1 Prolog

   "Sialan ... sialan, tinggal sebentar lagi."

Laki-laki Jomblo yang terpaku melihat layar ponsel pintarnya, menatap bar downloadan yang sudah 99% berhenti tiba-tiba.

Berpenampilan serba biasa dengan rambut medium yang acak-acakan.

   "Ngg ... kenapa tiba-tiba?"

Laki-laki ini pun mengecek kenapa downloadannya terhenti di 99% dan tidak mau maju. Ia sadar, terdapat notifikasi paket datanya sudah habis dan pulsanya tersedot 10.000 karena tidak diketahuinya.

Pria Jomblo ini langsung lemas menatap layar ponselnya, bagaikan seorang laki-laki yang sudah hilang harapan.

   "Sialan ... sialan!? Padahal ini tugas sekolah yang sangat penting!"

* * * * * *

Pagi hari yang damai, pria Jomblo ini terbangun dari tidurnya dengan sinar mentari pagi hari yang menyinari kedua matanya. Beranjak dari tempat tidur, ia berjalan menuju jendela kamarnya lalu membuka gordennya.

Membuka jendela kamar, menatap ke luar jendela seraya menghirup udara segar di pagi hari. Ia segera kembali ke tempat tidurnya lalu membereskan kasur yang berantakan karena pada malam kemarin ia harus menyalin semua tugasnya karena paket datanya habis ketika ia mendownload file tugas kemarin malam.

   "Apakah ada informasi yang baru ... "

Pria Jomblo itu mengecek ponselnya, jam telah menunjukkan pukul 7.33. Ia pikir ada yang salah dengan jamnya, tetapi ia menyadari bahwa apa yang ia hadapi saat ini merupakan kenyataan.

Dengan segera, membereskan tempat tidur lalu memasukkan barang-barangnya beserta buku pelajaran hari ini ke dalam tasnya. Segera turun dari lantai dua ke lantai satu untuk pergi mandi, mengambil handuknya di atas lantai dekat dapur karena handuknya dijadikan tempat tidur oleh kucing peliharaannya.

   "Gamol, lain kali pakailah handuk yang lain."

Ucap Pria Jomblo ini yang sedang pergi melangkah memasuki kamar mandi dengan tangan kanan menggenggam handuk berwarna biru.

Tiga puluh menit kemudian, saat ini ia pergi berlari menuju sekolahnya. Tubuh pria Jomblo ini bisa dikatakan atletis karena mempunyai banyak waktu luang dan ia pun menjadikan waktu luangnya untuk olahraga bersama teman-temannya yang Jomblo.

   "Sialan, sudah terlambat."

Ia berlari seraya mengecek ponselnya, terdapat suara laju dari ban sepeda yang biasa ia dengar setiap hari. Teman seperjuangannya pun ada yang ikut terlambat, apalagi ia memakai sepeda orang tuanya yang di belakangnya terdapat kursi tambahan.

   "Sema!? Kau terlambat lagi, huh ... karena inilah kau selalu kerad."

Ucap pria yang menaiki sepeda, di kursi belakang terdapat satu teman perjuangannya lagi yang sedang sarapan dengan menu nasi goreng sisa semalam.

Pria yang mengendalikan sepeda dan duduk di kursi bagian depan memiliki penampilan biasa saja dengan rambut medium. Lalu, pria yang duduk di kursi belakang merupakan seorang pria yang memakai kacamata dengan gaya rambut bergelombang.

   "Hoi Jomblo, kau mau?"

Tanya pria yang sedang memakan sarapannya di kursi belakang dengan wajahnya yang datar dan mulut yang masih mengunyah. Sema Soutarou, pria Jomblo ini menanggapi tawaran temannya dengan wajah yang kecut.

   "Kalian ini berdua bego sekali, kenapa kalian tidak ngebut saja ke sekolah?"

Tanya Sema, kedua temannya menyuruh Sema untuk melihat ke belakang dengan wajah yang santai. Sema menurutinya, ia menoleh ke belakang dan terdapat seorang pria sedikit botak sedang sibuk memakai dasi dengan mulut yang sedang mengunyah roti.

   "Kalian ini bego ya!? Bego sekali! Memangnya apa yang kalian lakukan kemarin malam!?"

Sema mulai kesal dengan ketiga temannya yang somplak, kedua temannya yang memakai sepeda menanggapi pertanyaan Sema dengan saling menatap mata lalu memasang wajah yang bego.

   "Mau aku tampol kalian berdua!?"

Kesal Sema, tetapi ia masih dapat menahan nafsu amarahnya. Ia pun melihat ke belakang untuk melihat temannya yang tertinggal, keberadaannya hilang seketika.

   "Hoi ... Rean hilang ke mana?"

   "Tadi ada seorang nenek-nenek yang terlihat kesusahan membawa barang bawaannya. Rean tadi terlihat berhenti lalu membantu nenek itu."

Jawab pria yang duduk di kursi belakang, pria yang duduk di kursi depan sambil mengayuh sepeda menunjukkan wajah kalemnya seraya menganggukkan kepala.

   "Bego!? Kenapa kalian berdua tidak menghentikannya!? Kita sudah telat masuk kelas!?"

   "Tunggu sebentar Sema, sebagai temannya kami menghargai apa yang temanku lakukan. Meskipun Rean seorang Preman dengan hati hello kitty, kami sangat menghormatinya meski dia berandalan yang baik hati."

   "Karena itulah kalian geblek!?"

Kesal Sema dengan kedua mata yang tertutup, ia membuka kembali matanya tetapi kedua temannya hilang lagi. Berhenti sebentar dari posisi berlari, mengambil napas cukup dalam lalu melihat ke belakang.

   "Sialan, ban belakang tertusuk paku."

   "Sepertinya ... pakunya yang nyasar."

Kedua teman Sema melihat keadaan sepedanya yang sudah tidak dapat dipakai lagi. Kedua temannya saling berpandangan mata, beberapa saat kemudian mereka berdua menganggukkan kepala.

   "Baiklah, kita bolos."

   "Jangan ke jalan sesat!? Kita harus ke sekolah!"

Seru Sema, kedua temannya melihat ke arah Sema dengan wajah yang kalem. Beberapa saat kemudian, mereka berdua menunjukkan wajah yang malas.

   "Akh sialan!? Cobaan macam apa ini!?"

* * * * * *

Keempat orang itu pun dapat pergi ke sekolah dan masuk di pelajaran jam ketiga. Hal ini sering terjadi, tetapi tidak terlalu sering karena mereka berempat sering terlambat karena membantu orang lain, kesialan, lalu menyalin tugas berjamaah di pagi hari.

Istirahat jam pertama dimulai dengan pertanda lonceng sekolah yang berdentang. Guru pelajaran pun keluar dari kelas ini, Sema terpaku melihat ke depan yang terdapat papan tulis dipenuhi dengan rumus fisika.

   "Wow ... aku tidak mengerti sama sekali."

Sema memuji dirinya sendiri, ia tidak mengerti di pelajaran fisika ini karena ia tidak fokus mendengarkan penjelasan guru karena sedari tadi ada suatu hal yang mengganggunya.

Hal yang mengganggunya merupakan permasalahan sepele, ada kancut milik seorang perempuan dengan motif bunga berwarna ungu dan itu ada di bawah kolong meja milik ketua kelasnya yang merupakan seorang perempuan idaman para Jomblo.

   "Sema, pergi yuk."

Ketiga temannya mengajak Sema untuk pergi makan di luar, Sema menanggapinya dengan anggukan kepala lalu pergi bersama ke belakang halaman sekolah karena Rean mendapatkan imbalan berupa empat buah nasi kepal isi daging ayam.

Di jalan menuju belakang halaman, Sema melihat seorang laki-laki kurus berkacamata sedang dipalak oleh enam preman sekolah. Sema berhenti sebentar, ketiga temannya menyadari Sema hilang keberadaannya.

Rean menunjuk posisi Sema berada, dia sedang berjalan ke arah keenam preman tersebut sedang memalak pria kurus berkacamata. Kedua temannya menunjukkan ekspresi yang kecut terkecuali Rean.

   "Apa yang sedang dilakukannya?"

   "Sepertinya cari mati, kita biarkan saja dia."

Ketiga temannya sepakat untuk tidak ikut campur, mereka bertiga duduk di kursi kayu yang memanjang seraya melihat Sema siap dihajar habis-habisan. Rean membagi-bagikan nasi kepal pemberian dari seorang nenek lalu memakannya bersama dengan yang lain.

Sema menepuk pundak orang yang sedang memojokkan pria kurus itu, ia menoleh ke belakang dengan wajahnya yang kesal dan sangar.

   "Apa yang sedang kalian lakukan? Memojokkan seorang pria oleh enam orang tidak keren. Jijik lihatnya."

Ucap Sema dengan wajah yang kalem, ketiga temannya dengan santai melihat Sema seraya memakan nasi kepal.

   "Apa urusanmu dengan kami!?"

Pria yang ada di hadapan Sema mengeraskan suaranya, Sema menghela napas lalu saling bertatapan mata. Pria kurus yang berkacamata hanya bergidik ketakutan.

Pria yang menyentak Sema memegang kedua pundak Sema lalu menatap matanya dengan rasa kesal yang terlihat jelas. Sema hanya balik menatap dengan kalem, tiba-tiba saja pria yang ada di hadapan Sema melepaskan kedua tangannya lalu keenam orang yang memojokkan pria kurus berkacamata itu membungkukkan badan menghadap Sema.

   "Tuan besar Sema! Mohon bantuannya, kami membutuhkan salinan tugas kimia yang akan dikumpulkan nanti siang. Jika boleh ... kami minta salinannya."

   "Boleh kok."

Jawab Sema, keenam pria tersebut berterima kasih kepada Sema karena mau membagi salinan tugas kimia. Pria kurus berkacamata itu pun hanya terbengong melihat keadaan dan situasi yang membuatnya bingung.

Sema segera kembali ke teman-temannya, tetapi ... langkah kakinya diberhentikkan oleh pria kurus berkacamata tadi dan ia berterima kasih kepada Sema.

   "Tenang saja, kau tidak perlu berhutang budi padaku. Ini sudah sering terjadi."

Ucap Sema seraya berjalan dengan tangan kanannya melambai-lambai, ia pun duduk di kursi yang memanjang di samping kanan Rean yang ada di pojokan.

   "Mana bagianku?"

   "Sudah kami makan."

Dan Sema, segera berlari menuju kantin sekolah untuk mencari makanan karena nasi kepal bagiannya sudah disantap oleh ketiga temannya.

   "Sialan ... aku lupa bawa uangnya."

* * * * *

Di malam hari yang sunyi, Sema pulang dari sekolah setelah menyelesaikan semua tugasnya karena ia yang paling telat mengumpulkan tugas fisika dan biologi.

   "Lelah batin ... "

Sema berjalan melalui keramaian kota, rumahnya terletak di sebuah apartemen yang cukup sepi. Ia tidak hidup sendirian, hanya saja kedua orang tuanya sedang melakukan tugas dinas ke luar kota sambil liburan dan meninggalkan Sema sendirian.

Gang demi gang Sema lewati, ketika melewati gang selanjutnya terdapat teriakan seorang wanita yang membuat pendengaran Sema semakin tajam.

   "Teriakan!? Suara yang sedikit tinggi dan membawa hawa nafsu ... Perempuan 21 tahunan!?"

Insting dari kemampuan Jomblonya selama bertahun-tahun dapat membedakan suara perempuan tergantung usia dan frekuensi suara yang dihasilkan.

Sema segera berlari menuju sumber suara dengan panik dan tergesa-gesa. Memasuki gang kota yang gelap karena malam hari yang sudah sunyi dan mencekam.

Sema memberanikan diri untuk masuk lebih dalam, kakinya tersandung sesuatu dan ia menggunakan lampu ponselnya untuk menerangi jalan ke depan. Terdapat mayat laki-laki dewasa dengan mulut terbuka dan luka sayatan pada leher yang bersimbah darah.

   "Tunggu!? Apa maksudnya ini!?"

Sema semakin panik, ia meningkatkan indera perasanya lalu menyadari langkah kaki tanpa sepatu sedang mengintai dari belakang. Ia segera memutar badannya lalu mengerahkan pukulan lurus ke depan dengan tangan kanan dan kekuatan penuh.

*Creebs

Sebuah pisau tajam menusuk perut Sema yang menembus seragam sekolahnya. Rasa sakit menyebar di sekitar area perut, ia pun berteriak kesakitan lalu menampar orang yang menusuknya.

Cahaya lampu dari ponselnya yang tergeletak di bawah, menerangi sosok orang yang menusuknya. Sosok tersebut merupakan seorang perempuan dengan usia yang terbilang masih muda dengan seragam seorang pekerja kantoran.

   "Sialan ... "

Sema mencabut pisau yang menancap pada perutnya, ia segera pergi berlari ke belakang dan melompati mayat seorang pria yang sudah tewas.

Tangan kanan yang memegang perut yang tertusuk oleh pisau, Sema bingung bagaimana caranya untuk dapat bertahan hidup dari luka tusukan pisau yang ada di perut.

Setelah cukup jauh berlari, Sema jatuh tersandung oleh sebuah batu yang posisinya saat ini sudah dekat dengan apartemen miliknya.

Tetapi, kondisi badannya semakin memburuk dengan darah segar yang sudah keluar banyak. Ia tahu bahwa ia tidak akan bisa diselamatkan karena luka yang ia dapatkan.

Maka ... ia menggumam permintaan terakhirnya agar didengar oleh dewa maupun tuhan yang masih mau mendengar permintaan terakhirnya.

   "Aku ... Sema Soutarou, berikan aku kesempatan ... untuk menikmati ... hidupku yang berarti ... ini ... "

Matanya sudah berkunang-kunang dengan napas yang sudah sulit untuk bernapas. Sema menyerah untuk bangun, darah segar semakin merembes keluar dari luka yang ia derita.

   "Aku mendengar permintaanmu Jomblo, akan aku kabulkan ... permintaan terakhirmu."

Suara tidak dikenal oleh Sema terdengar halus di telinganya bagaikan seorang malaikat maut yang siap mengambil nyawanya.

Sebuah cahaya berwarna putih menyelimuti tubuhnya, Sema hanya bisa menutup mata lalu ia ...

To Be Continue ...

avataravatar
Next chapter