18 Pilihan II

Di pagi hari yang tenang dan cukup dingin, seorang Jomblo terbangun dari tidurnya. Memerjapkan penglihatannya beberapa kali, ia menyadari bahwa ia telah melihat pemandangan yang seperti ini ketika sore hari.

   "Di mana aku ... "

Ketika Sema memikirkannya, kedua tangannya telah tersambung kembali dan terlapisi dengan sebuah perban putih. Ia melihat kedua tangannya seakan-akan tidak percaya kepada kenyataan.

   "Bagaimana bisa!?"

Pukau Sema seraya melihat tangan kanannya yang terlapisi dengan perban, ia menghirup napas cukup dalam lalu menghembuskannya kembali.

   "Dengan ini, aku ... bisa memegang gunung milik Kasuvi."

Ucap Sema dalam hati dengan kesablengannya, ia beranjak dari tempat tidurnya lalu meregangkan badan seperti biasa. Melompat-lompat lalu memukul-mukul dengan teknik kick boxing sampai tubuhnya sedikit terasa.

   "Tanganku dapat bergerak semauku, apakah ada sebuah sihir penyembuhan yang hebat?"

Pikir Sema seraya memandangi tangan kanannya yang terbalut oleh perban putih. Karena sedikit lelah, ia kembali duduk di atas kasur seraya mencoba menggunakan sihir rendah.

Seperti yang terjadi, Sema mengalami kecacatan dan mana mau pun energi sihirnya lenyap. Ia tahu bahwa seorang manusia yang tidak memiliki kekuatan sihir di dunia yang penuh sihir ini akan sangat menyakitkan.

   "Sebaiknya aku per-"

*Ckleck

Seseorang membuka pintu kamar ini, ia adalah Demi-Arachne yang menggigit Sema sampai ia tak sadarkan diri. Tangan kirinya memegang nampan kayu yang di atasnya terdapat sarapan berupa roti gandum dan segelas air.

   "Bagaimana dengan kondisi tubuhmu?"

   "Aku sudah baikan, terima kasih ... ngg ... "

   "Carilla, itulah namaku."

   "Te-terima kasih Carilla karena telah menolongku."

Sahut Sema seraya membungkukkan badan lalu kembali ke posisi semula. Menerima tawaran berupa sarapan dari Carilla lalu memakan roti gandum itu perlahan-lahan.

Tatapan Carilla yang sedikit kelam membuatnya cukup tidak nyaman, Sema memakan sarapannya dengan sedikit waspada. Akan tetapi, Carilla menunjukkan senyuman kecilnya lalu berpamitan.

   "Aku akan pergi dulu, dua orang yang membawamu ke sini sedang tertidur karena terus menjagamu secara bergantian."

Sahut Carilla seraya menoleh ke belakang, ia pun pergi dari ruangan ini kemudian menutup pintunya dari luar. Sema terdiam mendengar perkataannya, dengan kata lain ... dia sudah membuat repot Kasuvi dan Levius.

   "Kenapa mereka berdua sampai begitunya ... "

Sema segera beranjak dari atas kasur lalu berlari ke luar ruangan ini. Karena ia tidak tahu letak di mana kamar Kasuvi dan Levius, ia menelusuri setiap ruangan yang ada.

Sudah beberapa kali ia membuka pintu tempat ini dan ruangan Kasuvi mau pun Levius masih belum ditemukan. Sema istirahat sebentar karena kelelahan dan napasnya mulai berat.

Ia berjalan ke sebuah pintu kayu yang ada di dekatnya, akhirnya ia melihat sesosok perempuan berambut coklat dan seorang perempuan berambut biru. Kasuvi terlihat sedang tertidur di atas kursi dan menyandar pada meja, sedangkan Levius tertidur di atas sofa yang cukup panjang.

Melihat wajah tidur Kasuvi dan Levius membuat perasaan Sema mulai sedikit tenang. Ia pergi dari ruangan ini dengan mengendap-endap agar mereka berdua tidak terbangunkan.

   "Huff ... sekarang ... apa yang harus aku lakukan ... aku harus segera menyelamatkan pasukan bayaran itu karena salahku."

Ucap Sema dalam hati seraya melihat kedua telapak tangannya tang diperban. Seseorang memanggil namanya dari lorong yang ada di samping sebelah kanan, dia adalah Carilla.

   "Bagaimana keadaan mereka berdua?"

   "Ya ... mereka berdua tidur dengan nyenyak, karena aku tidak ingin membangunkan mereka berdua maka aku ... "

Ketika Sema mengucapkannya, Carilla menunjukkan senyuman kecilnya. Ia pun pergi dari tempat ini seraya mengajak Sema ke perpustakaan, Sema cukup bingung tetapi ia segera mengikuti Carilla dari belakang.

* * * * * *

Mereka berdua pergi ke perpustakaan, terdapat seorang Demi-Arachne sedang bermain-main dengan benang laba-laba seraya duduk di atas kursi yang penyangganya cukup tinggi.

   "Akh? Selamat datang, bagaimana keadaanmu?"

Tanya Demi-Arachne yang duduk di atas kursi, Carilla pamit sebentar untuk membuat teh hangat. Sedangkan Demi-Arachne yang tadi segera turun dari kursi lalu menghampiri Sema dengan cukup pelan.

   "Entah kenapa, tubuhku seperti kembali ke sedia kala."

Jawab Sema dengan senang, Demi-Arachne yang ada di hadapan Sema tersenyum kecil lalu mengangkat rok gaunnya sedikit dengan kedua tangannya.

   "Itu tidak seberapa, perkenalkan. Namaku adalah Ruilla, adik dari Demi-Arachne yang tadi bersamamu. Bagaimana? Apakah kau terkejut dengan tanganmu saat ini?"

   "A-ah ... aku tidak tahu perasaanku saat ini, dan aku ... tidak bisa memakai sihir lagi."

Ucap Sema dengan sedikit menundukkan kepala agar wajahnya tidak terlihat, Ruilla tersenyum kecil lalu menepuk-nepuk pundak Sema dengan tangan kanan.

   "Tenang saja, meskipun kau tidak bisa memakai sihir pasti ada jalan yang lainnya."

Sahut Ruilla, Sema menanggapinya dengan senyuman kecil dan wajahnya sudah mulai seperti biasa.

   "Kau benar, tidak ada waktu bagiku untuk menyerah."

Ucap Sema, beberapa detik kemudian terdapat Carilla membawa nampan kayu berukuran cukup besar dan di atasnya terdapat peralatan untuk minum teh dan terdapat piring yang di atasnya berupa empat roti gandum.

   "Sudahlah, lebih baik kita minum dan makan roti ini di pagi hari."

Sahut Carilla seraya menghampiri mereka berdua, Ruilla menarik sebuah meja bundar di pojokan samping kiri yang ada di dekat rak menggunakan jaring laba-laba yang ia hasilkan.

Carilla menarik tiga kursi kayu yang ada di dekat rak buku dengan jaring-jaring yang sudah ia pasang. Dengan sekejap, tiga kursi yang mengelilingi meja bundar langsung tertata dengan rapi.

   "Gila ... cepat amat."

Pikir Sema seraya menunjukkan ekspresi yang kecut, ia pun duduk di bangku yang kosong setelah disediakan oleh Carilla. Ruilla menuangkan teh pada masing-masing cangkir yang tersedia pada setiap orang yang mendapatkan bagian.

Carilla dan Ruilla minum teh hangat dengan santai, dilanjutkan dengan memakan roti yang sebelumnya dibelah menjadi dua terlebih dahulu.

Sema menatap curiga ke genangan air yang memenuhi cangkir tehnya, Carilla dan Ruilla cukup heran karena Sema tidak meminumnya.

   "Ada apa? Apakah kau tidak suka dengan teh?"

Tanya Carilla setelah meletakkan cangkirnya di atas tatakan, Sema menggelengkan kepada lalu memperlihatkan wajahnya yang mengalami trauma yang mendalam.

   "Kalian tidak memasukkan racun, kan?"

   "Ekh? Dari mana kau tahu itu?"

   "Jadi ada racunnya!? Kampret sekali!?"

Seru Sema dengan menggebrak meja, meski gebrakan tersebut cukup kuat tapi peralatan yang ada di atas meja tidak bergerak sedikit pun karena setiap benang laba-laba telah menempel pada setiap peralatan yang ada di perpustakaan ini.

   "Kenapa kau marah? Kami cuma bercanda."

Sahut Carilla dengan datar, meski dia bilang cangkir Sema terdapat racun tapi wajahnya tidak menampakkan bahwa mereka dia sedang bercanda.

   "Sialan, bisa-bisa aku jadi bahan percobaan di sini."

Panik Sema yang menyadari keadaannya sampai-sampai ketika ia memegang telinga cangkir. Tangan kanannya yang bergidik membuat beberapa air teh hampir tumpah.

   "Tenanglah, aku hanya harus bersikap tenang di depan mereka berdua."

Pikir Sema dengan cukup panik, perlahan-lahan menyeruput teh ketika cangkirnya didekatkan ke mulutnya.

*Brakk

   "Apakah kalian melihat Soutarou?"

Tanya Kasuvi yang baru saja selesai mandi di kolam reruntuhan ini, penampilannya saat ini hanya memakai handuk putih yang menutupi tubuhnya.

Sema menoleh ke belakang dan melihat sosok Kasuvi yang tubuhnya terbalutkan dengan handuk. Seketika saja, kedua matanya langsung melotot dan ia menyemburkan kembali teh yang sedang ia minum.

Kasuvi menyadari keberadaan Sema, seketika saja wajahnya memerah dan rasa malu menghantuinya. Ia segera pergi dari hadapan mereka bertiga, Ruilla yang melihat keadaan Sema sedang batuk berinisiatif untuk menepuk-nepuk pundaknya agar lebih baikan.

Sema terdiam cukup lama dan membuat Carilla bersama dengan Ruilla khawatir dengannya. Akan tetapi, ia terdiam cukup lama karena mengingat-ingat sosok Kasuvi tadi dan menyimpannya di memori terdalam.

Sema melanjutkan memakan roti gandum yang telah disediakan, perlahan-lahan ia menyeruput teh hangatnya. Ia menyadari Kasuvi dan Levius belum datang sejak kejadian tadi, karena khawatir ia pamit untuk meninggalkan perpustakaan lalu mencari Kasuvi dan Levius.

Menelusuri setiap lorong dan membuka setiap pintu yang ia kira sebagai kamar, setelah lima menit berlalu. Ia akhirnya menemui jalan buntu dan terlihat dua pintu yang saling berdempetan.

Sema berjalan ke salah satu pintu yang ada di sebelah kiri, menekan gagang pintu perlahan-lahan. Mengintip ke dalam ruangan ini, terdapat sesosok perempuan sedang bercermin di depan meja.

Sosoknya merupakan perempuan yang Sema sayangi, tidak lain adalah Kasuvi. Sema kembali menutup pintu yang sedikit terbuka lalu mengetuk pintu tiga kali kemudian menunggu jawaban dari Kasuvi.

   "Siapa?"

   "Ini aku."

Jawab Sema, Kasuvi mengenyampingkan suara Sema dan ia memikirkan siapa itu 'ini aku' dengan dalam-dalam. Setelah mencari nama ini aku di ingatannya, ia menghiraukan Sema lalu melanjutkan bercermin.

   "Astaga ... salah aku apa sampai-sampai dia melupakanku? Oh!? Jangan-jangan ... Kasuvi marah ketika aku melihat penampilannya yang memalukan tadi!?"

Pikir Sema, tiba-tiba pintu kamar Kasuvi terbuka olehnya sendiri dan membuat Sema kaget.

   "So-soutarou!? Kenapa kau di sini?"

   "Aku berniat untuk mengajakmu sarapan."

   "Be-begitu ya ... "

Kasuvi menunjukkan senyuman bahagianya disertai wajah yang tenang, Sema malu untuk melihat wajahnya dan ia melihat ke arah lain.

Pintu yang sebelahnya di samping kanan terbuka, keluarlah Levius yang terlihat sedikit ngantuk. Ia menggaruk-garuk kepala bagian belakang seraya menguap.

   "Ah ... Sema, bagaimana dengan tanganmu?"

Tanya Levius, Kasuvi baru saja menyadari bahwa ia lupa akan kedua tangan Sema yang terpotong. Ia langsung meraih tangan kanan Sema dan melihat perban putih yang terbalut.

   "Apakah kau baik-baik saja? Apakah masih sakit?"

Tanya Kasuvi dengan kedua tangannya yang menyentuh tangan kanan Sema setiap incinya. Sema menanggapinya dengan anggukan kecil lalu menunjukkan senyuman kecilnya.

   "Tenang saja, semuanya sudah kembali dengan normal."

* * * * * *

Ketika mereka bertiga datang ke perpustakaan, Carilla membawa pasokan roti gandum lagi dan membawa lima roti gandum lagi. Mereka berlima sarapan di meja yang berbentuk bundar ini.

   "Ngomong-ngomong ... apakah kau akan pergi lagi ke wilayah Erinu?"

Tanya Ruilla, Sema yang sedang mengunyah perhatiannya teralihkan lalu menganggukkan kepala.

   "Begitukah ... lebih baik kau membawa ini."

Ruilla menarik suatu benda yang ada di sebuah kotak kayu, ia membukanya ketika sudah sampai di tangannya. Mengambil sebuah benda yang terbalutkan dengan kain.

   "Ambillah ini, meskipun kau tidak punya mana mau pun kekuatan sihir. Aku pikir, kau bisa memakai ini."

Sahut Ruilla, Sema beranjak dari tempat duduknya lalu menerima suatu benda yang diberikan oleh Ruilla. Sema membuka balutan kain tersebut lalu menemukan sebuah benda yang mirip dengan sihir rendah miliknya.

   "I-ini ... "

   "Ya, itu adalah benang laba-laba yang dihasilkan dari Nee-chan dan telah diisi dengan sihir penguat. Benang-benang tipis itu tidak akam mudah potong jika dengan pedang biasa. Berterima kasihlah pada Nee-chan, dia menghasilkan benang-benang tipis itu dari Arch Gear yang tertanam pada tubuhnya."

   "Arch Gear?"

   "Ya, tanganmu yang terpotong dapat kami sambung seperti sedia kala. Setiap urat, saraf, nadi, otot, dan daging kami sambungkan kembali dengan Arch Gear yang hanya dapat digunakan oleh Arachne."

   "Begitukah ... "

Sahut Sema seraya melihat kedua tangannya yang terbalutkan dengan perban putih. Sema berniat untuk pergi lagi setelah siang hari telah tiba, ia masih memiliki janji untuk menebus kesalahannya.

   "Tunggulah aku ... "

To Be Continue ....

avataravatar
Next chapter