gue bisa apa lagi kalo udah gitu keputusannya," gerutu Jimmy.

"Gue percaya sama lu, Bro. Karena itu anak itu gue taro di department lu." Bryan mengakhiri pembicaraan itu dengan wajah serius, "Seudah lunch gue kenalin doi ke anak-anak ya."

Jimmy hanya mengangguk acuh, memandang nanar ke anak-anak di departmentnya dan menghela nafas berat.

The storm is coming.

---

avataravatar