webnovel

Api yang membakar

Lia dan jack bisa tertawa bersama. Mereka kembali melanjutkan perjalanan.

"Aku bersyukur cuaca bagus dan perjalanan kita lancar. Sebentar lagi kita akan tiba di Sevilla!"

"Oh ya! Wah, akhirnya kita sampai juga!" 

"Belum Lia. Tapi sebentar lagi. Sebentar lagi kalau aku memaksimalkan kecepatan"

Max menambah kecepatan membuat Lia terhuyung dan berpegangan erat.

"Kau mau mati ya!" Pukulan Lia di pundak membuat jack memelankan laju mobil.

"Sorry.." ujarnya menahan tawa.

"Apa ini?" Lia menengadahkan telapak tangan. Tetesan hujan turun.

"Baru saja ku bilang cuaca bersahabat. Malah turun hujan!"

"Hahaha.. cuaca tidak mau menjadi sahabatmu!" Ledek Lia!

"Bagaimana ini?" Jeep terbuka jeck tak menyukai air.

"Sebaiknya kita menepi dan mencari tempat berteduh. Tapi sepanjang penglihatan lu hanya lahan tandus dengan kaktus saja!"

"Kau benar! Ck. Aku seharusnya tidak membawa Jeep!"

"Tapi ini mobil yang bagus kok!"

"Kau sedang mencela!"

"Tidak aku serius!"

"Kau jelas mengejek!"

"Hei, aku mana pernah menghina orang la--"

BYUUR!!

Hujan kian deras. Jack melaju cepat hingga masuk ke perkebunan warga dengan rumah kayu di tengah lahan pertanian dan peternakan. Dia mengambil parkir dan meraih tas Lia. Memeluk Lia dalam dekapannya dan berlari di bawah guyuran air hujan!

"Bagus sekali! Kita basah kuyup!" Keluh Jack mengibaskan rambut ikalnya yang basah.

"Hey! Hati hati dengan percikan rambutmu!" Lia memeras rambut panjangnya.

"Hahaha.. apa ini! Kau terlihat seperti puppy yang kecebur got!"

"Sembarangan kau!" 

Jack membantu Lia memeras rambut. Pria itu tak sungkan menyentuh Lia. Apa mereka sudah sedekat ini.

"Apa ada orang di dalam? Aku merasa tubuhku membeku!" 

Jack bisa melihat bibir Lia gemetar. Pria itu mengetuk pintu kayu yang berukuran lebar.

"Spadaaa!! Any body here?"

"Apa apaan itu!" Protes Lia. Dia meminta Jack menutup mulut. Biar dia saja yang memanggil orang rumah.

"Permisii.. apa ada orang? Permisi.." 

Tak ada sautan. Hingga keduanya beberapa kali memanggil. Hanya balasan embikan domba dan sapi saja. Mungkin ada kuda juga.

"Apa tidak ada orang, di lahan seluas ini?"

"Entahlah nona. Kau bertanya pada orang yang salah!"

"Bukannya kau sering ke Sevilla!"

"Ya aku ke Sevilla. Tapi bukan ke pertenakan!"

"Barangkali kau pernah melihat ada orang atau tidak disini!"

"Mana aku tahu!" Balas Jack bingung. "Memangnya aku harus menyapa setiap orang?"

"Haruslah!"

"Hah!" Jack mengangkat kedua bahu bingung. Daripada mereka berdebat dan mati kedinginan. Lia berinisiatif membuka pintu. Dan ternyata. Tidak terkunci.

"Apa ini? Kenapa rumah ini berdebu sekali?"

"Aku rasa orangnya tidak ada." Balas jack. "Atau.."

"Atau apa?" Tanya Lia mendapati wajah horor Jack.

"Apa kakek nenek tua yang mati dalam kamar karena tak ada anak cucu yang mengunjungi mereka?"

"Jangan sembarangan kau!" Kesal Lia melemparkan benda di meja.

"Apa itu barusan yang kau lempar?" Lia berjongkok mengambil kertas yang dia lempar barusan. Dia membaca tulisan di atasnya.

Tuan Veni tersayang.

Aku lelah menjadi budak seks mu. Aku pergi meninggalkan peternakan ini. Aku tak ingin kau menyusulku. Karena sampai kapanpun kau tak akan menemukanku!

"Aku lah menjadi Bu, Bu.." Lia tak bisa membaca surat untuk tuan Veni dengan gamblang. Membuat Jack mendekat dan penasaran. Dia begitu dekat hingga kulit dingin Lia bisa merasakan hawa panas dari dalam mulutnya.

"Menjadi budak seksmu. Aku pergi meninggalkan peternakan ini. Aku tak ingin kau menyusulku. Karena sampai kapanpun kau tak akan menemukanku.." Jack membaca dengan lancar tanpa canggung. Membuat Lia mendengus kesal sendiri.

"Oh, jadi tuan Veni sedang mencari budak seks nya. Dasar tuan Veni yang nakal!" Lia memutar bola mata. Itu lelucon yang tak lucu. 

Lia menjauh kan diri dari Jack. Dia mencari cari sesuatu.

"Baik tuan Veni yang baik hati. Boleh aku meminjam perapianmu? Aku merasa kedinginan saat ini!"

"Boleh saja nona cantik. Asal kau mau kujadikan budak seks ku berikutnya!"

Suara buatan ala Jack membuat Lia refleks melemparkan sekali lagi surat di tangannya.

"Kau ini!"

"Hey, ayolah. Aku hanya bercanda. Kau calon budak seks yang tidak menyenangkan sama sekali!"

"Katakan sekali lagi, dan akan ku Porong lidahmu!" Lia mengambil korek dan pisau. Jack mengangkat kedua tangan takut.

"Untuk apa pisau dan korek itu? Kau akan membakarku?"

"Ya, aku akan membakar otak mesummu itu!"

"Hey, tadi itu bukan aku. Itu tuan Veni. Aku hanya sedikit kerasukan tadi!"

"Terserah kau saja!"

Lia menyalakan api dengan bantuan sedikit jerami. Dia berhasil.menyalakan perapian dan menambahkan kayu bakar yang masih utuh dan harus di belah belah terlebih dahulu. Jack ikut berjongkok di depan api yang menyala hangat.

"Kau gadis cerdas. Sejak kapan kau belajar membuat api seperti ini? Apa kau seumuran nenekku?"

"Berhenti bercanda Jack!" Kesal Lia masih berusaha membelah kayu bakar. Jack mengambil alih pekerjaan Lia.

"Katakan kau butuh bantuanku. Ini pekerjaan laki laki!"

"Baiklah kalau begitu!" Lia menyerahkan urusan membelah kayu bakar pada Jack. Tapi nampaknya dia tak kompeten dalam hal itu. Jelas Jack kesusahan menurunkan atau harus menaikkan pisau yang terjepit di antara kayu bakar. Dia harus ekstra mengeluarkan tenaga agar pisaunya berjalan turun.

"Ini tak semudah yang kulihat!"

Lia tersenyum saja. Dia mencari sesuatu untuk menyeduh air.

"Fiiuuhh!! Aku akan memberikanmu heater setelah ini tuan Veni!" Jack menyeka dahinya. Dia sampai berkeringat di pakaian yang lembab. Begitu sulitkah membelah kayu bakar. Lia sampai tertawa melihat tingkah Jack.

"Siapa yang masih menggunakan perapian di jaman modern seperti ini! Apa dia tidak tahu pemanas ruangan?"

"Aku rasa.." balas Lia singkat. Ya. Ruangan ini seperti pondok jaman purba saja. Bukankah dia punya hewan banyak.

"Ah, hewan!"

"Ada apa?" Tanya Jack heran mendengar kata hewan barusan. "Apa kau sedang mengumpat?"

"Bukan. Aku sedikit khawatir. Apa hewan ternaknya cukup makan?"

"Kenapa kau peduli?"

"Hey, kita sudah menumpang disini. Menggunakan rumahnya. Bukankah kita harus berterima kasih sedikit."

"Kau sedikit miring. Kita hanya kebetulan di sini!" Balas Jack tak mengerti dengan jalan pikiran Lia.

"Baiklah, tolong kau taruh kettle ini di sana!" Tunjuk Lia pada sebuah kawat mengarah ke perapian.

"Kau mau membakar tanganku?" Bantah Jack.

"Ya, bahkan membakar dirimu!" Balas Lia kesal. Dia menaruh sendiri kettle ke dalam nyala api. Mengaitkan pada kawat di perapian.

"Wah. Apa tanganmu baik baik saja!" Lia mengangguk.

"Ah, aku pikir api itu akan melahapmu!" Gumam Jack. Lia menggeleng.

"Dia hanya ingin melahapmu!" Balas Lia kesal. Dia meninggalkan Jack yang tersenyum melihat punggung Lia yang menjauh.

"Kau yang bisa membakarku, bukan api itu!" Gumam Jack pada diri sendiri.

"Kau mengatakan sesuatu?"

Jack menautkan alis. Lia sudah berjarak kurang lebih tiga meter. Apa dia mendengar gumaman Jack barusan?

"Ti, tidak.." balas Jack gugup. Wajahnya memerah.

"Oh. Hanya perasaanku saja. Jack! Jangan terlalu dekat dengan api. Wajahmu sampai merah seperti itu!" Jack melengos dan mengangguk saja.

Next chapter