10 Suatu Hal Yang Menarik Dari Vallhein

Ada dua pilihan saat ini yang dihadapi Sema, mengalahkan mereka terlebih dahulu atau membeli para budak-budak yang ada di sini.

Sema berpikir jika mengalahkan mereka berdua pastinya akan sulit meskipun Kasuvi ada bersamanya. Jika untuk membeli para budak-budak Demi-Human, belum tentu para penjaga itu membiarkan Sema kembali hidup-hidup.

Perlahan-lahan Sema keluar dari tempat persembunyiannya, Kasuvi disuruh oleh Sema untuk tidak bergerak terlebih dahulu. Karena perintah dari Sema, Kasuvi menurut saja untuk melihat keadaan dan situasi yang dihadapi Sema.

   "Selamat malam, wahai ... Jomblo?"

Tanya Sema seraya memikirkan siapa sebenarnya para penjual budak dan salah satu anggota Komandan kerajaan yang menyerang Archdale sebelumnya.

Ketika Sema muncul, ketujuh orang penjaga para budak langsung saja menghunuskan pedang mereka setelah mengambilnya di antara pinggang mereka masing-masing.

Sema langsung mengerahkan kedua tangannya ke depan agar mereka berhenti dan Sema meminta maaf karena telah menyusup ke tempat ini.

   "Bukankah kau salah satu orang yang menghancurkan pedangku? Mau apa kau datang kemari?"

Tanya pria berbadan cukup besar itu yang masih duduk di atas sebuah kotak kayu. Dia adalah Komandan kerajaan musuh yang pedangnya dihancurkan oleh Sema dengan pukulannya.

   "Te-tenang saja, aku ke sini bukan untuk mencari masalah. Sepertinya ... budak-budak yang ada di sini cukup menarik perhatianku, ngomong-ngomong berapa harganya?"

Tanya Sema dengan gaya seorang pria parlente, Kasuvi yang ada di belakang Sema dan masih bersembunyi menatapnya dari belakang dengan kemarahan.

   "Astaga Kasuvi, maafkan aku ... aku hanya ingin mencari aman."

Pikir Sema yang ingin menangis karena ia hanya melakukan sandiwara untuk memperjelas semuanya. Komandan itu menghela napas sebentar lalu menatap kedua mata Sema dengan lelah.

   "Apakah kau ingin membeli mereka? Baguslah ... akhirnya ... mereka mendapatkan Tuan yang sepertimu."

Ucapan Komandan itu bukanlah seperti tindakan kejahatan bagaikan menilai sesuatu dari sampulnya. Sema menanyakan kembali kenapa Komandan itu mengatakan sesuatu yang bertolak belakang.

Ia menganggukkan kepala dengan santai lalu menyuruh para bawahannya untuk memasukkan pedang mereka ke sarungnya. Para bawahannya menuruti perintahnya lalu duduk di atas kotak kayu masing-masing.

   "Budak-budak yang ada di sini merupakan Demi-Human yang kehilangan segalanya. Mereka ingin kami menjual mereka sendiri kepada orang lain yang ingin membeli mereka."

   "Tunggu!? Jadi kau tidak memaksa mereka melainkan mereka sendiri yang menjadi budak untuk dibeli?"

   "Ya ... kami hanyalah pasukan bayaran, ketika kau bertemu dan bertarung denganku saat di Archdale. Saat itu juga aku disewa oleh kerajaan bagian Lasfor yaitu kerajaan Erinu."

Ucapan dari Komandan pasukan bayaran itu membuat Sema tersadar, ia salah sangka terhadap pria yang ada di hadapannya saat ini. Ia segera turun ke atas tanah lalu bersujud dan meminta maaf kepadanya karena sudah salah sangka.

Komandan pasukan bayaran itu bertekuk lutut lalu memaafkan Sema, ia meminta Sema untuk mengangkat wajahnya dan menghentikan tingkahnya.

Kasuvi yang melihat di belakang Sema mengira bahwa Sema dipaksa untuk bersujud sehingga ... ia keluar dari tempat persembunyian dengan tangan kanan yang sudah merapal sihir api.

   "Enyahlah kalian semua, jauhi Soutarou dari tangan kotor kalian."

Ia mengucapkannya dengan wajah yang sadis, Sema langsung berdiri lalu berbalik badan untuk menghentikan Kasuvi yang ingin membakar mereka semua.

   "Hentikan Kasuvi, mereka bukan musuh."

   "Tetapi, mereka menyuruhmu untuk bersujud, kan?"

   "Itu salahku sendiri karena aku sudah salah paham kepada mereka, mengertilah Kasuvi. Mereka ... bukan orang yang jahat."

Ucap dari Sema membuat Kasuvi bimbang dalam mengambil keputusan, ia menganggukkan kepala lalu menghilangkan sihir api yang sudah ia rapal.

Setelah itu, Sema memperkenalkan Kasuvi kepada kedelapan orang yang ada di sekitar mereka berdua saat ini. Komandan pasukan bayaran itu memang baik dan tidak jahat, mereka melakukan pekerjaan ini hanya untuk mengais rejeki dan bisa makan untuk keluarga mereka sendiri.

Sema dan Kasuvi mendengar kisah Komandan pasukan bayaran itu dengan seksama. Cerita sedih yang dialami oleh kedelapan orang itu membuat Sema menangis, Kasuvi juga menangis karena ia merasakan hal yang sama seperti Sema.

Satu jam kemudian, Sema dan para pasukan bayaran itu menjadi akrab hanya dengan kesalah pahaman. Komandan pasukan bayaran itu menjelaskan bahwa para budak-budak yang ada di sini akan dibeli oleh kerajaan Lomein.

Tetapi, ada satu budak yang mereka temukan di pinggiran jalan setapak ketika melewati hutan. Perempuan itu memiliki bekas luka dengan membawa sebuah senjata berupa jangkar yang biasanya digunakan untuk nelayan.

   "Perempuan itu tidak ada satu pun yang ingin beli karena sifatnya yang suka mengamuk. Bahkan, dia bisa merusak sel yang mengurung dia saat ini."

Ucap Komandan pasukan bayaran itu, para bawahannya pun sependapat dengannya. Sema mulai tertarik pada perempuan tersebut, karena itu ia meminta Komandan pasukan bayaran itu untuk mengantarkannya ke sel yang ia diami.

   "Baiklah, kalau begitu akan aku antar ke tempatnya."

Ucap Komandan pasukan bayaran itu seraya beranjak dari tempat duduknya, para bawahannya pun ikut untuk menemani Komandan dan Sema.

   "Apakah kita memang butuh banyak orang untuk melihatnya?"

Tanya Sema seraya memperhatikan Komandan pasukan bayaran yang sedang mengambil pedang berukuran besar yang sudah retak karena Sema yang menghancurkannya.

   "Ya, kau akan tahu jika kau pernah melawannya. Kekuatannya di atas rata-rata dan itu membuat kami sulit menenangkannya ketika ia mengamuk tanpa sebab."

Sema menganggukkan kepala setelah pria itu menjelaskannya, mereka berdelapan pergi ke sel di mana perempuan yang dimaksud berada. Posisi Sema dan Kasuvi ada di tengah-tengah mereka berdelapan karena Komandan pasukan bayaran itu memprioritaskan pelanggan.

Pergi ke sebuah lorong yang cukup panjang dan hanya ada sel yang kosong dan sepanjang lorong ini gelap. Terdapat sebuah pintu kayu yang memisahkan lorong ini dengan sebuah ruangan, pintu itu dibuka dan cahaya dari alat sihir memenuhi ruangan ini.

Seorang perempuan dengan rambut cukup panjang dan berwarna biru sedang bersandar pada pilar besi yang mengurungnya. Memiliki dua tanduk yang mencuat di dahinya dan di sebelah samping kanannya terdapat jangkar kapal.

Wajah perempuan itu tidak terlihat karena ia menundukkan kepala, Komandan pasukan bayaran itu mengatakan bahwa ada dua tamu yang ingin bertemu dengannya.

Perempuan itu tidak mengatakan sepatah kata pun lalu beranjak dari tempat sandarannya dengan tangan kanan memegang jangkar kapal yang ukurannya cukup besar.

Kasuvi merasakan bahaya dari niat perempuan yang ada di hadapan mereka sehingga ia maju ke depan untuk melindungi Sema.

Perempuan itu meluncurkan jangkar kapal dengan sekuat tenaga mengarah tepat ke kepala Sema yang terbengong ketika jangkar kapal membengkokkan pilar-pilar besi yang mengurungnya.

Ia menarik kembali jangkar itu karena terdapat sebuah rantai yang mengikat jangkarnya. Kedelapan orang itu langsung menghunuskan pedangnya untuk melawan balik.

   "Hentikan, kami ingin mempertemukanmu dengan seseorang yang ingin membelimu."

Ucap salah satu pria bawahan dari Komandan itu, perempuan yang berniat meluncurkan jangkarnya lagi tiba-tiba saja berhenti sejenak seraya menurunkan jangkarnya ke atas lantai yang berupa batuan tersusun.

   "Pastinya dia tidak akan membeliku karena kepribadianku ini, karena itu pergilah ... sebelum aku melukai kalian."

Ucap perempuan itu, Sema memikirkan beberapa hal akan kondisi yang diperlukan agar dapat berbicara dengannya. Sema meminta kepada Komandan dan bawahannya untuk pergi dari tempat ini bersama dengan Kasuvi untuk bicara secara empat mata.

Mereka semua mengabulkan permintaannya lalu pergi meninggalkan Sema sendirian bersama dengan seorang perempuan yang ada di dalam sel itu.

Sema melangkahkan kakinya untuk menghampiri perempuan yang di sel itu. Tetapi, ia diserang dengan jangkar yang diluncurkan ke arahnya sehingga membuat pilar besi itu bengkok.

   "Pergilah dari sini, aku tidak ingin bertemu dengan siapa pun."

   "Jika seperti itu, andai saja aku membelimu ... apakah kau akan bertemu denganku?"

Tanya Sema dengan membalikkan situasi, perempuan yang ada di hadapannya terlihat marah lalu menarik jangkar itu dan mengancam Sema yang akan dibunuh olehnya.

Sema tersenyum kecil, ia mengambil keenam pedang pendek kembarnya di pinggang lalu ia jatuhkan tepat di hadapannya pertanda dia tidak ingin melawannya.

   "Bisakah kau menceritakan semua yang kau alami, kenapa kau bisa berakhir seperti ini?"

Tanya Sema, ia tahu bahwa melawan Sema dengan fisik mau pun ancaman tidak akan berguna. Ia menghela napas cukup lama lalu membiarkan Sema untuk duduk di depan pilar besi selnya.

Ia menjatuhkan senjatanya yang berupa jangkar kapal, melangkahkan kaki untuk menghadapi Sema dan duduk di depan Sema dengan di tengah-tengah mereka sebuah pilar besi yang membatasi mereka berdua.

   "Namaku Levius, seorang Sacred Beast."

Ia memperkenalkan dirinya, Sema cukup bingung dengan perkenalannya karena ia seorang Sacred Beast dan ia tidak tahu. Perempuan itu mengangkat wajahnya dan dapat dilihat dengan jelas oleh Sema.

Ia memiliki warna mata hijau dengan sebuah ekor yang berwarna biru dan gaya rambutnya berupa dikepang dua. Memakai pakaian berwarna biru yang cukup terbuka dan dua gunungnya berukuran besar.

   "Sacred Beast merupakan suatu makhluk yang memiliki energi sihir dan kekuatan yang hebat. Akan tetapi, mereka juga bisa mati, dan kematian itu pernah menghampiriku."

   "Memangnya apa yang kau alami?"

Tanya Sema, Levius memejamkan matanya sebentar lalu membuka kedua kedua matanya kembali dengan menatap kedua mata Sema.

   "Pembantaian ... pembantaian itu melibatkan hampir para Sacred Beast diambil kekuatan mereka lalu dijadikan Arch Gear. Dan aku ... dapat lolos dari para pemburu Sacred Beast setelah bertemu dengan dua mayat hidup."

   "Apakah kau menyesal telah lahir di dunia ini menjadi salah satu Sacred Beast?"

Tanya Sema dengan tenang, namun ucapannya membuat Levius marah lalu mendekatkan wajahnya ke dekat wajah Sema dengan kedua tangannya memegang pilar besi.

   "Apa yang kau tahu tentangku ... "

   "Aku tidak tahu tentangmu sedikit pun, tetapi aku tahu ... saat ini dan sampai saat ini juga, kau selalu ... menderita."

Ucapan dari Sema membuat kedua mata Levius terbuka lebar, ia tahu bahwa ia selalu menderita selama ini bahkan dua mayat hidup yang selalu peduli bersamanya ikut menderita.

   "Baiklah ... sudah aku putuskan, Levius ... aku tidak peduli kau Sacred Beast atau Demi-Human atau pun yang lainnya. Aku akan membawamu ke tempatku bersama dengan kedua mayat hidup yang kau bicarakan itu."

   "Kau yakin? Kami bertiga hanya akan membebanimu."

   "Tidak masalah, bukankah dengan keseharian seperti itu tidak akan bosan."

   "Kami bertiga akan menyusahkanmu."

   "Tidak masalah, aku membutuhkanmu karena itu tetaplah bersamaku."

   "Kau akan menderita jika bersama kami."

   "Tidak masalah, lagi pula aku sudah terkena kutukan oleh Vallhein."

Setiap perkataan yang keluar dari mulut Levius dengan cepat Sema jawab dengan yakin. Levius mulai berpikir bahwa manusia Jomblo yang ada di hadapannya saat ini termasuk manusia yang bodoh.

Sema beranjak dari tempat duduknya yang berupa batuan tersusun lalu mengulurkan tangan kanannya melewati kurungan pilar besi.

   "Levius ... maukah kau menerimaku sebagai tuanmu?"

Tanya Sema dengan suaranya yang lembut, Levius tersenyum kecil karena manusia Jomblo yang ada di hadapannya saat ini tidak memiliki niat yang terselubung dan Levius dapat merasakannya.

Ia meraih tangan kanan Sema dengan tangan kanannya lalu berdiri menatap kedua mata Sema.

   "Aku Levius, mulai sekarang dan seterusnya akan ada dalam pengawasanmu ... "

   "Ya ... aku harap seperti itu."

*Brakk

Kasuvi mendobrak pintu kayu dan membuat Sema terkejut, ia menoleh ke belakang dan terdapat Kasuvi dengan muka cemberut disertai kedua pipinya yang mengembung.

Sebetulnya, sedari tadi Kasuvi menguping pembicaraan mereka berdua dari balik pintu kayu dan ia cemburu ketika Levius menerima Sema sebagai Tuannya.

Kasuvi merapal sebuah sihir bola api lalu meluncurkannya tepat ke arah Sema. Levius langsung merapal sebuah sihir bola air kemudian meluncurkannya dengan laju yang mengarah ke bola api milik Kasuvi.

Kedua sihir itu bertabrakan dan menghasilkan uap karena elemen yang digunakan bertolak belakang.

Levius menggunakan kedua tangannya untuk membengkokkan pilar-pilar besi yang ada di hadapannya menggunakan kedua tangannya. Ia dan Kasuvi saling melangkahkan kaki lalu berhadapan dan saling bertatapan.

Tinggi badan dari Levius lebih tinggi dari Kasuvi, mereka berdua menyadari siapa sebenarnya mereka saat ini.

   "Kau Dragonewt Iblis merah, apakah kau memiliki hubungan dengan Tuanku?"

Tanya Levius dengan suara yang mengancam, Kasuvi menatap balik dengan ancaman yang terlihat jelas dari tatapannya.

   "Dragonewt Iblis biru yang telah pergi dari pulau apung para Dragonewt, aku adalah kekasih dari Soutarou."

Ucap Kasuvi, Levius menyadari bahwa Soutarou adalah Sema yang ada di belakangnya saat ini. Ia berbalik badan dan Sema menunjukkan wajah yang malu karena Kasuvi mengatakan bahwa Sema adalah kekasihnya.

Ia kembali menghadapi Kasuvi kemudian menghela napas, ia mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman dengan Kasuvi.

   "Levius, salah satu dari Dragonewt Iblis biru dan saat ini akan menjadi rekanmu."

Sahutnya, Kasuvi menunjukkan senyuman kecilnya lalu bersalaman dengan Levius.

   "Kasuvi, salah satu dari Dragonewt Iblis merah dan saat ini akan menjadi rekanmu."

Sahut Kasuvi, sebetulnya Dragonewt Iblis merah dan biru merupakan dua jenis Dragonewt langka dan memiliki kekuatan yang hebat.

Sema bersama dengan Kasuvi dan Levius segera pergi ke ruangan di mana Komandan pasukan bayaran itu ada bersama dengan bawahannya.

Sebuah kejutan yaitu Levius dapat patuh kepada Sema adalah hal yang langka, Levius menjelaskan bahwa dia juga akan membeli dua mayat hidup yang merupakan teman dari Levius sendiri.

Komandan pasukan bayaran itu meminta bayaran berupa tiga keping koin emas kepada Sema. Untungnya, Sema memiliki empat koin emas di sakunya dan itu adalah uang yang hanya ia miliki saat ini.

Setelah melakukan transaksi dengannya, Levius bertemu kembali dengan kedua temannya yang merupakan dua mayat hidup yang berasal dari ritual pembangkitan yang pernah dilakukan oleh salah satu penyihir.

Yang satunya memiliki mata berwarna merah dengan rambut hitam panjang, yang satunya lagi memiliki warna mata coklat dengan rambut pirang bergelombang.

Merela berdua memakai pakaian yang kusut, setelah itu ... Sema, Kasuvi, Levius dan dua teman dari Levius segera kembali ke bar milik Sema melalui alat sihir teleportasi tadi.

* * * * * *

Esok hari yang cerah, Kasuvi terbangun di kamarnya sendiri dengan suara kicauan burung yang membuatnya tenang.

Di kamar sebelah kirinya merupakan kamar Sema dan sebelah kirinya lagi kamar Sema merupakan kamar Levius dan kedua temannya yang berada dalam satu kamar.

Kasuvi segera bersiap-siap memulai hari namun karena terdapat suara yang berisik sekali di lantai bawah. Ia pun pergi untuk memeriksanya dan melihat apa yang sedang terjadi.

Terdapat Sema yang sudah stand by di meja resepsionis sebagai pemilik bar. Terdapat tiga perempuan yang mulai hari ini bekerja di bar milik Sema, dia adalah Levius dan kedua temannya yang sudah memakai seragam pelayan.

   "Lumayan juga untuk Levius."

Salah satu teman dekat Levius yang memiliki rambut pirang memberi masukkan kepada Levius yang sudah memakai seragam pelayan dengan gaya rambut kepang dua.

Dia bernama Sera, seorang perempuan yang mati karena dibunuh oleh seorang bandit dan di dahinya memiliki sebuah tanda berbentuk diamond.

   "Seperti yang kita kira, Levius memang cocok memakai seragam pelayan."

Ucap mayat hidup yang memiliki rambut hitam seraya memperhatikan Levius yang sedang malu dilihat oleh mereka berdua.

Dia bernama Ruina,  seorang perempuan yang dibunuh oleh bandit yang sama dengan Sera karena mereka berdua berada di desa yang sama ketika masih menjadi manusia.

   "Sema, bagaimana dengan seragamku?"

anya Levius seraya menoleh ke belakang yang terdapat Sema sedang bersama dengan Kasuvi.

   "Ya ... itu cocok dengan kalian bertiga."

sahut Sema dengan menunjukkan senyuman kecil disertai kedua matanya yang tertutup.

   "Baiklah ... saatnya bekerja ... uangku habis sialan."

To Be Continue ....

avataravatar
Next chapter